30. Ayah Adi

3K 519 61
                                    

Jioon langsung menoleh ke arah ruang keluarga yang pintu kacanya masih terbuka. Lelaki itu baru saja pulang dan memilih masuk lewat samping karena pintu utama dikunci, tetapi fokusnya teralihkan pada Ayah yang masih duduk menonton televisi. "Belum tidur, Yah?" tanya Jioon yang sudah masuk ke ruang keluarga lalu mencium tangan sang mertua, ia ikut duduk bergabung di sofa.

"Nunggu Abang pulang dulu," jawab Ayah dengan santai. Beliau memang sengaja belum kembali ke kamar walaupun sekarang sudah larut. Ada yang ingin dibicarakan pada menantunya, Ayah tak akan bisa tidur nyenyak jika masih ada yang mengganjal. "Kamu biasanya pulang malem kayak gini, Bang?"

"Nggak, Yah. Biasanya jam setengah sepuluh juga udah di apartemen, tapi tadi ada meeting sama brand yang mau iklan di sekmen Jioon, terus ke apartemen dulu ngambil beberapa kebutuhan Tara."

Senyum tipis Ayah terbit. "Nggak capek harus bulak balik ke sini?" tanyanya dengan lembut. Walaupun tidak tahu sepenuhnya, tetapi Ayah yakin alasan Jioon dan Tara menginap pasti berhubungan dengan drama kemarin sore.

"Nggak apa-apa, Yah." Jioon berusaha terlihat baik-baik saja agar mertuanya tidak khawatir. "Biar Tara belajar buat minta maaf."

Helaan napas berat Ayah terdengar jelas. Ia paham maksud belajar minta maaf yang menantunya katakan. "Mbak Tara egonya tinggi, Bang. Ini bukan pertama kalinya Ayah sama dia debat, cuma emang yang kemarin itu cukup parah. Tadi makan malem juga udah biasa aja kok."

"Tara udah minta maaf ke Ayah sama Bunda?" tanya Jioon dan dijawab gelengan kepala sang mertua. "Jioon udah buat perjanjian, Yah. Kalo Tara mau pulang, harus minta maaf dulu ke Ayah sama Bunda."

Arjioon dan kata yang diucapkannya. Lelaki itu benar-benar tidak menarik perkataan yang sudah keluar dari mulutnya. Walaupun tahu menunggu Tara meminta maaf adalah yang sulit, ia akan tetap menunggu. Ini caranya mendidik Tara. Jioon bahkan tak peduli jika harus menempuh jarak lebih jauh untuk pergi bekerja dan pulang lebih telat dari biasanya.

"Cara Mbak Tara minta maaf itu beda, Bang. Dia nggak pernah ngucapin langsung, tapi kalo udah keluar dari kamar artinya dia udah baik lagi." Bagaimanapun Ayah tetap menjadi salah satu orang yang tinggal lebih lama dengan putrinya. "Nggak apa-apa, Ayah sama Bunda juga udah maafin. Lagipula, itu juga kesalahan Ayah sama Bunda, Bang."

Jioon mengangguk paham, tetapi ia tak akan menarik perkataannya. "Nggak apa-apa, Yah. Jioon mau Tara belajar bilang maaf, kalo nggak bisa ke orang lain, minimal ke orang tua," jelasnya memberi tahu tujuan ia melakukan hal ini. "Takutnya kalo dibiarin nanti jadi dosa ke Jioon gara-gara nggak bisa didik istri."

Ayah tersenyum simpul, hatinya merasa tenang. Pilihannya menerima tawaran Arjuna--papanya Jioon--memang tidak salah. Setidaknya Jioon bisa menjadi pemimpin yang baik untuk sang anak, bahkan terlihat bertanggung jawab terlepas dari alasan lelaki itu menikah. "Iya, tapi jangan terlalu dipaksa ya, Bang. Takutnya Mbak Tara jadi makin tertekan," pinta yang memang masih kepikiran dengan perkataan Tara. "Ayah takut Tara udah jadiin kamu tempat berlindung yang nyaman, tapi ternyata sama aja kayak orang tuanya."

Ayah tetaplah Ayah. Pria yang selalu berusaha membuat anaknya merasa nyaman, walaupun memang secara tidak sadar caranya salah. Apalagi Tara adalah anak perempuan, sejak dulu Ayah selalu berusaha memenuhi apapun yang putrinya mau, tetapi ia tidak sadar semua usahanya tertutup dengan tuntutan pada sang putri.

Adiputra Ali Yusuf. Pria berusia menjelang lima puluh tahun, pemilik dari perusahaan bongkar muat barang dan pengiriman petikemas baik dalam dan luar negeri. Perusahaan ayah juga memiliki banyak dermaga di setiap pelabuhan.

Tak hanya memiliki dermaga. Kapal-kapal besar yang selalu mengangkut petikemas ke luar dan dalam negeri juga masuk ke dalam aset Oceana Shipping Company.

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang