Sesal Kan Abadi

1.8K 182 16
                                        

Sedari tadi, Azizi berdiri tepat didekat jendela geser kamar tidurnya. Tatapannya sendu menatap rintikan air hujan yang begitu derasnya. Dalam tatapannya, lagi dan lagi rasa bersalah sekaligus penyesalan tercetak jelas diwajah cantiknya. Ia selalu kepikiran Gracia. Melihat keadaan Gracia yang saat ini seperti kena mental oleh amarah Shani karena dirinya.

Bayang-bayang akan wajah Gracia yang menampilkan ekspresi sedih, selalu terbayang oleh Azizi. Hati kecilnya mengatakan andai ia tidak menuruti semua rencana Chika. Mungkin, ia akan selalu melihat Gracia dalam keadaan baik-baik saja.

Bagaimana ketika ia tersenyum bahagia menatap dirinya yang pernah terjadi. Serta, ketika Gracia akhirnya mencintai seorang Azizi Asadel, walau itu salah. Azizi tidak peduli status Gracia yang sudah menjadi milik Shani. Yang ia tahu, ia hanya mencintai Gracia dan Gracia pun mencintai dirinya juga. Mereka sama-sama saling mencintai.

Setiap kali mengingat wajah Gracia yang menyimpan beberapa luka. Serta, wajahnya yang jauh dari kata ceria tidak seperti biasanya, hati Azizi terasa sakit. Penyesalan itu kian merasuki dirinya. Sesal yang kan abadi, penyesalan hanyalah penyesalan. Semuanya terasa sia-sia jika dirinya meminta maaf sekalipun.

Untuk kesekian kalinya, semenjak rencana yang ia jalankan berhasil, Azizi menjadi pribadi yang mudah meneteskan air mata. Terkadang, disaat situasi tertentu, tetesan air matanya silih berjatuhan. Membasahi kedua pipinya. Merutuki rencananya yang ia sadari bahwa itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.

Awalnya, semua yang ia rencanakan itu adalah ide darinya dan juga Chika. Sedari awal, Azizi memang sangat terobsesi untuk mendapatkan hati Gracia dengan berbagai cara. Seperti dulu, ketika awal-awal ia ingin berkenalan dengan Gracia, Azizi kadang kala bertindak diluar batas. Ia justru pernah mencelakai Gracia dan meneror rumahnya.

***

Dari dalam mobil yang ditumpanginya, Azizi memperhatikan Gracia yang keluar dari rumahnya sembari mencari-cari keberadaan seseorang yang memberikannya amplop berisi ancaman. Azizi dapat melihat jelas, raut wajah Gracia yang ketakutan sekaligus panik. Tentu, Azizi senang karena ia berhasil membuat Gracia terlihat seperti itu.

Setelah puas menakuti Gracia, Azizi pun segera pergi dari komplek rumah Gracia. Menurutnya, masih ada hari esok untuk bermain-main dengan kakak kelasnya yang ia sukai itu.

Esoknya kemudian, situasi di sekolah pagi itu terlihat belum terlalu ramai. Bahkan, bisa dikatakan cenderung sepi. Hanya terlihat baru beberapa anak-anak sekolah yang mulai berdatangan menuju kelasnya masing-masing. Dari anak-anak sekolah yang sudah datang lebih awal itu, ada Azizi salah satunya.

Sebenarnya, Azizi kadang kala suka datang lebih awal. Sengaja datang lebih awal, karena ia meluangkan waktunya untuk bermain basket terlebih dahulu. Azizi sangat menyukai olahraga basket. Kemampuan Azizi bermain basket diatas rata-rata. Azizi bahkan beberapa kali ditawari untuk masuk tim basket sekolah. Namun, ia tetap saja menolaknya. Alasan ia menolaknya, karena ia merasa belum pantas saja untuk masuk tim basket sekolah.

Satu, dua dan tiga lemparan bola yang ia lakukan semuanya masuk ke dalam ring. Sesekali, Azizi mengelap keningnya yang cukup berkeringat. Terlebih, pagi itu ia bermain basket menggunakan hoodie berwarna hitam dan penutup kepalanya.

Tidak sengaja, Azizi kebetulan sekali melirik ke arah tepat dimana ia melihat Gracia. Entah kenapa, dalam benaknya tiba-tiba muncul sesuatu yang tidak biasa. Azizi segera meninggalkan lapangan basket sembari membawa bola basket miliknya.

Azizi mengikuti Gracia dari belakang dengan berjalan perlahan. Menunggu situasi yang tepat untuk melakukan sesuatu yang ingin ia lakukan. Begitu situasi tepat ia rasakan, Azizi memanggil Gracia dari belakang.

KromulenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang