Chapter 5

5.2K 451 30
                                    

Spread your vote, love, comment in this story too 😄
I hope this story still going fine :)
Happy reading 😆❤

***


Setelah sarapan bersama Rigel tadi, Auriga bergegas untuk siap-siap pergi ke kantor. Rigel juga segera kembali ke flatnya, yang ada di tower sebelah gedungnya. Alasan mereka tidak tinggal seatap karena Rigel berdalih bahwa mereka masing-masing memiliki kehidupan pribadi. Ia ingin menjaga privasi masing-masing, yang sebetulnya Auriga tidak pernah mempermasalahkannya. Tapi alasan Rigel itu ditunjang oleh persetujuan kakaknya, Bella, sehingga baik Auriga maupun Rigel memilih untuk tinggal di flat berbeda.

Auriga memastikan penampilannya maksimal, tidak meninggalkan cacat sebelum berjalan keluar kamar. Di ruang tengah, ia menemukan Arga yang masih terlihat setengah sadar pasca mabuk. Arga hanya duduk bersila di sofa.

"Di dapur ada bubur, bisa diangetin dulu di microwave." Kata Auriga berjalan menuju rak sepatu.

"Langsung ngantor kamu?" tanya Arga kini ikut beranjak mengikuti Auriga.

"Yap. Kamu nggak ngantor?" tanya Auriga tak percaya, "ckckckck. Atasan macam apa, makan gaji buta, ya?" bidiknya sarkas.

Arga menggeleng, "mau tidur bentar deh. Nanti siangan baru ngantor. Ada meeting after lunch. Anyway, who brought porridge? Don't tell me you made it yourself. Aku masih sayang nyawa. I don't want to die because your poisoned food."

"Kalau aku mau ngeracun kamu, dari semalam aja kali. Kamu sadar kalau ngerepotin gak sih." Kata Auriga sambil mendecakkan lidah, Auriga memakai sepatunya, lalu memeriksa penampilannya sebelum mengambil tas dan beranjak keluar. "Jangan lupa pastiin semuanya mati sebelum pergi."

"Ay ay, Captain!" Arga membeo sambil menunjukkan sikap hormat pada Auriga.

Setelah Auriga pergi, Arga berjalan menuju sofa, mencari keberadaan ponsel yang semalaman mati. Arga mencari wireless charger milik Auriga, meletakkan ponselnya sebentar disana. Tidak lama setelah itu benda itu menyala, menunjukkan beberapa notifikasi yang berasal dari grup kantor, juga calon tunangannya Limar.

Limar mengabarkan kalau ia dan teman-temannya sudah memutuskan untuk liburan ke Bali-karena waktu yang singkat-akhir minggu ini. Arga menyetujuinya, ia juga bertanya apakah ia perlu ikut, dan balasan seketika langsung datang, membuat senyuman Arga menghilang seketika.

Bagaimana bisa ia lupa kalau Limar selalu mendahulukan sahabat sebelum dirinya. Ia mendecak sebelum membiarkan benda itu di tempatnya. Ia berjalan menuju sofa dan membaringkan diri lagi.

***

Auriga memarkirkan mobilnya ke parkiran khusus jajaran direksi. Sesaat sebelum masuk kedalam bangunan, Auriga tak lupa menyapa satpam yang berjaga disana. Ia berjalan santai menuju lift yang biasanya penuh sesak di jam masuk seperti ini. Auriga harus mengabaikan puluhan pasang mata yang tampak menghamba menatapnya. Rata-rata pandangan itu ia dapatkan dari para pegawai kantor wanita di seluruh kantor yang bermarkas di gedung skyscraper ini.

Awalnya Auriga merasa tidak nyaman dengan tatapan itu, tapi lambat laun ia jadi terbiasa, dan satu hal yang selalu ia lakukan adalah mengabaikannya. Padahal kantor ini juga tidak kekurangan pegawai laki-laki, tapi tetap saja dimanapun ia berada atensi selalu tertuju padanya. Singkatnya, ia selalu menjadi center of attention, tanpa diminta, tanpa usaha.

Auriga memilih berdiri di pojok paling dalam-karena kantornya yang terletak di lantai 22-memberikan ruang untuk para pekerja lain masuk memenuhi lift. Selama didalam lift, Auriga juga tidak jarang mendapatkan sapaan terang-terangan dari seluruh pegawai-meskipun bukan pegawainya. Auriga membalas mereka dengan senyuman singkat, kadang anggukan kepala tanda sopan. Ia jadi heran, bagaimana bisa mereka mengenal dirinya.

Better Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang