Prolog

15.3K 720 22
                                    

Untuk kesekian kalinya, bahkan untuk ribuan kalinya, suasana pagi Gracia di ruang kelasnya, selalu mendapatkan sambutan yang membuatnya hanya bisa menghela nafasnya sebagai bentuk kekesalannya, tetapi untuk marah pun ia tidak bisa.

Jangankan untuk marah, menegurnya ataupun berbicara dengannya saja ia tidak berani. Benar-benar kehidupan sekolah Gracia yang sangat berat. Terlebih, kala setiap detik, menit dan jam, harus dihabiskan bersama gadis seusianya yang memiliki berawakan sedikit lebih tinggi darinya, berambut panjang yang terurai, kulitnya yang berwarna putih, serta wajah cantiknya, membuat dirinya dijuluki sang ratu dikelasnya.

Cantik, sih. Tapi, selalu saja membuat seorang, Shania Gracia, terkadang ingin menangis setiap hari akibat ulahnya. Apalagi, pagi itu, sambutan yang dimaksud adalah, lagi dan lagi Gracia mendapati meja dan kursinya yang ia duduki dikelasnya, begitu berantakan dengan sampah-sampah yang berserakan kemana-mana.

Siapa lagi pelakunya kalau bukan gadis yang menggunakan almameter sekolah yang sama, dengan name tag yang menempel di almameter sebuah sekolah yang cukup terkenal di kota Bandung, menunjukkan nama lengkapnya, Shani Indira Natio, sang ratu kelas yang berkuasa seantero kelas.

Tidak ada yang berani berbuat macam-macam dengannya. Dibalik cantiknya sang ratu, ia juga dikenal sebagai seseorang yang berhati dingin nan kejam. Tidak segan-segan, apabila ada yang berani berbuat sesuatu terhadapnya, maka ia akan menghajarnya tanpa ampun.

Shani berjalan pelan menghampiri Gracia yang sedang membersihkan meja dan kursinya dari sampah-sampah berceceran dengan tersenyum smirk. Teman satu kelas Gracia bukannya tidak mau membantu setiap perlakuan tidak menyenangkan Shani terhadapnya itu. Hanya saja, mereka enggan jika harus berurusan dengan Shani, karena terlalu takut dengannya.

Setelah berada didekat Gracia, Shani mendekatkan wajahnya tepat ditelinga kanannya. Ada sesuatu yang akan ia katakan kepada Gracia.

"Ups! Kok, banyak sampah, sih? Makanya, kalau sama aku tuh jangan berani macem-macem, jadi gini, 'kan, akibatnya? Tapi, ini sih belum seberapa. Ada banyak hal lagi yang pengen aku lakuin ke kamu." Bisiknya seduktif mungkin, lalu kakinya melangkah meninggalkan Gracia setelah membisikan kalimatnya, masih dengan smirk diwajahnya.

Gracia hanya menoleh dan menatap Shani sebentar. Ia kembali melanjutkan tujuannya membersihkan sampah-sampah yang berserakan dimeja dan kursinya akibat ulah Shani.

Dalam hidupnya, mengapa ia harus bersama dengan seorang Shani yang benar-benar membuatnya hari indahnya selalu tidak pernah ada. Shani adalah sosok pengganggu dalam kehidupannya yang hadir secara nyata dihadapannya.

Tuhan, kenapa Engkau harus menciptakan manusia macam, Shani?

***

KromulenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang