"Thanks ya, Zee?" Ucap Gracia tersenyum sendu menatap Azizi begitu tiba didepan rumah Gracia.
"Sama-sama, kak. Aku sih yang harusnya makasih. Karena, kakak mau jalan sama aku." Azizi tampak antusias dengan ucapannya. Terlebih, peristiwa tadi yang terjadi begitu saja tentang sebuah perasaan.
"Iya, gak apa-apa. Ya udah kalau gitu, kamu hati-hati pulangnya, ya?"
Azizi menganggukan kepalanya sembari tersenyum (lagi).
"Pastinya, kak. Ya udah, aku pulang ya? Dadah kakak, i love you."
"I love you too, Zee."
Kini, Azizi pun telah berlalu dari hadapan Gracia. Setelah kepergian Azizi barusan, Gracia menghela nafasnya pelan. Lalu, ia menengadah ke atas langit malam yang terlihat dihiasi oleh ribuan bahkan jutaan bintang yang berkilauan. Akh, ia jadi teringat akan sosok Shani yang pasti dalam benaknya menunggunya. Atau bahkan, ia akan murka kepadanya karena hampir seharian ini ponselnya tidak ia aktifkan.
"Shan, maafin aku ya?" Gumamnya sembari mengeluarkan ponselnya dan kemudian menghidupkannya.
Gracia bersiap kemungkinan jika ada serangan pesan tentang kemurkaan Shani terhadapnya. Kini, ponselnya sudah aktif kembali. Hingga akhirnya apa yang ia duga pun benar adanya.
Satu, dua, tiga dan seterusnya pesan-pesan yang tentunya dari Shani baru saja masuk ke ponselnya. Gracia kembali menghela nafasnya begitu membuka isi pesan yang bertubi-tubi dari Shani kepadanya.
Sayang, kamu kok gak kerumah?
Kamu dimana? Kok gak aktif?
Gre, kenapa sih?
WOOOYYYY!!!! LO SELINGKUH YA?
KALO UDAH BACA PESAN GUE, BURUAN KERUMAH SEKARANG!! ITU KALO LO MASIH MAU HIDUP!!
Dan masih banyak lagi pesan-pesan yang berisikan amarah Shani terhadapnya. Gracia tersenyum pasrah apabila ia akan diapa-apain sama Shani. Dengan segera, Gracia pun tanpa memasuki rumahnya terlebih dahulu, ia segera menuju rumah Shani. Bersiap untuk menjelaskan semuanya dan tentunya dengan segala konsekuensi yang akan ia terima.
Karena jarak rumah Shani dari rumahnya tidak terlalu jauh dan juga tidak terlalu dekat, maka Gracia memilih untuk berjalan kaki saja. Tidak mempedulikan sekitaran komplek yang ia tinggal terlihat begitu sepi. Paling juga, hanya ada beberapa orang yang lewat dengan kendaraan pribadi ataupun pihak keamanan komplek yang berpatroli keliling.
Setelah berjalan sekitar 15 menit lebih, Gracia tiba dirumah Shani. Rumah yang sudah menjadi rumah kedua baginya itu kini terasa begitu berbeda. Terlebih, ya ia sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan besar tentunya.
Sedikit ragu buat masuk ke dalam rumah tersebut. Namun, mau gak mau sebagai bentuk tanggung jawab dirinya atas kesalahannya, ia tidak akan lari begitu saja dan menghadapinya tentunya.
Tok!
Tok!
Gracia mengetukan pintu rumah Shani. Masih perlu menunggu beberapa saat untuk menunggu sang tuan rumah membukakan pintunya. Hingga akhirnya, terdengar suara kunci pintu dari dalam yang sedang dibukakan oleh pemilik rumahnya itu.
Dibukalah pintu rumah itu. Tampak, sosok Shani Indira Natio berdiri diambang pintu dengan tatapan dingin nan datar seperti menjadi ucapan selamat datang kembali untuk Gracia. Gracia yang ditatap itupun, tentu merasa sangat ketakutan. Shani kalau udah mode kayak gitu, artinya ia marah besar.
"Hai?" Sapa Gracia lembut sembari melambaikan tangannya dihadapan Shani.
"Ma---maaf aku baru kesini. Hampir seharian ini, aku ada urusan dulu dirumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kromulen
Fanfiction"Gre, aku suka sama kamu. Aku mau kita jadian, dan kamu harus terima aku mau gak mau. Kalau gak, aku bakalan bunuh kamu!" "HAAHHH!!!" Well, Gracia sangat terkejut karena Shani menginginkan dirinya untuk menjadi pacarnya. Terlebih, cara Shani menyat...