"TOLOOONNGG!!!"
"TOLOOONNGGG!!!"
"BUKAIN PINTUNYA TOLOONNGG!!"
DOOKK!!! DOOKK!! DOOKK!!
Teriakan demi teriakan yang Gracia lontarkan, rasanya sia-sia. Tidak ada yang mendengarnya sama sekali. Sekolah sudah sepi, hanya tersisa dirinya saat ini dengan kondisi menyedihkan.
Menyedihkan.
Begitulah gambaran Gracia saat ini. Dirinya yang harus terkunci ditoilet sekolah akibat lagi dan lagi perbuatan semena-mena Anin, Sisca dan tentunya, Shani. Terlebih, sesaat sebelum Gracia dikunci ditoilet sekolah, ia harus kembali menerima dulu serangan fisik yang menerpanya. Mulai dari dirinya yang diseret secara paksa oleh kedua gadis rempong itu, lalu didalam toilet ia kembali mendapat siraman bertubi-tubi oleh guyuran air, serta akhirnya ia pun harus dikunci didalam salah satu bilik toilet sekolah.
Penderitaan Gracia yang benar-benar belum berujung. Sekaliber ia tahu bahwa ini memang bagian dari permainan yang Shani jalankan. Tetapi, sampai kapan akan seperti ini terus?
Gracia hanya-lah manusia biasa. Mungkin saja, kesabaran yang selama ini ia tahankan karena terlalu lama hanyut dalam sandiwaranya bersama Shani, akan habis. Sewaktu-waktu dapat meledak bagaikan bom waktu yang meledak kapan saja.
Wajar saja suasana sekolah sudah sepi. Toh, waktu sudah menunjukan hari menjelang sore. Orang-orang penghuni sekolah sudah meninggalkan sekolah. Penjaga sekolah pun, entahlah? Tidak ada keberadaannya berkeliling area sekolah memeriksa satu per satu setiap ruangan, termasuk toilet perempuan.
Ditambah, tubuh Gracia yang menggigil karena kedinginan akibat seragam yang dikenakannya cukup basah. Guyuran air yang dilakukan kedua gadis rempong atas suruhan Shani, serta dirinya yang harus dikunci disalah satu bilik toilet perempuan, benar-benar menambahkan kesan penderitaan Gracia saat ini.
"Duh! Mana dingin banget, lagi." Gracia menatap sekitar, berusaha mencari cara untuk keluar dari salah satu bilik toilet yang terkunci sembari menggosok-gosokkan kedua tangannya yang kedinginan.
Bilik toilet tersebut memang tidak terlalu menjulang tingginya. Dengan menaiki bak toilet bisa saja ia memanjat bak tersebut dan menyusup diantara celah atap bilik toilet untuk keluar. Masalahnya, keberanian ia untuk melakukan itu tidak ada sama sekali. Terlebih, naluri untuk melakukan tindakan nekadnya itu terlalu beresiko baginya. Resiko akan jatuh atau kepeleset yang mencelakai dirinya sendiri. Sial betul sih, Gre!
"TOLOONNGGG!! BUKAIN PINTUNYAA!!" Sekali lagi, Gracia berusaha membuka paksa pintu toilet yang terkunci itu. Namun, ya masih dengan hasil yang sama, sia-sia.
Tinggal mengharapkan sebuah keajaiban, kalau saja ada seorang pahlawan kesorean yang menolong Gracia saat ini. Entah itu siapapun, mau orang yang dikenal atau tidak juga tidak masalah. Gracia akan sangat bersyukur kepada Tuhan tentunya. Membebaskan dari kurungan bilik toilet akibat perbuatan jahat mereka. Tentu, Gracia tidak ingin berada semalaman sampai besok terjebak saat ini.
Shan, tolongin aku!
***
"Guys! Gue balik duluan, ya?!" Seorang laki-laki berjalan terburu-buru begitu berpamitan kepada teman-temannya yang masih duduk santai di lapangan basket sekolah. Mereka termasuk laki-laki tersebut baru saja selesai berlatih basket.
"Iyaaaa!! Hati-hati, Yo!?"
Laki-laki yang mengenakan jersey tim basket bernomor punggung 48, sertama memiliki name set bertuliskan Dheo hanya melambaikan tangannya seraya berjalan membelakangi teman-teman satu timnya tanpa berucap sepatah kalimat lagi. Laki-laki bernama Dheo itu kini sedang berjalan menyusuri lorong-lorong sekolah untuk menuju keluar area sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kromulen
Fanfiction"Gre, aku suka sama kamu. Aku mau kita jadian, dan kamu harus terima aku mau gak mau. Kalau gak, aku bakalan bunuh kamu!" "HAAHHH!!!" Well, Gracia sangat terkejut karena Shani menginginkan dirinya untuk menjadi pacarnya. Terlebih, cara Shani menyat...