"Adel jangan marah-marah. Lihat keriput diii mataAAAMPUN MAAA!" Jioon langsung melompat saat sang mama melempar garpu ke arahnya. "Buseeet. Mama mau aku meninggoy sia-sia?"
Pagi hari di keluarga Parswera dimulai dengan keributan antara ibu dan putra bungsunya. Jioon yang memulai kerusuhan ini. Mulutnya memancing emosi Mama Adel.
"Pantes aja Tara nggak mau sama kamu," komentar Mama. "Mama juga kalo jadi Tara pasti nolak, sih."
Jioon tak lagi berminat menyahuti perkataan mamanya. Lebih baik ia segera menghabiskan sarapannya sebelum wanita yang melahirkannya ini mengusir ia dari meja makan.
"Kamu tau dari mana kalo Tara nolak Jioon, Ma?" tanya Papa kepada Istrinya. Kepala keluarga Parswera ini memang jarang bergabung dengan kehebohan istri dan putranya.
"Udah keliatan, Pah. Waktu dateng ke sini." Mama dengan menggebu-gebu menjelaskan. "Mama mau bantu bujuk juga nggak berhasil."
Jioon melirik sekilas ke arah Mama. "Mama sok pencitraan," komentar Jioon. "Mana nahan Tara buat nonton drama Korea, padahal dia keliatan banget nggak nyaman."
"Dih, enak aja!" sahut Mama tak terima. "Itu Mama sama Tara kesukaannya sama. Kalo Tara nerima kamu juga pasti kerena dia mau jadi menantu Mama."
Papa ikut mengangguk. "Bisa jadi," jawab Papa. "Soalnya kemarin Papah ketemu sama Tara. Dia nerima Jioon."
"Tuh, kan--EH! NERIMA?" Mama langsung histeris. "Papah serius?"
"Pah, penyebaran berita bohong sekarang ada undang-undangnya," kata Jioon. Ia tak secepat itu percaya. "Apalagi mendustai anak sendiri."
Mama ikut mengangguk. "Mana istrinya juga ikut jadi korban," kata Mama. "Aku udah berharap Tara jadi mantu, tapi dia pasti nggak mau sama Jioon."
Papa tak berminat masuk ke dalam drama pagi keluarganya. "Kamu hubungi aja keluarga Adiputra. Punya nomor telepon istrinya, kan?" tanya Papa kepada istrinya. "Sekalian tanyain agenda ke depannya mau gimana."
"Oke," jawab Mama semangat. "Abis ini aku telpon Tari." Mama menyebut nama calon besannya. Bundanya Tara.
"Kalo bisa ajak ngobrol Tara juga. Pastiin sekali lagi. Takutnya kemarin dia lagi depresi banget sampe nerima anak kita." Walaupun jarang berbicara, tetapi mulut Papa juga tak kalah pedas. Keluarga Parswera memang bertahan hidup dari kemampuan berbicaranya.
Di tengah-tengah diskusi antara sepasang suami istri di meja makan. Ada satu makhluk hidup yang sedari tadi hanya menunduk. Berlagak fokus pada roti bakar, tetapi telinganya sudah memperkuat kemampuan menguping. Jioon mendengar dengan jelas percakapan antara kedua orang tuanya.
"Ma, Pa. Aku berangkat duluan, ya." Jioon langsung menghabiskan air mineral. "Mau bermesraan sama Dospem, nih." Dengan cepat Jioon berlari menuju garasi setelah pamit kepada papa dan mamanya. "Assalamualaikum," ucapnya sedikit berteriak karena sudah berada di garasi.
Wajah Jioon tak terlihat semangat. Kerutan di kening bahkan tampak jelas. Ia mengirim pesan kepada seseorang yang di pagi hari ini sudah membuat ia berpikir keras.
***
From: Kak Arji
Ada di mana? Gue mau ngomong sebentar.Lagi dan lagi, Tara hanya membaca pesan masuk dari Jioon. Ia sedang di perpustakaan kampus. Tempat kesukaannya untuk menunggu kelas berikutnya.
Kak Arji is calling ....
Dengan panik Tara mematikan panggilan tersebut. Ia langsung mengubah mode ponselnya menjadi sunyi. Arjioon memang selalu datang membawa kebisingan di hidup Tara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Julid ARJIOON✓
General FictionDi balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar radio yang selalu membuat tawa orang sekitar itu rupanya tak cukup untuk memberi warna pada hidupnya. Semua rahasia Jioon mulai terungkap ketik...