27. Tukar Pendapat

2.9K 516 77
                                    

Akhir pekan kali ini Tara tidak melanjutkan tidurnya setelah salat subuh. Dengan piyama dan wajah yang sedikit segar karena air wudu Tara bersiap menuju sebuah tempat. Beberapa alat perang seperti dompet dan ponsel juga sudah ia bawa, tinggal mencari satu lagi, kunci mobil.

"Biasanya Kak Jioon simpen di sini, tapi kok nggak ada ya?" gumam Tara yang sedari tadi menjelajahi bufet ruang tengah. "Apa dia bawa ke kamar?"

Sekarang baru pukul lima subuh, tetapi Tara sudah membuat sedikit kerusuhan. Semangatnya benar-benar berada di puncak, rencana beberapa hari lalu bisa ia lakukan sekarang. Sayangnya, ada satu benda penting si pemeran utama yang tiba-tiba saja tidak ada di tempat biasa.

"Lo nyari apaan?"

"Kunci mobil mana, Kak? Gue pinjem dong, hari ini lo nggak kemana-mana, kan?"

Jioon mengerutkan kening, tumben sekali istrinya ini terlihat bersemangat di pagi hari. "Lo mau kemana?" tanyanya penasaran. "Ini masih pagi, baju tidur lo aja belum diganti."

"Gue mau ke pasar--"

"Hah?" Mulut Jioon seketika terbuka lebar. Ia tak yakin akan fungsi pendengarannya. "Pasar? Gue nggak salah denger?"

Tara mengangguk yakin. "Di supermarket pada mahal, Kak. Kalo di pasar katanya murah," jelasnya dengan bangga, "gue mau ke sana kemarin, tapi katanya pasar pagi lebih bagus. Kunci mobil lo mana, Kak? Gue pinjem ya."

"Pake jaket dulu sana, biar gue anter." Jioon kembali masuk ke kamarnya, mengambil kunci mobil dan sweater. Tidak memerlukan waktu lama, ia sudah keluar dan siap mengantar istrinya. "Ayo, lo belum pake jaket?"

Butuh beberapa waktu bagi Tara memahami maksud Jioon. "Em, gue gini aja. Piyamanya juga tebel, nggak akan dingin. Ayo, nanti keburu siang, Kak," ajaknya kembali bersemangat. Biarkan saja suaminya itu ikut, lumayan juga bisa jadi tukang angkut belanjaan.

"Lo pernah ke pasar?" Keduanya sudah keluar, menunggu lift untuk ke basement. "Jangan bilang ini pertama kalinya?"

Tara belum menjawab, memilih untuk masuk ke lift dulu. "Lo udah pernah, kan?" tanyanya mengharapkan Jioon lebih berpengalaman. "Gue pernah, tapi waktu SD, itu juga di Bandung buat belanja baju sama oleh-oleh."

"Gue kagak pernah, Mama juga nggak pernah ke pasar," jawab Jioon. Keduanya sedang berada di dalam lift. "Pasrah aja udah. Pokoknya lo jangan jauh-jauh dari gue, nanti diculik!"

Dua anak ibu kota yang tidak pernah mendatangi pasar tiba-tiba saja belanjaan mingguan di sana. Mereka minim pengalaman, semoga saja tidak ada penjual curang yang menyelipkan ayam tiren ke dalam belanjaan. Dan, semoga juga tidak ada copet yang merampas semua isi dompet Tara.

HR-V hitam Jioon sudah keluar dari basement, bergabung ke jalanan ibu kota yang langitnya masih gelap. Matahari bahkan belum menampakkan diri, tetapi sepasang pengantin muda itu terlihat semangat menuju pasar pagi sesuai arahan google.

Letak pasar pagi yang mereka tuju rupanya tidak terlalu jauh. Kurang dari sepuluh menit juga mereka sudah sampai. Apalagi jalanan ibu kota pagi hari di akhir pekan tidak seramai jam kerja. Membuat mereka lebih leluasa menikmati jalanan.

"Seneng banget, Mbak," goda Jioon mencolek dagu Tara yang sedari tadi tersenyum, "padahal ke pasar doang."

Tara memukul tangan suaminya. "Nyetir yang bener!" omelnya saat suasana ramai pasar mulai menyambut. Lirikan sinis yang sebelumnya ia berikan pada Jioon kini berubah menjadi tatapan antusias saat melihat parkiran di depan pasar.

Mobil hitam Jioon terparkir dengan rapi dan saat sudah benar-benar berhenti, Tara langsung keluar. Wajah semangatnya seketika sirna, mulutnya sedikit terbuka, perempuan itu terkena culture shock dengan suasana pasar yang sangat ramai.

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang