"Gue nggak suka hubungan kayak gitu."
"Kenapa?"
"Buang-buang waktu."
Ghista langsung menggelengkan kepalanya. Berusaha mengusir semua percakapan antara ia dan Mahesa di masa akhir putih abu.
"Lo kenapa, Ghis?"
"Hah?"
Giselle menatap temannya dengan bingung. Mata kuliah terakhir sudah selesai, tetapi keduanya masih duduk santai di barisan belakang kelas.
"Muka lo semerawut banget," kata Giselle. "Kayak lagi mikirin negara aja."
Tara memajukan bibir bawahnya. Tak menepis perkataan Giselle. "El, kalo lo punya janji, tapi lo nggak bisa nepatin itu janji. Lo bakalan gimana?"
"Gue?" Giselle menunjuk dirinya sendiri. "Ya, gue minta maaf sama orang itu, terus gue tetap tepati janji yang gue buat," jawabnya dengan santai sembari memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. "Kayak misalnya gue janji mau beliin lo capcin siang ini, tapi gue lupa dan tiba-tiba aja pulang. Terus besoknya gue minta maaf sama lo, dan beliin lo capcin juga buat menuhin janji."
Tara menghela napas. Giselle hanya membuat pengibaratan sebuah cappucino cincau, sedangkan masalah Tara lebih rumit dari agar-agar hitam di dasar gelas plastik itu.
"Kalo kita nggak bisa beliin capcinnya?"
"Goceng, Ghis. Ya kali nggak kebeli," sewot Giselle dengan penuh drama. "Lo kagak punya duit lima rebu?"
Tara berdecak sebal. "Bukan gituuu! Gini, deh, kita ubah pengibaratannya," ucap Tara yang kurang puas dengan jawaban Giselle. "Nih, misalnya gue udah janji ke Ghilang buat ngasih mobil gue, tapi gue lupa, dan udah ngejual mobil itu."
"Lo jual mobil buat apaan, dah?"
"Pengibaran Giseeelle!"
"Oh, iya!" Teman kampus Tara itu melupakan kata misalnya di awal kalimat. "Yaaa ..., lo jelasin ke Ghilang. Bilang kalo mobilnya udah dijual. Yang pasti lo harus minta maaf dan nggak ada pembelaan karena lo emang salah."
"Kalo misalnya gue jual mobil itu karena disuruh orang tua gue. Apa perlu gue bilang?"
Giselle terdiam, ia berusaha mencari jawaban di otaknya. "Bilang, tapi jangan jadiin itu pembelaan dan buat lo merasa nggak salah. Lo tetep salah, jadi minta maaf."
"Kalo Ghilang kecewa?"
"Pasti lah! Dia udah berharap dapet mobil, eh malah dijual." Giselle dengan penuh emosi membalasnya. "Orang yang menerima janji itu udah pasti hidup dengan penuh harapan dan nunggu janjinya ditepati."
Tara menghela napas. "Lo langsung balik ke rumah?" tanyanya memilih untuk mengalihkan pembicaraan.
"Gue ada rapat. Lo mau balik? Bawa mobil nggak?"
"Nggak--"
"Mobil lo beneran dijual?" Dengan cepat Giselle menyela. "Ghis--"
"Kagak anjir! Mobil gue dikuasai Ghilang," serobot Tara cepat. "Ayo keluar, ini kelas kayaknya mau dipake lagi, deh."
Giselle mengangguk, ia ikut beranjak, mengikuti Tara keluar. Berduanya beriringan menuju parkiran fakultas. Giselle menuju gedung utama, sedangkan Tara menunggu ojol yang akan dipesannya.
"Bareng aja, Ghis. Lo pesen ojol di gedung A. Lebih cepet juga."
Jarak dari fakultas mereka menuju gedung utama memang cukup jauh. Setidaknya jika jalan kaki harus melewati beberapa fakultas lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Julid ARJIOON✓
General FictionDi balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar radio yang selalu membuat tawa orang sekitar itu rupanya tak cukup untuk memberi warna pada hidupnya. Semua rahasia Jioon mulai terungkap ketik...