23. Nggak Capek Sembunyi-Sembunyi?

3K 483 48
                                    

Apartemen di minggu pagi ini sangat sepi. Tara fokus pada rangkuman UAS-nya, sedangkan Jioon duduk di teras membersihkan beberapa sepatunya dan Tara.

Tidak ada aktivitas penting yang dilakukan keduanya. Setelah sarapan selesai, mereka kembali ke kegiatan masing-masing.

"APAAN, SIH? INI MATERI MACAM APA?"

Jioon bahkan sampai terlonjak kaget saat Tara tiba-tiba berteriak. "Napa, sih, Ra? Lo kalo mau ngagetin bilang-bilang dulu." Lelaki itu masih tetap menunduk dengan tangan sibuk menyikat sepatu. "Bawa santai aja belajarnya, kalo pusing istirahat. Besok belum ada kelas, kan?"

Tak banyak menjawab, Tara hanya berdeham. Matanya masih tetap tertuju pada binder berisi rangkuman. Ia tak boleh lengah, karena rangkumannya diperjual belikan, Tara harus belajar lebih giat. Ambisi perempuan bermata bulat ini memang sangat tinggi, tak heran jika indeks prestasi semesternya selalu sempurna.

"Ra, siang ini lo mau ke mana?"

"Nggak kemana-mana." Tara menjawab singkat. Tidak terlalu mempedulikan obrolan yang dibuka oleh suaminya.

Jioon yang sudah selesai dengan tumpukan sepatu kini ikut bergabung dengan Tara di ruang tengah. "Ikut ke studio yuk? Hari ini terakhir gue shooting acara musik mingguan," pintanya berharap Tara setuju.

Sayangnya Jioon harus menelan kecewa saat sang istri menggelengkan kepala. "Tempatnya rame, mana berisik lagi," tolak Tara memberikan alasan. "Lagian kok lo tiba-tiba shooting terkahir, sih?"

"Kontraknya udah abis." Tubuh Jioon sudah rebahan di sofa lantai. "Terus pihak radio minta gue sama 2 anak lainnya fokus sama siaran aja."

"Gaji lo berkurang dong?"

Dengan sebal Jioon menarik pelan sehelai rambut Tara. "Bisa-bisanya lo mikirin gaji! Padahal ini gue lagi sedih, loh!"

"Ya, gue juga sekarang jadi ikutan sedih," sahut Tara, tetap meladeni Jioon walau matanya masih tertuju pada rangkuman. "Penghasilan lo bulan depan berkurang dong?"

Sebenarnya Tara hanya bercanda, tetapi nada bicara dan ekspresinya terlihat sangat serius. Untung Jioon mulai mengenal Tara seperti apa, mentalnya juga sangat kuat untuk membalas perkataan sang istri. Si kurang eskpresi bersatu dengan manusia sejuta ekspresi, seperti ini jadinya.

"Lo ikut ke lokasi ya?" Jioon belum menyerah, masih berusaha membujuk istrinya. Ekspresi wajah sedih menjadi jurus terbaru, bibir bawahnya sedikit maju ke depan. "Si Thika sama Sinchand mau bawa pasangan soalnya, Ra. Masa gue yang halal kalah sama pasukan haram."

"Sinchand?" Perhatian Tara justru tertuju pada salah satu nama yang Jioon sebut. "Temen Kak Jioon yang tinggi itu? Dia beneran Sinchand?" Kartun kesukaannya tiba-tiba saja menjadi nama teman Jioon.

"Namanya Sinan Chandra, tapi suka gue panggil Sinchand."

Umpatan dari Tara menyahuti penjelasan Jioon. Baru saja ia bahagia karena ada manusia bernama tokoh kartun bersuara berat dengan alis tebal kesukaannya, ternyata itu hanya singkatan nama karya suaminya.

"Lo dateng yaaa? Di backstage aja, duduk di meja gue. Yang penting waktu pembukaan acara gue kagak sendirian, Ra."

"Pembukaan acara di mana?" Tara mulai masuk perangkap bujuk raju Arjuoon. "Cuma pembukaan aja, abis itu gue tunggu di backstage."

Anggukkan setuju Jioon berikan. Senyumnya sudah merekah sampai ke pipi. "Siap! Setelah acara kita jalan-jalan dulu, deh. Itung-itung lo refreshing sebelum UAS, gimana?"

"Oke." Tara menjawab pelan dan kembali fokus pada rangkumannya. Masih ada waktu sebelum bersiap untuk ikut dengan Jioon. "Tapi, ini beneran aman ya! Kagak ada yang kenal sama gue."

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang