"ASTAGA!"
"Hai, Tara," sapa Jioon tanpa dosa. "Baru pulang kuliah, ya?" Jioon benar-benar terlihat santai, seakan ia tidak melakukan kesalahan.
"LO NGAPAIN DI KAMAR GUE?" Mata Tara membulat sempurna. Emosinya sudah berada di tingkat paling tinggi, ia siap menjadikan siapapun sebagai tumbal pesugihan. "KELUAR!"
"Santai, Neng," goda Jioon. Ia merubah posisi tengkurapnya menjadi duduk, bersandar pada kepala ranjang di kamar Tara. "Baru pulang udah teriak-teriak."
Tara menghela napasnya. Ia tak jadi masuk ke dalam kamar. "BUNDAAA ...." Ia langsung menuju ke dapur, bundanya sudah pasti menjadi tersangka utama. "Bund, itu kenapa Kak Jioon ada di kamar aku?"
"Loh, kamu kapan pulang, Mba?" tanya Bunda yang sedang menyiapkan makan malam. "Lewat mana? Bunda dari tadi di dapur, tapi nggak liat kamu lewat."
Tara menghela napasnya. "Buuund," rengek Tara. "Itu kenapa Kak Jioon ada di kamar aku?"
"Nah, itu. Kalo kamu lewat dapur, pasti Bunda kasih tau ada Jioon di kamarmu," kata Bunda yang sedang memotong sayur. "Kamu kebiasaan lewat pintu samping, sih!"
Mengoceh kepada bundanya adalah hal yang sia-sia dan menambah dosa. Tara memilih untuk kembali ke kamar saja, ia tak mempedulikan Jioon yang sudah menguasai tempat tidur, lelaki itu dengan santai bermain ponsel sembari memeluk boneka kelinci Tara.
"Kenapa gordennya lo buka?" protes Jioon, mata sipitnya semaki kecil karena cahaya matahari. "Tutup lagi, ih!"
Tara melirik sinis pada Jioon, ia tak mempedulikan perintah lelaki gila itu. Langkahnya langsung menuju meja rias, membersihkan wajah. "Lo diusir dari rumah?" tanya Tara yang sudah melumuri banyak milk cleanser pada wajahnya.
"Lo baliknya sore banget?" Bukannya menjawab, Jioon justru balik bertanya. "Kemana dulu?" tanya Jioon yang sudah berubah posisi menjadi tengkurap, menghadap pada Tara yang membelakanginya.
"Bukan urusan lo," jawab Tara. Ia mengelap wajahnya dengan kapas. "Bunda aja nggak masalahin gue pulang kapan."
"Iya, sih," balas Jioon. "Nggak penting juga."
Tara melirik sinis ke arah seniornya, lalu kembali fokus menghapus riasan di wajah. Ia tidak mempedulikan Jioon. Fisiknya sudah lelah, ia hanya butuh istirahat, dan mengusir Jioon dari kamar.
"Gue mau mandi," kata Tara yang sudah beranjak menuju kamar mandi.
"Terus?"
"LO KELUAR!" perintah Tara dengan kesal. Tangan kirinya menunjuk pintu kamar, siapa tau Jioon lupa jalan keluar.
"Gue nggak akan ngintip, cuma numpang tidur." Dengan tenang Jioon menarik selimut, membungkus tubuhnya yang sudah memeluk boneka. "Udah sono mandi," titah Jioon. "Abis ini ada yang mau gue omongin."
Untuk kesekian kalinya Tara menghela napas. Ia membuka pintu lemari dan mengambil baju dengan asal, lalu menutupnya kencang .
"Kalem, Bu," kata Jioon yang berusaha menahan tawa. "Lepas itu pin--AYAM KAGET!" Komentar julidnya yang belum selesai terganti dengan teriakan latah, Tara membanting pintu kamar mandi.
***
"Apa?" tanya Tara. Ia sudah duduk sila di sofa kamarnya, menghadap pada tempat tidur. "Lo mau ngomong apa, Kak?"
"Kamar lo gede, ya?" komentar Jioon. Ia merubah posisi tidurnya menjadi duduk. Matanya berkeliaran ke seluruh sudut kamar Tara, sebelum berkahir menatap sang pemilik kamar. "Mana tempatnya di luar rumah, bisa masuk lewat pintu samping lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Julid ARJIOON✓
General FictionDi balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar radio yang selalu membuat tawa orang sekitar itu rupanya tak cukup untuk memberi warna pada hidupnya. Semua rahasia Jioon mulai terungkap ketik...