Bagian 21

300 25 1
                                    

Ini sudah hari ketiga Cakra mendiaminya. Diandra sendiri pun nampak tidak perduli dan terlalu sibuk dengan belajarnya. Di tambah tiga hari yang lalu Diandra melihat Cakra bersama seseorang.

Gadis itu duduk di meja kantin seorang diri. Dua temannya entah kemana. Diandra duduk dengan segelas jus mangga yang ia pesan tadi untuk menemani jam istirahatnya.

Gadis dengan rambut di kuncir asal itu melirik sekitar kantin dan terpaku melihat Cakra yang nampak asik dengan anak-anak Dark Lion. Sehela napas lelah keluar. Dirinya tidak tau harus bagaimana dalam menanggapi masalahnya. Melihat perubahan dan keanehan Cakra beberapa minggu terakhir membuat otaknya berfikir keras. Apa yang terjadi dengan kekasihnya?

Lamunanya pecah ketika menyadari ada Cakra yang sedang duduk di depannya. Entah sejak kapan laki-laki itu berpindah tempat. Cakra menyerahkan lima buah bungkus permen rasa mint pada Diandra. Diandra mengerjit.

"Ngapain ngelamun?" tanya Cakra.

Diandra menggeleng acuh.

"Masih marah? Maaf, ya..."

Diandra tersenyum paksa. "Ga papa. Gue yang salah, kok."

"Pulang bareng, mau?" tawar Cakra halus. Diandra mengangguk.

Gadis itu beranjak, membawa jus miliknya. "Kekelas dulu." izinnya.

Cakra mengangguk. "Permennya di bawa, buat iseng di kelas." kata Cakra memberikan permen mint tadi. Diandra menerimanya.

"Makasih." ucapnya sambil senyum. Gadis itu melangkah keluar kantin. Kakinya berhenti di dekat tempat sampah yang ada lalu membuang permen pemberian Cakra tadi ke tempat sampah itu.

Sampai di kelas Diandra duduk di tempatnya yang sudah ada Gevan di samping. Gevan melirik Diandra sekilas lalu sibuk kembali dengan buku tebal di atas meja.

Diandra memperhatikan dua temannya yang baru memasuki kantin dengan tawa yang mengudara. Ada kurat kecewa saat melihat dua temannya tertawa tanpa dirinya tapi Diandra langsung menepis rasa itu.

"Woi, lah! Di cariin di kantin tau-tau di kelas!" heboh Selina ketika duduk dengan posisi tubuh menghadapnya.

"Gue baru aja dari kantin." jawab Diandra.

"Kenapa?"

Pertanyaan Sintiya membuat Diandra dan Selina bingung. Kenapa? Pertanyaan apa itu? Mereka yang tidak mengerti atau Sintiya yang melantur?

"Kenapa apaan sih, Sin? Lo mah aneh, Sin!" semprot Selina.

Sintiya memutar mata. "Lo ga paham sama mimik wajah Dian? Dian itu lagi banyak masalah!"

"Lah, gue kan bukan ahli tafsir mimik wajah. Jadi mana gue tau!" balas Selina.

Diandra terkekeh. Dua temannya memang selalu bisa membuatnya tertawa dengan tingkah dan sikap mereka yang berlawanan.

"Gue ga papa. Lagi mikirin lomba aja. Ga nyangka dua hari lagi gue lomba." jawab Diandra ketika mata Sintiya dan selina menatap tajam.

"Oh iya! Lo dua hari lagi lomba, ya! Gila! Hari kenapa cepet banget sih?" Diandra mengangguki ucapan Selina.

Sintiya mengambil ponsel saat merasakan getaran di saku seragamnya. Ia tersenyum pada ponsel membuat Selina berdecih kecil dan Diandra menahan tawa.

"Bucin! Muka sama sikap sok di bikin judes, padahal mah bucin kalo lgi sama pacar. Najis!"

"Iri?" jawab Sintiya singkat. Selina menggeram.

"Udah lama ga lihat lo senyum, habis break sama Mas pacar?"

Povera Ragazza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang