"KAK JIOON!" Teriakan Tara langsung memenuhi kamar utama, perempuan itu langsung terbangun dan berusaha membangunkan suaminya. "KAK, KITA KESIANGAN!"
Jam di ponsel Tara menunjukkan pukul 7 pagi. Ini tentu saja masuk kedalam kategori kesiangan. Jioon bahkan masih tetap meringkuk dengan mata terpejam dan napas teratur.
"Kaaak!" Tara terus berusaha membangunkan suaminya. Jangan harap ada adegan terpana saat memperhatikan wajah Jioon yang tenang kala tidur. Bukan waktunya menye-menye, ini kalau Jioon belum bangun juga bisa bablas sampe siang. "ARJIOON!" teriaknya yang masih terus menggoyangkan tubuh sang suami dengan brutal.
Merasa tubuhnya diguncang kencang oleh Tara membuat Jioon menggeliatkan tubuhnya. "Jam berapa, Ra?"
"Bangun! Lima belas manit lagi setengah delapan, Kak."
Mata Jioon seketika membulat. Tanpa ada pemanasan dan waktu untuk menyadarkan diri, lelaki itu langsung melompat dan masuk ke kamar mandi. Tak lama setelah itu, ia kembali dengan keadaan yang lebih segar, lalu menggelar sajadah untuk salat.
"Solat apa?"
"Subuh."
"Udah telat kali, Kak."
"Daripada nggak sama sekali," balasnya lalu salat masih mengenakan baju tidur. Tak ada waktu mencari sarung baru di lemari.
Tara yang memang masih halangan memiliki untuk merapikan tempat tidur, setelah itu melangkah menuju dapur. Sudah pasti mereka tak ada waktu untuk sarapan di apart, jadi lebih baik ia meluangkan sedikit waktu untuk memasak nugget dan sosis di air fryer, serta menyiapkan nasi semalam--yang untungnya masih bisa di makan--ke dalam kotak bekal.
"Ra, nggak usah mandi, ya, ke kampusnya?" pinta Jioon yang keluar dari kamar utama dan masuk ke kamar lamanya untuk mengambil baju. "Nggak akan cukup waktu. Atau kamu mau nyusul aja? Aku takut ditinggal Haris."
Tara yang sedang memasukan nasi putih dan nugget langsung menoleh pada suaminya. "Gu-Aku siap-siap dulu, deh. Nggak mandi juga, ganti baju aja," jelasnya yang langsung menuju kamar, berganti baju dengan kemeja dan celana bahan.
Sebenarnya Tara bisa saja menyusul, tetapi ia khawatir Jioon melewatkan sarapan, sedangkan setelah dari kampus, suaminya ini harus lanjut kerja. Kan, kalau misalnya Tara tetap ikut ke kampus bareng Jioon, ia bisa menyuapi lelaki itu selama perjalanan. Dalam keadaan apapun, lambung Jioon tetap prioritas utama.
"Udah siap, Kak?" tanya Tara yang tak peduli dengan penampilannya. Perempuan itu langsung memindahkan nugget dan sosis ke dalam kotak makan, lalu menyusul Jioon yang lebih dulu keluar dari apartemen. "Lo belum minum." Botol berukuran 2 liter yang memang biasanya ada di meja makan Tara ulurkan pada Jioon. Lelaki itu benar-benar panik.
Selama di lift, Tara merapikan barang bawaannya. Setelah tote bag dan kotak sarapan mereka rapi, perempuan itu mengambil alih ransel Jioon. Merapikan laptop, print out skripsi lelaki itu dan meresletingnya dengan benar.
Senyum Jioon seketika terbit sembari membenarkan posisi ranselnya yang lebih rapi. "Makasih, ya," ucapnya berbarengan dengan pintu lift yang terbuka.
Keduanya lanjut beriringan menuju Honda H-RV yang Jioon kemudikan. Lelaki itu dengan cepat memakai sabuk pengaman, lalu menarik gas mobilnya. Sedangkan Tara mulai membuka kotak makan, memotong nugget dan menyuapi sang suami sarapan.
"Kamu kalo udah beres duluan aja ke AR," ucap Jioon disela-sela mengunyah sarapannya. "Aku kayaknya bakalan lama, deh." Jioon kembali membuka mulutnya, meminta suapan sarapan sang istri.
Tara hanya mengangguk, mulutnya sibuk mengunyah sarapan sembari menyuapi suaminya. "Tapi, nanti lo-kamu pulang sama siapa?" tanyanya yang masih kikuk menggunakan aku-kamu pada Jioon. "Masa jalan? Gu-aku tunggu aja kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Julid ARJIOON✓
General FictionDi balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar radio yang selalu membuat tawa orang sekitar itu rupanya tak cukup untuk memberi warna pada hidupnya. Semua rahasia Jioon mulai terungkap ketik...