Wait A Revenge

3.1K 343 24
                                    

"Haduh, dimana sih?!"

"Eh, itu dia!!!"

"Yeeeyyyy ketemu!!"

Senyum sumringah terpancarkan dari raut wajah seorang Aninditha. Begitu ia menemukan anting kesayangannya yang terjatuh didalam lantai kelas. Anting kesayangannya yang sangat berarti. Sampai-sampai ia rela mencarinya walaupun suasana kelas sudah kosong karena semua teman satu kelasnya termasuk Sisca sudah pulang terlebih dahulu.

"Punya temen kadang tegaan banget. Gak mau nungguin!" Teman yang dimaksud ialah Sisca. Anin menggerutu kesal karena Sisca tidak mau menemaninya mencari anting sebelahnya yang terjatuh itu.

"Bersih bersih kelas udah. Anting sebelah udah ketemu. Let's go pulaaaang!!" Anin meraih tasnya yang tersimpan diatas meja kelas. Rasanya senang sekali ketika urusan dikelasnya sudah selesai.

Selain mencari anting yang dimaksud, hari ini adalah jadwal piket Anin dan beberapa temannya. Teman satu kelasnya memang sudah pulang terlebih dahulu begitu piketnya sudah selesai. Karena perkara antingnya yang sempat hilang, Anin jadi pulang sedikit terlambat dan paling belakangan.

Sekolah yang sudah sangat sepi begitu kaki-kaki Anin melangkah melewati lorong sekolah. Tidak ada siapapun, baik guru bahkan petugas penjaga sekolah. Gak biasanya, begitulah kesan Anin kali ini. Biasanya, penjaga sekolah bakal keliling memeriksa setiap ruangan disekolah. Tapi, untuk dihari ini tidak ada batang hidungnya.

Langkah Anin tiba-tiba terhenti seketika. Keningnya ia kerutkan begitu melihat beberapa anak laki-laki menggunakan seragam yang sama dengannya. Diantara anak laki-laki itu, ada salah satunya yang Anin ingat. Terlebih, anak laki-laki tersebut tengah menggendong seseorang yang tidak sadarkan diri. Seseorang yang digendong itu dari pandangan Anin adalah perempuan.

"Eh! Itu kan-," Buru-buru Anin bersembunyi disalah satu tihang lorong sekolah. Ia takut akan ketahuan yang tengah mengintip apa yang dilakukan oleh anak laki-laki tersebut.

Dugaan Anin benar, Anin mengingat salah satu laki-laki itu yang pernah bertengkar hebat dengan Sisca di kantin beberapa waktu silam.

"Itu kan, cowok yang pernah berantem sama Sisca! Ngapain dia bawa itu cewek yang-," Lagi-lagi ucapan Anin ia gantungkan sendiri. Ketika akhirnya menyadari, bahwa perempuan yang Anin lihat tidak sadarkan diri itu adalah, Gracia.

"Itu kan si Gre!! Ngapain dia bawa si Gre?! Terus, dia kenapa pingsan ya?" Sejenak, otak Anin menduga-duga apa yang terjadi dengan Gracia yang tidak sadarkan diri itu. Terlebih, dalam pandangan Anin, Gracia dibawa oleh laki-laki yang ia ingat itu beserta beberapa anak laki-lakinya ke dalam sebuah mobil.

"Ja-jangan jangan-," Buru-buru Anin meraih ponsel dari dalam saku roknya. Jemari tangannya tampak mencari satu kontak yang ia tuju. Kontak itu akhirnya tertuju kepada nama seorang, Shani Indira Natio.

Tuuttt!

Tuuutt!

Anin cukup cekatan kali ini. Ia merasa ada yang tidak beres dengan Gracia yang dibawa oleh beberapa anak laki-laki ke dalam sebuah mobil. Terlebih, kondisi Gracia yang tidak sadarkan diri. Maka, langkah yang harus ia lakukan adalah menghubungi Shani.

Ia tahu, kenapa harus menghubungi Shani? Karena, Shani adalah kekasihnya Gracia. Menghubungi Shani untuk memberitahukan bahwa terjadi sesuatu dengan Gracia. Setidaknya, itu yang Anin duga saat ini.

"Shit!! Kenapa gak diangkat sih, Shan?!" Kekesalan itu sedikit mengubun dari Anin. Shani yang berusaha dihubunginya sangat susah ditengah situasi yang menurutnya sedang darurat.

Walaupun Anin memang membenci Gracia, berhubung ada sangkut pautnya dengan Shani karena Gracia adalah kekasihnya, mau tidak mau Anin harus memberitahukan perihal yang dilihatnya saat ini kepada Shani. Terlebih, Gracia dalam bahaya.

KromulenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang