9. Logam Mulia

2.6K 497 62
                                    

"ARJIOO-Eh, Tante ...."

Mama Adel yang sedang menyiapkan beberapa perkakas untuk seserahan tak heran akan kehebohan teman putra bungsunya. Teriakan Alvin tidak lagi asing di telinga.

"Jioon di mana, Tan? Aku mau nyeret dia buat press conference!" Dengan penuh emosi Alvin berbicara. Ia mencium tangan mama dari temannya itu.

"Tan, sehat?"

"Sehat," jawab Mama Adel saat teman putranya yang lain mencium tangannya juga. "Itu temen kamu kenapa, Yos?"

Yoshep hanya tertawa kecil. "Kena serangan jantung ringan pas dapet undangan nama pengantinnya Arjioon, Tan."

"Loh, Jioon emang nggak bilang sama kalian?"

"Nggak, Tan," serobot Alvin. Lelaki itu baru datang kembali setelah tadi melipir sebentar ke dapur keluarga Parswera. Tangannya membawa minuman botol yang ia ambil dari kulkas. "Dari tadi kita telpon juga nggak diangkat-angkat."

"Ke kamarnya aja," titah Mama Adel. "Dari pagi belum keluar lagi. Nggak tau lagi ngapain. Merenung kali."

Yoshep dan Alvin mengangguk. Ia langsung menuju lantai dua--kamar Jioon berada--dengan semangat. Alvin adalah bibit dari kehebohan, ia tak peduli dengan beberapa keluarga Jioon dan pekerja yang sedang menyiapkan acara pengajian sore ini.

"ARJI--"

"Anak Setan!" umpat Jioon. Karyanya kembali gagal. Ini sudah kaca pigura yang kesekian kalinya. "Ngapain, sih?" Jioon meluapkan emosinya kepada Alvin dan Yoshep.

Alvin yang sebelumnya sudah menyiapkan berjuta umpatan kasar kini hanya bisa diam, ia tak berani. Jioon jika sudah murka lebih menyeramkan dari ibu tiri.

"Lo lagi ngapain, sih?" Yoshep tak mempedulikan suasana di kamar sahabatnya. Ia berjalan masuk dengan tatapan tertuju pada meja Jioon. "Bikin apaan, On?"

"Mas kawin--JANGAN LO PEGANG!" Jioon langsung memukul lengan Alvin yang hampir menyentuh susunan bunga kering yang sudah ia buat sejak kemarin.

"Lo yang bikin?" tanya Yoshep yang masih terus memperhatikan meja kayu Jioon. "Kagak minta bikinin aja?"

Jioon kembali duduk di kursi gaming-nya. "Kagak keliatan banget usahanya kalo minta tolong ke orang lain," balas Jioon. "Ini gue urus dari nyari pigura, kaca, bunga seger terus gue keringin sendiri."

"Bunga emak lo ya?" tanya Alvin saat melihat jejeran bunga kering di meja Jioon.

"Kagak! Gue beli. Enak aja bunga emak gue."

"Maksud gue itu nama bunga emak lo," kata Alvin membuat Jioon dan Yoshep menoleh kepadanya. "Adel ... wish."

Jioon menghela napas. Mengambil kaca pigura yang tulisannya gagal. "Mau uji kekuatan kepala lo nggak?" tawar Jioon yang sudah mengayunkan kaca dengan coretan spidol emas. "Nih, gue fasilitasi."

"Eh, btw kenapa lo bikin mas kawinnya sendiri?" Yoshep melerai kerusuhan antara dua sahabatnya. Matanya masih menatap heran pada meja Jioon yang penuh oleh alat dan bahan untuk hiasan pigura.

"Biar keliatan niat aja," jawab Jioon. "Dia nggak mau nerima kalo maharnya dari duit orang tua gue, sedangkan gue nggak mampu ngasih barang yang mewah."

"Lo cuma ngasih bunga ini?" tebak Alvin. "Seenggak mampu itu?"

Jioon mengetuk kepala Alvin dengan sudut kaca pigura di tangannya. "Gue punya tabungan!" seowt Jioon. Untung kepala sahabatnya itu tidak bocor.

"Kali aja udah abis buat beli bunga-bunga ini," balas Alvin yang sedang mengelus kepalanya. Ia memang tak pernah akur dengan Jioon.

"Emang lo ngasih mahar apa, On?" tanya Yoshep yang kembali menjadi penengah. "Duit? Saham? Atau benda?"

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang