"Gula mana, Ra?"
Tara yang baru membuka pintu kamar tentu saja langsung terkejut saat Jioon menodongnya dengan toples kosong.
"Gue pengen minum teh manis."
"Sebentar," ucap Tara sembari melangkah ke dapur. Mengambil stok gula di laci bawah kitchen set dan memindahkan sebagian ke dalam toples yang sebelumnya berada di tangan Jioon.
"Lo mau?" Jioon sudah siap menuangkan air panas ke dalam gelasnya dan berencana mengambil satu gelas lagi untuk Tara. "Biar sekalian, nih."
Tara hanya menggeleng. Perempuan itu membuka kulkas, mengambil susu putih dan menghangatkannya. Tak ada pembicaraan antara ia dan Jioon, keduanya sama-sama berlagak fokus pada kegiatan masing-masing.
"Lo hari ini ke kampus?"
"Iya."
"Bareng aja, gue juga ada urusan ke sana. Mau nyari Tuan Haris yang sibuknya udah kayak juragan kelapa sawit lagi panen. Gue chat dari minggu lalu, kagak dia jawab-jawab."
Tak ada balasan dari Tara, perempuan itu hanya mengangguk dan mengeluarkan gelas berisi susu yang sebelumnya ia hangatkan.
"Lo berangkat jam berapa? Gue udah janji sama Pak Haris jam sembilan."
"Setengah sembilan." Tara masih tetap menjawab singkat, ia bahkan bergegas pergi meninggalkan dapur dan kembali masuk ke kamar, tempat pengasingan ternyamannya.
"Gue salah apa lagi, sih?" gumam Jioon menatap frustrasi pada pintu kamar Tara yang sudah tertutup. "Perasaan dari kemarin udah nahan mulut buat komentar yang aneh-aneh, deh."
Lagi, Jioon kembali gagal mengetahui masalah yang terjadi hingga membuat istrinya menjawab pertanyaan dengan singkat, bahkan terkesan menghindar.
"Masa iya gara-gara Mahesa?" Jioon membuka pintu kaca di ruang keluarga, membiarkan udara pagi masuk membawa kesejukan. "Dia marah gara-gara gue bentak Mahesa? Kagak masuk akal banget, lah! Harusnya gue yang marah, kan?"
Kasihan sekali Arjioon ini. Matahari bahkan belum muncul sepenuhnya, tetapi otak dia sudah ngebul seperti petugas catatan sipil saat diserbu ribuan manusia yang minta cetak KTP dan kartu keluarga.
"Harusnya diomongin baik-baik nggak, sih? Ini masalah rumah tangga, kan?" gumam Jioon sembari menunggu teh manisnya menjadi sedikit lebih hangat.
Beralih dari ruang keluarga ke dalam kamar Tara. Pemilik ruangan itu hanya diam melamun dengan gelas susu putihnya yang masih panas. Tak kalah pusing dengan Jioon, pagi hari Tara juga sama runyamnya.
"Arrrrgh! Gimana caranya gue minta duiiit?" Dengan frustrasi Tara mengacak-acak surainya yang sudah berantakan. Tak ada kata semangat pagi, kini rumit selalu menjadi teman hidupnya sejak membuka mata. "Gue masih nggak enak sama kejadian malem itu, tapi ini duit bulanan udah abis jugaaa."
Diamnya Tara kali ini memang bukan karena marah, ia justru tak enak kepada Jioon. Bagaimanapun kejadian malam itu, saat Mahesa memaksa untuk bertemu hingga Jioon memergoki mereka sedang berdua adalah hal yang akhir-akhir ini mengganggunya. Entah mengapa, Tara merasa malu dan tidak enak kepada Jioon.
"Terus ini gimana? Gue minta maaf dulu baru minta duit? Eh, tapi gue nggak salah--ish! Lo salah Tara!" Perdebatan antara pikiran dan hati masih terus berlanjut pada diri Tara. Ia sudah bulak-balik seperti setrikaan, melangkah menuju sudut kamar satunya, lalu kembali ke sisi yang lain. "Kak Jioon marah sama kejadian malem itu nggak, sih?"
Menduga-duga itu memang tidak baik, kawan. Contohnya sudah terlihat dari sepasang pengantin muda ini. Jioon dengan dugaan Tara marah karena ia membentak Mahesa, sedangkan Tara takut Jioon marah karena ia bertemu dengan Mahesa tanpa izin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Julid ARJIOON✓
General FictionDi balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar radio yang selalu membuat tawa orang sekitar itu rupanya tak cukup untuk memberi warna pada hidupnya. Semua rahasia Jioon mulai terungkap ketik...