Jioon langsung menghela napas saat mendengar suara tangis dari arah kamar utama. "Lagi?" gumamnya.
Sudah seminggu ini Jioon mendengar suara tangis dari kamar Tara. Awalnya ia mengira itu adalah kuntilanak baru yang gagal menikah, tetapi setelah ia dengar dengan telaah rupanya itu adalah tangis seorang perempuan akan kehidupan pernikahannya.
Jioon melangkah menuju dapur. Tangis Tara tak lagi terdengar karena jarak dan juga suara Tara yang memang tidak sekencang itu. Ia mengambil bungkus mie instan di laci dapur, menyiapkan mangkuk dan perkakas lainnya untuk membuat makanan yang paling nikmat jika dinikmati pada waktu tengah malam.
Jioon memang sejenis nokturnal. Lelaki itu baru pulang dari siaran radio sekitar pukul setengah sebelas, lalu ia akan menyiapkan beberapa draft kasar untuk siaran di esok hari, dan setelah urusan penyiaran selesai, ia akan lanjut menyelesaikan skripsi di bab awalnya.
Suara pintu yang terbuka membuat Jioon refleks menoleh. "Kenapa, Ra?" tanyanya saat melihat Tara yang ikut bergabung dengannya. "Laper?"
"Nggak," jawab Tara singkat, ia membuka kulkas, mengambil botol susu coklat kesukaannya, menuangkan ke dalam gelas, dan memasukkan ke dalam microwave.
Suasana di antara sepasang pengantin baru itu benar-benar hening. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing walaupun mata Jioon sesekali melirik ka arah Tara yang berada di sampingnya.
"Besok jangan masak mie lagi, Kak!" ucap Tara tiba-tiba. Ia mengeluarkan gelas berisi susu di dalam microwave, dan menenggaknya hingga setengah. "Lo udah tiga hari berturut-turut makan mie mulu! Belum lagi sore kalo hujan."
"Iya ...," jawab Jioon sembari memindahkan mie instannya ke dalam mangkuk. Ia kira keluar dari rumah dapat membuatnya memakan mie instan sepuas hati tanpa mendapatkan teguran.
"Lo bisa bikin nasi goreng atau angetin rendang di kulkas," lanjut Tara. Perempuan itu tidak kembali ke kamar dan memilih duduk di meja makan dengan gelas susu yang hampir kosong.
"Lo mau?" tawar Jioon saat ikut bergabung dengan Tara. Ia menikmati mie soto yang dicampur dengan telur mentah serta mayonaise. Resep andalan Arjioon.
"Emang enak?" Tara menatap jijik kepada mangkuk dengan kuah pekat. "Bau amis."
Jioon mengulurkan mangkuknya kepada Tara. Ia tak terima resep TikTok andalannya dinilai seperti itu. "Coba dulu, baru komentar. Jadi orang nyinyir yang berbobot dong," ucapnya yang masih sempat mengomentari sang istri.
"Gue udah makan mie," tolak Tara. "Kata Bunda, makan mie instan itu cukup sebulan sekali."
"Sama dong." Jioon kembali menarik mangkuk mienya. "Gue juga sebulan sekali."
Ekspresi Tara terlihat tidak terima akan perkataan Jioon. Bagaimana bisa Jioon dibilang makan mie sebulan sekali, sedangkan sehari saja bisa lebih dari dua.
"Kalo gue sebulan sekali nggak makan mie," jelas Jioon sembari tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya. "Pas gajian kagak makan mie, makanya udon atau ramen."
"Terserah," gumam Tara yang kini sudah menghabiskan susu coklatanya. Ia masih tetap duduk berhadapan dengan Jioon di meja makan, memperhatikan suaminya yang sedang menikmati mie instan.
Dalam waktu singkat Jioon berhasil menghabiskan masakannya hingga mangkuk itu terlihat bersih. Jika saja beling rasanya enak, sudah pasti akan ia habiskan juga.
"Gue boleh nanya sesuatu?" tanya Tara memecah keheningan. Tangannya memainkan gelas kosong, tatapan mata ia terlihat tak fokus.
Jioon masih menatap Tara. "Kenapa? Lo mau nanya apa?" ucapnya yang terlihat penasaran karena Tara masih tetap diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Julid ARJIOON✓
General FictionDi balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar radio yang selalu membuat tawa orang sekitar itu rupanya tak cukup untuk memberi warna pada hidupnya. Semua rahasia Jioon mulai terungkap ketik...