Chapter 12

3.9K 432 31
                                    

Don't forget to spread love, vote, comment in this chapter too
Thanks for always give me support
Please let me know if you have anything to ask for 😆
Happy reading ❤

***

Permainan kucing-kucingan dengan Dito tidak bisa diperpanjang lagi. Dito bahkan sudah berani untuk mendatangi rumahnya terang-terangan—untung saja ketika Nirbana sedang tidak berada dirumah. Pertama, Dito hanya bertemu Mbok Jar yang sudah diberi pesan Nirbana untuk menolak kehadirannya, selanjutnya Dito bertemu dengan Ragha yang berbasa-basi sebentar. Nirbana saat itu sedang ada kegiatan sosial waktu weekend sehingga ia bisa lolos dari kejarannya. Yang ketiga kali—pas acara pernikahan Limar. Ragha bahkan sempat bertanya kenapa bukan Dito saja yang menjadi pendamping—bahkan dia tidak terlihat sepanjang acara. Untungnya Nirbana masih bisa ngeles dan Ragha percaya. Keempat kalinya, Dito terang-terangan menelepon Rissa—yang menurut Rissa itu menganggu. Kini Dito bahkan menghampirinya ke sekolah, restricted area yang harusnya tidak ada hal-hal buruk dikehidupan pribadi yang menganggu. Dan Dito melanggar aturannya.

Nirbana menatap Dito dengan tatapan memicing—kala menemukan laki-laki itu dengan tubuh semakin mengering dalam balutan kemeja kerja. Dito bahkan masih kerja, tapi kenapa dia berani menghampirinya kesini—siang bolong seperti ini. Tidak sopan. Seandainya saja ia menerima tawaran Mrs. Shanty untuk ikut mendampingi anak olimpiade, pasti ia bisa keluar dari situasi menyebalkan ini.

Mereka kini sedang duduk di area tamu—dekat kantor TU administrasi. Nirbana mengangkat tubuhnya, “jangan bicara disini, kita keluar.” Katanya dingin.

Dito tidak balas menjawab. Ia mengekori Nirbana yang membawanya menuju ruangan yang lebih private. Ada area UKS, penjaganya yang kebetulan adalah teman dekatnya di sekolah. Nirbana bertanya apakah ada pasien siang itu, dan Anna—penjaga UKS mengatakan tidak. Nirbana meminta tolong agar ia diberikan ruang private beberapa menit saja. Anna setuju, ia akan memanfaatkan waktu itu untuk pergi ke foodcourt.

Kini mereka duduk saling berhadapan di UKS, keduanya saling menatap—hanya dibatasi oleh meja kayu setinggi pinggul. Setelah memastikan mereka berdua mendapatkan ruang privasi, Nirbana memulai pembicaraannya. Ia tahu kemungkinan kalau ruangan ini pun disertai CCTV tapi setidaknya ia tidak berada di ruang tamu TU—dimana  pasti banyak orang yang berlalu lalang melihat mereka.

Hal terakhir yang Nirbana inginkan adalah menjadi bahan gosip disekolahnya sendiri. Maka dari itu sebisa mungkin ia memisahkan masalah pekerjaan dan pribadi. Hal itu baginya sangat penting, hingga dari awal ia pernah mengatakannya pada Dito kalau mereka sebisa mungkin saling menjaga profesionalitas kerja. Kali ini Dito melanggarnya, entah karena Dito lupa atau Dito memang dari awal tidak pernah menganggap semua ucapannya.

“Jadi apa maksud kamu kesini?” tanya Nirbana dengan nada yang dibuat sedatar mungkin. Sebenarnya dari tadi Nirbana sudah menahan emosi yang menggulung-gulung dalam kalbu, tapi ia berusaha menahannya.

Ia tidak mau dicap sebagai guru yang tidak tau sopan santun—meskipun ia rasa ia tidak perlu menjaga sikap dihadapan manusia tengik semacam Dito.

Dito tersenyum sekilas, memperlihatkan wajah yang dulu Nirbana selalu suka. Tapi kini matanya terlihat kosong, seolah melihat cangkang tanpa isi. “I missed you, a lot.” Kata Dito, dalam dan lirih.

Nirbana menghembuskan tawa diudara, ia mengeratkan tangannya membentuk bogeman—berusaha menjaga agar tangan itu tidak melayang menampar pipi Dito yang ada dihadapannya. Ia mencoba tampil baik, tapi Dito masih sama busuknya.

Better Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang