Ghistara Ayara Adiputra

5.4K 682 51
                                    

"Buuun, udah nggak zaman jodohin anak sama anak temennya," protes seorang perempuan yang masih berusaha menolak. "Aku masih mau hidup dengan nyaman, masih banyak drama Korea yang belum aku tonton, Bund."

"Kenalan dulu aja, kalo nyaman bisa lanjut, kalo nggak suka, coba pikir-pikir lagi."

"Bunda..., Tara masih muda, masandinikahin." Ghistara Ayara Adiputra, mahasiswi Ilmu Komunikasi semester lima, putri sulung keluarga Adiputra.

"Kalo kamu gak mau, bilang ke ayah."

"Buuuund," rengek Tara yang sudah benar-benar menyerah. "Bunda tau, kan. Ayah kalo udah A, ya, A. Nggak bisa jadi Z."

"Nah, itu tau."

Tara memanyunkan bibir bawahnya. Usia dua puluh tahun bahkan baru ia sandang sebulan yang lalu dan sekarang ia diminta untuk menerima lamaran dari putra teman ayahnya.

Dibandingkan lamaran, Tara yakin ini adalah sebuah perjodohan.

"Malam ini mereka datang, kalo kamu gak mau, kamu bisa menolaknya," kata Bunda yang dengan lembut mengelus-elus kepala Tara. "Bunda gak begitu kenal sama anak bungsu keluarga Parswera, tapi putra sulungnya baik. Berarti didikan keluarga Parswera bagus, kan?"

Tara sudah terlalu lelah menolak, sejak semalam suaranya tidak didengar.

"Udah, ikuti alurnya dulu aja. Bunda sama Tara, kok. Kalo anaknya nggak baik, Bunda yang turun tangan buat nolak."

Tara yakin Sang Bunda hanya menenangkannya, tetapi perkataan Bunda memang cukup menjadi obat penenang. "Malam ini, liat dulu aja calonnya gimana. Tara bisa ngobrol sama dia."

Tara menghela napasnya. "Iya, Bud." Dengan malas Tara menganggukkan kepalanya. "Tara ke kamar dulu, ya."

Setelah izin kepada Sang bunda, Tara langsung berlari menuju kamarnya di area luar rumah utama. Kamar Tara berada di samping rumah, memiliki bangunan sendiri, dekat dengan dapur dan kolam renang.

"Ayah udah nggak bisa dibujuk," gumam Tara. Perempuan itu membuka iPadnya, menuliskan beberapa rencana untuk menggagalkan perjodohannya. "Bunda ..., kayanya cuma bisa bantu kalo Si cowok itu etikanya jelek. Kalo baik, ya, nggak bisa bantu."

Tara menulis nama Bundanya di sebelah kanan, sebagai salah satu nama orang yang bisa membantu, walau memiliki kemungkinan yang kecil.

"Pemeran utama laki-laki!" pekik Tara semangat, ide bagus tiba-tiba saja datang membantunya. "Kalo dia juga nggak mau, kita bisa kerja sama buat gagalin perjodohan ini."

Senyuman di bibir Tara langsung terbit dengan lebar. Secercah harapan sudah ada di depan mata. Ia hanya perlu bekerja sama dengan seseorang yang menjadi korban juga.

"Eh, tapi itu cowok juga nolak perjodohan ini, kan, ya?" Rasa percaya diri Tara seketika sirna. "Oh, pasti dong! Mana ada anak muda zaman sekarang yang nerima perjodohan."

Tara menarik napasnya dalam-dalam, menenangkan rasa khawatir pada dirinya. "Tenang, Tara. Itu cowok juga nggak mau. Dan kita bisa nolak perjodohan gila ini. Semangat!"

***

"Mba, nanti kalo lo kawin, kamar lo buat gue, ya." Tara tentu saja langsung melirik sinis kepada adiknya.

"Kawin, kawin, otak lo rusak!"

Ghilang Arya Adiputra, adik satu-satunya Tara itu memang menyebalkan. Semenjak Si Bungsu masuk SMA, ia sering mengajukan petisi untuk merebut kamar Tara yang terpisah dari rumah utama.

"Mba, mending lo siapin gaya buat malem pertamAAAAA! BUNDAAA, MBA TARANYA, NIIIH!" perkataan Ghilang langsung berubah menjadi teriakan mengadu. Lelaki itu mengalami kekerasan dalam persaudaraan.

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang