36. Lo Masih Sakit ya?

4.1K 538 88
                                    

Harusnya diupload kemarin, tapi ya udah lah ya😁

---

Senyum Jioon langsung terbit saat wajah Tara menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Istrinya itu masih terlelap dengan mulut yang sedikit terbuka, wajah polos tanpa balutan make up dan bibir yang ranum karena memakai serum sebelum tidur menjadi pusat perhatian Jioon. Sebenarnya, wajah Tara yang terlelap memang selalu menjadi objek yang paling Jioon suka.

Dulu saat awal menikah, Jioon hanya bisa melihat dari daun pintu kamar Tara, lalu sekarang menjadi semakin meningkat. Saat menginap di rumah Bunda, Jioon lebih leluasa dan dapat melihat dari dekat. Seperti pagi ini, jarak wajahnya dengan wajah Tara sangat dekat, napas tenang sang istri bahkan terasa olehnya.

"Pagiii ...," sapa Jioon dengan senyuman di wajah saat melihat Tara mengerjapakan mata. Lelaki itu dengan manja menyembunyikan kepalanya ke tubuh sang istri. Kali ini mereka benar-benar terlihat seperti sepasang pengantin baru.

Sedangkan Tara, punggung tangan kirinya dengan refleks mendarat di ceruk leher Jioon, memeriksa suhu tubuh sang suami. Sejak kemarin, itu menjadi kebiasaannya. "Masih pusing?" tanya Tara dengan suara paru, ia sedikit lega karena suhu tubuh Jioon mulai menurun.

"Dikit," jawabnya pelan dengan kepala masih nyaman bersembunyi di bawah ketiak Tara. "Subuh dulu, Ra."

Tara tidak langsung menjawab, ia justru meregangkan tubuhnya, "Lo dulu sana wudu," titahnya pada Jioon, sedangkan mata perempuan itu kembali terpejam.

Posisi Jioon yang sedikit tergeser karena pergerakan sang istri membuatnya mau tak mau mengubah posisi menjadi duduk. Sakit di kepalanya tidak dihiraukan, fokusnya kini mengganggu Tara untuk membuka mata. "Taraaa ...," panggil Jioon yang kini sudah menggoyangkan tubuh istrinya, "ayo kita solaaat! Ash-Shalaatu khairum-minannaum." Lelaki itu bahkan mulai mengeluarkan ilmunya saat sekolah.

"Duluan, gih! Baru juga setengah lima."

Jioon belum menyerah, tangan Tara bahkan sudah ia tarik, berusaha membuat posisi istrinya semakin tidak nyaman. "Ayo bareeeng! Kita jema'ah, lo mau jadi imam atau makmum?"

"Sinting!" umpat Tara sembari menepis tangan Jioon yang terus-terusan menariknya. "Sono wudu duluan, Kak!"

"Ra, kita belum pernah salat jama'ah loh!" Suara mendramatisir Arjioon sudah kembali, lelaki itu berbicara dengan lugas dan penuh penekanan. "Lo nggak mau dapet pahala sebanyak 27 derajat? Sudut lancip loh itu, bukan siku-siku."

Tara menepuk pelan wajah Jioon, mendorong agar tidak terlalu dekat. Sepagi ini suaminya sudah melakukan kuliah subuh berpadu dengan sit down comedy. "Nanti gue nyusul, lo wudu duluan aja--"

"Jama'ah ya?"

"Iya!" Dengan kesal Tara menjawab, perempuan itu hanya perlu memejamkan mata sebentar sebelum beranjak. "Udah sana wudu!"

Senyum di wajah Jioon langsung terbit. Hanya karena Tara menyetujui akan ikut salat berjamaah, lelaki itu semakin melupakan pusing di kepala, tubuhnya yang masih hangat juga tidak dihiraukan. Menjadi imam saat salat memang menjadi mimpi Jioon sejak dulu, ia selalu iri jika melihat Mama dan Papa selepas salat.

Bayangan saat Papa tidur di pangkuan Mama selepas salat langsung terputar di otak Jioon. Ia akui adegan itu sangat romantis, walaupun jika keseringan melihat dan menjadi obat nyamuk rasanya muak juga. Tetapi, sekarang Jioon bisa melakukan reka adegan itu, walau membutuhkan waktu beberapa bulan setelah akad nikah.

"Lo kesambet setan?"

Tubuh Jioon terlonjak kaget saat melihat Tara yang sudah berdiri di daun pintu kamar mandi. Terlalu fokus membayangkan romantisme Papa dan Mama membuatnya tidak menyadari keadaan sekitar dan senyum di wajah yang ternyata belum juga pudar. "Cepet wudu, gue ambil sajadah di kamar dulu."

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang