42. Sebuah Kebiasaan

3.5K 461 79
                                    

Jioon melangkah dengan jumawa. Tangan kanannya memegang penuh bangga print out skripnya, kacamata hitam yang selalu ada di mobil bahkan ia pakai sampai masuk ke dalam kamar. Lelaki itu terus berjalan sampai berada sisi ranjang dan memamerkan cover pertama skripsinya. "Tadaaa ...." Dengan tubuh yang duduk di samping Tara ia mendekatkan tubuhnya pada sang istri yang asik rebahan sembari melihat tutorial memasak.

Sebenarnya Tara malas meladeni Jioon yang banyak tingkah, tetapi perempuan itu langsung beranjak duduk, bahkan karena terlalu bersemangat ia sampai berbenturan dengan kepala suaminya. Tak peduli dengan sakit di kepala, Tara langsung merebut skripsi Jioon, memastikan tulisan dari tinta pulpen di dekat nama Arjioon Putra Parswera. "Seriusan?" tanyanya memastikan pada sang suami yang panik mengelus-elus kening Tara yang tadi bertabrakan dengan kepalanya.

"Sakit nggak?"

"Ini serius di-ACC?" tanya Tara yang mengabaikan pertanyaan Jioon. "Masa nggak ada drama revisi lagi? Ini baru pertemuan pertama setelah jeda liburan, kan?"

Setelah memastikan kepala Tara aman, Jioon kembali ke mode sombongnya. "Iya, dong," jawabnya dengan senyum miring terbit dan telunjuk serta ibu jari di bawah dagu membentuk tanda centang. "Mantep, kan?"

Lirikan sinis sekilas Tara berikan, padahal ia belum memuji, tetapi suaminya sudah seperti terbang di atas awan. "Kok, bisa?" tanyanya yang bahkan sampai membuka halaman lain di skripsi, memastikan Jioon tidak berbohong. "Lo ngejoki--ARJIOON!"

Jioon langsung menyerang bibir Tara. "Hukuman yang tadi," ucapnya lalu kembali mengecup bibir Tara, "ini yang ditelepon," masih belum selesai, bibirnya kembali mengecup, "kalo ini pas pagi."

"Pagi apaan?" protes Tara tak terima. Ia rasa mulutnya tidak membuat kesalahan di pagi hari. Perkasa skripsi dan joki bukan lagi menjadi masalah penting. "Jangan cari kesempatan, ya!"

"Pas kamu ngasih air minum di lift," bela Jioon yang memang ingat akan kejadian itu.

Mulut Tara seketika membuka, ia menatap Jioon tak percaya. "Kamu lebih inget kesalahan aku daripada kebaikan aku?" protesnya yang mulai tertular jiwa penuh drama sang suami. "Itu padahal aku udah berbaik hati buat ngasih air minum, loh!"

Kedikan bahu Jioon menjadi jawaban atas protes Tara. "Hukuman tetep hukuman," belanya ditutup dengan senyum menantang. "Ini baru hari pertama loooh."

Masih dengan lirikan sinisnya, Tara memukul pundak Jioon dengan print out skripsi yang ada di tangan. "Awas aja! Aku bales nanti--"

"Kapan?" hasut Jioon membuka ronde pertengkaran baru. "Aku dari awal nggak pernah keceplosan." Lidah lelaki itu bahkan sampai terjulur, ia benar-benar menantang istrinya. Memancing keributan, membuat si manusia yang selalu ingin menang menjadi kalah. "Emangnya kamu--"

"Berisik!" sentak Tara mendorong wajah suaminya agar menjauh. "Mandi sana, Kak! Dari pagi belum mandi, bau tau."

Jioon yang awalnya masih tertawa karena berhasil membuat Tara emosi seketika terdiam. Ia langsung mencium ketiak kiri dan kanannya secara bergantian, memastikan perkataan istirnya tentang aroma tak sedap itu. "Nggak, ya," elaknya bahkan sampai berkali-kali mencium kaus yang ia pakai, "nih, cium sendiri, nggak, kan?"

"Kak, ih, jorok!" Tara dengan cepat berguling ke tengah ranjang, menjauh dari Jioon yang tiba-tiba saja mengangkat tangan kanannya agar ia dapat mencium ketiak lelaki itu. "Kak Jiooon, ampun, ampun, ampuuun," teriaknya semakin kencang saat sang suami berhasil menangkap ia dan memiting kepalanya di ketiak.

"Nggak bau, kan? Enak ajaaa." Jioon yang ikut bergabung di atas ranjang dan menghimpit kepala Tara dengan ketiak kanannya itu masih belum menyerah. Tangan kanannya bahkan dengan lancang mengusap ketiak kirinya dan setelah itu menempelkan jemari yang sebelumnya di ketiak ke hidung Tara.

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang