Awal

2.2K 205 7
                                    

"Shan?"

"Hmm?" Shani menoleh ke arah Gracia yang memanggilnya sesaat ditengah dirinya yang sedang mengemudikan mobilnya.

"Aku jadi keinget foto Azizi tadi yang ditunjukin sama Jesslyn. Dia kalo gak salah, cewek yang pernah kamu pukul gara-gara nguntit kita pas dihalaman belakang sekolah deh."

Shani berusaha mengingat maksud dari ucapan Gracia. Benar saja, tidak membutuhkan waktu lama untuk mengingat sosok Azizi yang pernah berurusan dengannya.

"Ooohhhh! Iya! Iya! Dia yang ngaku namanya Zee. Iya bener?! Aku inget itu anak yang pernah aku pukul. Sialan!! Ternyata, dia waktu itu sengaja ngintip kita karena emang udah ngincer kita dari awal. Aaarrrggghhhh!!!" Emosi Shani kembali memuncak begitu mengingat sosok Azizi. Gracia yang tidak mau Shani hanyut dalam emosi tingginya, dengan cekatan, ia segera menenangkannya.

"Udah Shan. Udaahh!! Seenggaknya, kita udah tahu kan siapa peneror itu yang ternyata nama aslinya adalah Azizi."

Shani menghela nafasnya pelan. Berusaha menenangkan dirinya dari emosi yang memuncak dalam dirinya. Ia tahu, ini bukan saat yang tepat untuk terus mengalah pada rasa emosi dalam dirinya. Lebih baik, mengutamakan bagaimana caranya untuk setenang mungkin menghadapi situasi yang saat ini sangat tidak baik baginya dan Gracia.

Kring!

Ponsel Shani berbunyi. Dengan handsfree bluetooth yang ia pasang ditelinganya dari awal, ia menjawab telponnya melalui sambungan handsfree tersebut.

"Halo, kenapa Sis?" Tanya Shani yang masih mengemudikan mobilnya.

"Lo jadi kesini kan, Shan?" Tanya seseorang melalui telpon tersebut yang ternyata adalah, Sisca.

"Jadi, gue lagi dijalan bareng Gre. Lo sama Anin disitu aja tungguin. Gue gak lama lagi nyampe kok."

"Oke."

Pip!

Percakapan singkat antara Shani dan Sisca telah usai. Shani dan Gracia akan bertemu Sisca dan Anin disebuah tempat yang telah disebutkan sebelumnya. Tempat itu dapat dikatakan, adalah basecamp Shani dan kedua sahabatnya. Shani memang sengaja membawa Gracia, karena keduanya telah mengetahui bahwa Shani dan Gracia mendapat teror yang selalu menghantuinya belakangan ini.

"Maafin aku?" Ucap Shani lemah. Gracia tersenyum sembari mengusap lembut paha Shani untuk menenangkannya, "Gak apa-apa. Aku tahu, kamu sangat ambisi buat nangkep Azizi. Tapi, emosi kamu harus dikontrol sayang. Jangan karena emosi kamu yang gak terkontrol, malah jadi blunder buat kamunya. Aku akan selalu bersama kamu, buat mecahin masalah kita ini." Ucap Gracia dengan lembut.

Senyuman Shani yang tidak dapat tertahankan, terpancarkan dari kedua sudut bibirnya. Serta, kedua bola matanya yang berbinar setelah mendengar penuturan kekasihnya tersebut. Kekasihnya yang selalu memberinya semangat, dan menenangkannya disetiap dirinya tidak dapat mengendalikan dirinya. Shani sangat beruntung, memiliki kekasih seperti Shania Gracia.

"Akh, sayang." Shani tampak mleyot mendengar ucapan Gracia.

"Apa? Jangan aneh-aneh deh kalau udah masang muka kayak gitu!" Gracia tampak tersenyum miring melihat raut wajah Shani yang tidak biasa itu. Ia paham, seperti ada sesuatu dari Shani.

"Ih! Mikirnya aneh-aneh deh." Sanggah Shani atas ucapan Gracia.

"Mending fokus nyetir deh, daripada marah-marah mulu."

"Untung sayang. Sekaliber kadang nyebelin juga sih."

"Bodo amat!"

Perdebatan singkat mereka pun usai. Shani kembali fokus mengendarai kendaraannya. Sedangkan Gracia, menyenderkan kepalanya sembari menatap pintu kaca mobil. Perjalanan mereka yang sedang menuju tempat yang sudah dijanjikan sebelumnya.

KromulenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang