Ritual pagi kalian sebelum beraktifitas yg wajib dilakukan selain mandi apa guys???
Jangan lupa tinggalkan vote, komen, kritik, dan sarannya yaa 🤗
Happy reading ❤***
MacBook di hadapan Auriga masih sedia menemaninya melakukan zoom meeting bersama beberapa kolega bisnisnya. Padahal jelas-jelas Auriga sudah memberikan perintah pada Frans agar mengosongkan agendanya beberapa hari ini. Setidaknya sampai ia menunaikan kewajiban sebagai bestman yang dipilih Arga—hingga tuntas. Namun bukan namanya bos jika ia bisa dengan mudah memangkirkan tanggungjawab. Belum sehari, Frans, Wina dan Rani bergiliran untuk mengabsen pekerjaannya. Jadilah ia suntuk duduk disudut kamar sembari mengawasi dan mendengarkan pemaparan tentang proyek yang masih berjalan.
Masih belum lama, ia melihat Brian keluar dari kamar mandi. Brian bahkan sempat bersiul bahagia sambil mengatur rambutnya yang sedikit basah. Ia juga berpenampilan lebih dari biasanya. Brian tidak suka memakai pakaian warna gelap, Auriga tau itu, tapi sekarang Auriga melihat Brian memakai kaos polo berwarna biru muda. Auriga menonaktifkan suaranya sebentar—mem mute—speakernya. Ia memandang kearah Brian yang sibuk menyemprotkan parfum ke tubuh.
“Mau kemana?”
Brian menoleh, mendapati pandangan Auriga yang tertuju padanya. Ia menatap layar MacBook yang masih terbuka, lalu menjawab, “Nggak meeting kamu?”
“Ini, masih.” Jawab Auriga tenang.
Brian menyelesaikan penyemprotan parfum, atau lebih persis menyemplungkan diri ke parfum karena kelakuannya menyebabkan seluruh ruangan beraroma yang sama dengannya. “Eehehehe, mau ke lantai bawah. Ke kamarnya Nirbana.”
Mendengar nama itu disebut, Auriga langsung terkesiap. “Ngapain?” tanyanya.
“Entahlah. She asked me for a favor.”
“Kamu aja?” tanya Auriga lagi.
“Are you going with me?”
“Sekarang?”
Brian menatap arlojinya, “yep. She did call me some time ago. Mungkin dia sudah sampai.” Ia menatap Auriga yang tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi sepertinya ia masih terlihat sibuk dengan tumpukan berkas dan Macbooknya. “Pekerjaanmu sudah selesai?”
“Not yet.” Jawab Auriga yang terdengar sedikit lesu.
Brian mengerutkan kening, “kalau begitu aku pergi sendiri. Dia ada dikamar, hm, berapa tadi? 622. Nyusul aja nanti.” Jawabnya sambil memeriksa layar ponsel.
“Kamu sudah mendapat nomornya?” tanya Auriga heran. Padahal ia kira hanya orang tertentu saja yang bisa mendapatkan nomornya. Ia tidak menyangka kalau wanita sinis itu memberikan nomornya kepada orang asing dengan sembarangan. Padahal kalau diingat lagi, ia juga sembarangan memberikan nomor telepon lewat sticky notes waktu itu.
Brian mengangguk, “apa itu penting? Lebih baik kamu berkonsentrasi. Aku tidak mau mengganggumu lagi. Good luck, bro.” Brian berjalan melenggang keluar dari kamar. Ia kembali bersiul selagi memainkan ponsel dan mengecek penampilannya.
Auriga kembali memfokuskan diri pada meetingnya. Ia tahu kalau ucapan Brian benar, ia perlu berkonsentrasi pada pekerjaan. Tapi anehnya setelah Brian pergi, ia sama sekali tidak bisa memfokuskan diri. Ia beberapa kali memikirkan kira-kira apa yang dilakukan Brian dikamar Nirbana? Kenapa mereka tidak bertemu di resto, lounge, atau taman gitu? Apakah tidak ada tempat lainnya lagi? Kamar? Itu tempat paling private yang dimiliki seorang wanita. Semakin memikirkannya, emosi Auriga semakin menggulung. Rasa penasaran bercampur sedikit marah dan kecewa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Better Together [END]
ChickLitNirbana Jenar Kalingga memutuskan pertunangannya satu bulan sebelum sahabatnya menikah. Alasannya karena mantan tunangannya, Dito Firnando, yang sudah gila! Mungkin dia yang gila karena sudi untuk betunangan dengan biang keladi perusak rumah tangga...