10. D-day

3.3K 480 51
                                    

"Senyum napa, Ra. Kagak ikhlasnya keliatan banget." Jioon kembali mengingatkan Tara.

Halaman depan yang terhubung ke kolam renang samping keluarga Adiputra kini sudah berubah menjadi tempat untuk resepsi putri sulungnya. Kolam renang sudah ditutup dengan kaca tebal sehingga bisa dipijak oleh para tamu undangan.

"Bang, Mba, disuruh ganti baju." Ghilang datang dengan setelan jasnya. Remaja itu menjadi salah satu manusia yang paling bahagia. Bukan, bukan karena kamar Tara akan menjadi miliknya. Fakta mengetahui bahwa sekarang Arjioon menjadi kakak iparnya jauh lebih membuat hidupnya bahagia. Sedari dulu ia memang menginginkan kakak laki-laki.

"Mba lo napa, sih?" tanya Jioon. Ia beriringan dengan Ghilang. "Dari tadi cemberut aja."

Ghilang mengedikkan bahunya. "Males jadi istri lo kali," jawabnya asal.

"Iya kali ya," balas Jioon yang ikut dalam pemikiran adik iparnya. "Gue juga pasti males kalo harus jadi istri gue."

"Iya, gue juga pasti males."

Dibandingkan menjadi adik kakak ipar. Otak Ghilang dan Jioon sudah seperti saudara kandung. Mereka satu frekuensi. Kasihan Tara.

"Oh iya, Bang. Gue nitip Mba Tara ya."

Jioon menaikkan sebelah alisnya. Perkataan Ghilang membuat suasana menjadi mellow. "Elah, dikata mba lo jajanan pasar pake dititipin segala," balasnya yang langsung mengembalikan ke suasana awal.

"Dia emang sejenis bacang ayam," balas Ghilang yang mudah terpengaruh. "Liat aja kalo manyun, mukanya jadi segitiga."

Tawa Jioon dan Ghilang dengan kompak terlepas. Dibandingkan dengan Tara, Ghilang sepertinya jauh lebih cocok menjadi pasangan Jioon.

"Nak Jioon belum ganti baju?" Bunda datang dengan kebaya seragam seperti Mama Adel. "Tara lagi ganti di kamar tamu, tuh. Kamu juga ganti bajunya, gih."

"Iya, Bund. Ini juga mau ganti, tadi adu materi lawak dulu sama Ghilang." Jioon dengan cepat menuju kamar tamu yang berubah menjadi ruang ganti untuknya dan Tara. Di dalam sudah ada Tara dan beberapa orang yang sedang merapikan make up-nya.

"Mas, silahkan ganti tuxedo-nya." Seorang wanita memberikan tuxedo merah maron kepada Jioon.

Jioon tersenyum, menerima tuxedo tersebut dan berganti pakaian di kamar mandi yang tersedia. Tak memerlukan bantuan, ia bisa memakainya sendiri dengan cepat.

"Mba, itu suaminya mau dipakein make up juga?"

Tara yang sedang melamun tentu tak mendengar jelas pertanyaan MUA-nya. Suasana hatinya sedang tidak baik, pikiran ia sudah melanglang buana.

"Ra, gue laper. Nyomot persamaan bisa nggak sih?" Jioon keluar dengan pakain yang baru. Perutnya keroncongan, tadi pagi ia tak sempat sarapan.

"Ambil aja."

"Lo mau makan nggak?" Jioon sudah duduk di tempat tidur kamar tamu. "Gue mau minta ambilin ke Ghilang."

"Nggak." Tak banyak kata yang Tara keluarkan. Hari ini ia benar-benar enggan mengeluarkan suara. Untuk tersenyum saja ia malas.

"Lang, gue lapeeer." Jioon merengek saat Ghilang mengangkat teleponnya. "Ambilin gue makanan."

"Makan apaan?"

"Apa aja. Perut gue udah koploan, nih--"

"Eeeh, Mas. Jangan tiduran!" salah satu asisten MUA segera melarang Jioon yang sudah siap berbaring. "Nanti bajunya kusut."

Dengan terpaksa Jioon kembali duduk. Ia memilih untuk menatap lurus, tepat pada cermin yang memantulkan wajah Tara. Mata keduanya tak sengaja saling bertemu di pantulan cermin, tetapi itu hanya sebentar, Tara langsung melirik ke arah lain.

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang