Bonus Chapter 6 - Anniversary

3.5K 247 12
                                    

Dengan langkah riang Tara memasuki lobi AR Tower. Siang ini ia memaksa adiknya untuk mengantar ke kantor Jioon sebelum berangkat kuliah. Tak peduli kalau Ghilang akan terlambat, Tara tetap memperbudak adiknya itu.

Dengan tangan kanan menjinjing lunch bag, Tara terus melangkah menuju lift. Senyumnya masih terus bertengger selama di lobi, ia juga membalas sapaan beberapa pekerja yang melihatnya. "Loh?" Langkah Tara seketika terhenti saat melihat segerombol orang berjas hitam baru saja keluar dari aula pertemuan di lantai satu.

Tara masih bergeming, memperhatikan suaminya yang sedang berbincang dengan beberapa kolega bisnis. Sebenarnya bisa saja Tara menghampiri Jioon, menyapa orang-orang yang sedang bersama sang suami. Tetapi, ia tak melakukan itu, Tara lebih memilih diam menunggu Jioon mengantar para petinggi itu sampai selesai.

Namun, Jioon yang akan mengantar perwakilan pihak investor langsung menyadari keberadaan istrinya. Calon ayah itu langsung melambai, memberi kode agar Tara menghampirinya. Senyumnya merekah, sedangkan tangan kanan Jioon merentang, siap menyambut sang istri ke dalam pelukan.

"Loh, ini siapa?" tanya perempuan muda dengan setelan kantor lengkap dengan blazer berwarna coklat, senada dengan celananya. Senyum di wajahnya sedikit memudar saat melihat rangkulan tangan Jioon di pinggang Tara. "Aku kira Kak Arji masih bujangan."

Pria tua yang datang bersama putrinya itu langsung tersenyum, membalas sapaan Tara. "Ghista sehat? Gimana kabar Ayah kamu?" tanyanya yang memang mengenal baik keluarga Jioon dan Tara.

"Alhamdulillah Ayah sehat, Om," jawab Tara dengan senyum yang masih terus bertengger. "Om sendiri gimana? Sehat?"

Pria dengan kepala yang mulai mengalami kebotakan itu hanya mengangguk. "Sehat, tapi masih tetep dengki sama Ayah dan Papah kalian," ceritanya dengan wajah mengeruh. Wibawa selama meeting seketika sirna. "Tiap hari liat SW si Adi ngomongin cucu mulu, mana profil WA-nya foto USG kamu, Ghis."

Jioon seketika tertawa. Euforia ayah mertuanya memang terlalu berlebihan. Ayah Adi bahkan sudah membuat desain untuk kamar cucu pertamanya, rencana acara empat bulanan untuk minggu depan juga sudah selesai di tangan sang mertua.

"Kak Arji udah nikah?" Dengan mata yang mulai berair, perempuan bernama Sarah itu menatap telapak tangan Jioon yang dengan nyaman mengelus perut Tara. "Kok aku nggak tau?"

"Waktu itu, kan, kamu lagi ngurus kuliah di Sidney, Dek," sahut Pak Broto--pria berkepala plontos-- menjelaskan pada putrinya. "Papa kayaknya pernah bilang, deh, ke kamu."

Jioon yang sebelumnya ingin menjawab hanya tersenyum tipis. Sebenarnya sedari meeting dimulai ia sudah berkali-kali menjelaskan pada Sarah, tetapi perempuan itu tak percaya. Apalagi saat melihat jari manis Jioon yang kosong.

"Ya, udah. Om sama Sarah pulang dulu, ya. Kita ada janji makan siang sama kolega bisnis yang lain," balas pria itu sembari menepuk pelan pundak Jioon. "Kamu jagain Ghista yang bener, awas aja kalo sampe Ghista lecet!"

Jioon langsung bertingkah, tubuhnya menegap dan lengan kanannya bersikap hormat. "Siap, laksanakan!" jawabannya seakan menjadi pemimpin upacara.

Tara sendiri langsung menyenggol tubuh suaminya. "Minggu depan dateng, ya, Om. Rencananya mau empat bulanan di Menteng," pintanya setelah mencium tangan pria paruh baya yang memang seusia ayahnya.

"Dateng, dong. Adi sama Arjuna udah ngingetin. Om juga penasaran seheboh apa ayahmu buat nyiapin itu acara," candanya sebelum benar-benar pamit dan melangkah keluar dari lobi.

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang