" maaf...hihi.." Ren menyembunyikan pistol itu kebalik punggungnya. Melihat Nara tidak bergerak, Ren agak kawatir.
Beda dengan Nara yang menatap hal mengerikan didepannya. Walaupun Ren menggunakan sweater hitam, darah itu masih terlihat jelas. Terlebih diwajahnya. Bau amis mulai memenuhi penciuman Nara yang semakin membuatnya takut.
" kau baik-baik saja?" tanya Ren mulai mendekat. Nara malah mundur.
" kumohon...jangan mendekat." pinta Nara. Demi apapun Nara belum pernah melihat hal yang mengerikan seperti ini. Terlebih pada darah. Mungkin ia akan pingsan sekarang.
" ma-maaf. Tadi aku pergi keluar sebentar. Kau tahu, aku mendapat permintaan dari seseorang. " tutur Ren tidak menghentikan langkahnya.
" permintaan apa?." tanya Nara. Kini kakinya terasa semakin lemah. Karena ia sudah tahu jawabanya.
" ya.. Kau bisa melihat ini. Ini tidak seburuk kelihatannya, kan?. "
Nara akan lari saat Ren sudah sampai dihadapannya. Tapi Ren sudah lebih dulu menahannya. Nara tidak berani menatap Ren.
" sekarang kau sudah tahu pekerjaanku. Ya. Aku membunuh seseorang pagi ini. Tapi orang itu bukan orang baik. Aku bertugas membasmi kejahatan lho. Setidaknya aku masih membela hal yang benar, bukan?." tutur Ren.
Nara tetap tidak peduli. Membunuh tetap saja sebuah kejahatan. Walaupun itu dilakukan untuk hal yang benar sekalipun. Itu menyangkut nyawa. Dan apa nyawa setidak berharga itu, sampai hukuman terakhir untuk penjahat adalah mati?.
"baiklah.. Ayo bersiap. Kita akan keluar, bukan?. Aku akan membersihkan diri dulu. Setelah itu kita akan sarapan. Hah... Aku tidak sabar untuk menghabiskan waktu seharian penuh denganmu." Ucapnya sambil berlalu menuju kamarnya. Nara masih terdiam memikirkan ulang semua resiko yang akan ia hadapi jika nanti pelariannya gagal.
" apa kau selalu melakukan ini?" tanya Nara. Ren berhenti dan menoleh malas.
" hm.. Aku tidak ingin melebih-lebihkan, tapi ya.. Begitulah." Ren berlalu kekamarnya.
Setelah terdiam cukup lama untuk menenangkan pikirannya, iapun masuk kekamarnya dan bersiap. Seperti janji Ren, mereka akan keluar hari ini. Entah kenapa Nara mulai ragu dengan rencana yang sudah ia siapkan. Melihat kegilaan Ren pagi ini, Nara serasa ingin mengundur rencananya. Tatapan polos nan kosong itu, tergambar jelas bahwa Ren sepertinya tidak akan mudah ditipu.
Nara turun dan berjalan menuju dapur. Disana ia melihat Ren yang sedang menyajikan pancake disatu piring. Seperti biasa ia selalu membuat pancake itu karena Nara memang menyukainya. Dan Ren tidak bercanda dengan permintaanya yang akan selalu makan bersama Nara dipangkuannya. Setiap hari.
" wah.. Kau sudah siap. Ayo sarapan. Kau pasti sudah lapar." ujar Ren mulai duduk dan menuangkan sirup maple.
" tidak juga.." balas Nara. Perutnya masih terpengaruh bau amis darah tadi. Ia merasa..mual. perlahan ia mendekat kearah Ren.
" wajahmu pucat. Apa kau baik-baik saja?." tanya Ren sambil menyuruh Nara duduk dipangkuannya.
" ya.. Aku baik-baik saja." Narapun mendaratkan tubuhnya dipangkuan Ren. Membuat Ren menarik Nafas dan menghembuskanya lagi. Inilah kenyamanan itu. Ia tidak langsung menyuapi Nara. Tapi bermanja-manja dilekukan leher Nara terlebih dahulu.
" berhenti.. Ayo sarapan." ajak Nara. Ren tidak berhenti tentu saja. Ia masih menciumi leher, bahu dan dada Nara seperti menciumi anak kucing. ' hah.. Sekarang aku tahu bagaimana rasanya menjadi anak kucing..' batin Nara Kesal.
" kenapa? Ah.. Benar juga. Kita selalu menciumi anak kucing seperti ini,bukan? Wahh..ini memyenangkan. Apa kau tahu, semakin kita memciumi anak kucing itu, kita akan dibuat semakin gemas dengan tingkahnya,bukan? Dia akan minta dilepaskan. Oh! Kau persis seperti anak kucing itu. " Ren tertawa. Apa-apaan tingkahnya itu?.
" bisakah kau berhenti membaca pikiranku?. " tanya Nara. Ren memotongkan pancake itu dan menyuapi Nara.
" hah.. Apa ada yang salah dengan itu?. Lagipula aku tidak membacanya. Siapa yang bisa membaca pikiran yang sudah dirancang abstrak. Aku saja tidak yakin ada tulisan didalam kepalamu. Aku...hanya mendengarnya. Hihi.." Ren melahap potongan pancake. Itu sejenis bakat dari lahir yang sudah ia dapatkan. Saat sekolah, Ren sering dijauhi karena kelebihannya itu. Ia juga sudah bosan mendengar semua rahasia yang mereka sembunyikan dan kebohong yang mereka katakan. Karena Ren sudah mengetahuinya dengan sebuah tatapan mata saja.
"kalau begitu, jangan didengarkan." Nara menerima suapan lagi. Ren tergelak. Usulan Nara sangat mengerikan.
" itu sama saja kau menyuruhku untuk menulikan pendengaranku. Kau harus mengerti kalau aku ini punya telinga yang masih berfungsi dengan baik. Lagipula itu bukan keinginanku untuk mendengarkan pikiranmu. "
Nara semakin kesal. Selama ia masih bersama pria ini, ia tidak akan bisa berfikir bebas.
Akhirnya mereka selesai sarapan. Nara sudah menunggu Ren dipintu karena ia masih mengunci pintu itu. Ren mengikat tali sepatunya. Ia gemas dengan tingkah Nara yang seperti anak-anak yang baru mendapat izin untuk keluar dan sudah menunggu didepan pintu.
" kau sangat tidak sabar ya. Kau pasti sudah bosan terus dirumah." ucap Ren bangkit. Itu tidak salah. Iapun membukakan kunci pintu itu.
Nara keluar lebih dulu. Tapi tunggu. Ia tertegun dengan pemandangan yang terpampang dimatanya. Bunga-bunga itu, ini seperti... Iapun mengedarkan pandangannya kedinding luar rumah. Dinding yang mulai berlumut. Ini persis seperti...
RUMAH YANG SELALU IA KUNJUNGI SETIAP SEBELUM DAN SETELAH BEKERJA.
Rumah yang selalu membuatnya berhenti untuk melihat bunga-bunga itu. Rumah yang Nara tidak tahu siapa penghuninya. Jadi selama ini ia tinggal dirumah yang ia kagumi.
" ada apa?. " tanya Ren. Iapun mengikuti arah tatapan Nara. Hah.. Benar juga..
" wah.. Kau sudah menyadarinya?. Apa kau senang?. " Ren memeluk Nara dari belakang. Bukannya ia tidak tahu. Justru karena Nara sendirilah, Ren jatuh cinta padanya. Hampir setiap hari ia menantikan kehadiran Nara untuk melihat bunga-bunga dihalaman rumahnya yang baru ia beli waktu itu. Seorang gadis selalu berhenti pagi dan petang hanya untuk sekedar menatap bunga. Unik sekali.
Dari tatapan gadis itu yang menatap sekelilingnya, ia bisa melihat gadis itu seperti ingin tinggal disini.Ren hanya mewujudkannya.
" aku sangat bersyukur telah membeli rumah ini dari seorang kakek tua. Bunga-bunga yang dia tanam sudah menarik perhatianmu dan membuatmu selalu berhenti. wajahmu sangat senang setiap datang kemari walaupun kau tidak tahu aku selalu memerhatikanmu dari dalam. Keinginanmu terwujud, bukan?"
Cih.. Kalau saja Nara tahu pemilik rumah ini adalah Ren, ia pasti tidak akan mengunjungi rumah itu hampir setiap hari. Ia tidak mengelak, karena ia memang pernah berkeinginan untuk tinggal dirumah yang terlihat tenang dan sejuk seperti ini. Tapi kali ini ia berubah pikiran. Rumah indah yang dihuni oleh pencinta yang gila. Jebakan ternyata.
" baiklah.. Ayo pergi. Kau bisa memandangi bunga-bunga itu lagi nanti. " ajak Ren menarik tangan Nara dan membukakan pintu mobil untuk Nara. Narapun masuk masih dengan tatapan kosongnya yang terlihat frustasi.
" baiklah.. Ayo pergi.." ujar Ren melajukan mobilnya menjauh dari rumah.
----next part😊
Vote dan komen terbuka💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Yandere [Completed✔]
ChickLit" hiks.. sebenarnya apa yang kau inginkan dariku? " Ia menatap gadis itu dengan tatapan sayu dan senyum yang terlihat mengerikan. " heeh? sudah terhitung 10 kali aku mengatakan ini. Aku.. menginginkanmu. Karena.. Aku.. Mencintaimu. " ucapnya deng...