Chapter 8

5.6K 526 15
                                        

Haloo everybody 😍😆
Kalian kalau Senin pagi biasanya sering goodmood apa badmood??
Jangan lupa vote, komen, kritik, saran  ya, guys 😆😍
Thankyou for still waiting the story 😍🤗
Happy reading ❤

***


Jum’at sore sepulang sekolah, Nirbana sudah dijemput oleh Abinaya untuk bergegas menuju hotel. Malam ini adalah acara bridal shower yang direncanakan dengan diam-diam. Esok—tepatnya pukul 10 pagi, sahabat mereka yang lain, Limar akan resmi menyandang status sebagai Nyonya Hadinata—sebagai cucu menantu konglomerat perusahaan ternama di bidang tekstil. Time flies so fast, belum lama sejak mereka liburan ke Bali—untuk membicarakan ini, beberapa hari kemudian Arga sudah melamar Limar. Desakan Arga dan keluarganya untuk segera menggelar pernikahan juga disambut baik oleh Limar—walaupun dalam masa persiapannya Limar sudah mirip seperti orang gila karena persiapan pernikahan yang seharusnya dilakukan berbulan-bulan sebelum acara dimampatkan menjadi kurang lebih satu bulan saja. Untungnya segala venue dan vendor acara bisa di-booking dalam waktu mepet karena bertempat disalah satu hotel yang dikelola keluarga Limar, juga vendor acara milik kenalan kakak Limar. Itu merupakan sekian dari banyaknya keberuntungan hingga acara benar dan bisa dilaksanakan dalam waktu dekat.

Nirbana sudah membawa tas ransel berisi pakaian santai dan tidur untuk menginap di hotel. Meskipun ia rasa tidak perlu, tapi Limar bersikeras untuk membooking semua kamar yang ada  di dua lantai atas ballroom sebagai keperluan menginap keluarga dan kerabat jauh. Ia menghampiri mobil civic putih milik Abinaya.

Abinaya terlihat santai dengan celana kapri berwarna hijau dan cropped top warna yang senada, lengkap dengan sandal berwarna kuning menyala. Nirbana mendecakkan lidah, melihat tampilan eksentrik sahabatnya selagi melemparkan tas ke kursi belakang.

“Apaan sih?” tanya Abinaya risih karena Nirbana yang memberinya tatapan aneh.

Nirbana menarik seatbelt, “nggak. Nggak ada gitu pakaian yang lebih hmmm, anget?” tanya Nirbana setelah berusaha memilih kata yang tepat. Bagaimana bisa Abinaya tidak pernah masuk angin padahal hanya menggunakan pakaian dengan bahan kain yang minim—yang hanya menutup tubuh sampai perut dan itupun tidak sempurna.

“Yee, Bu Guru, ini tuh style ya. Style yang up to date,” sindir Abinaya, “mana ada a career woman jaman now yang pakaiannya kalem-kalem? Ya yang begini itu, lebih fresh and free kali. More attractive and so sexy, ye kan?”

Nirbana tidak mau kalah, ia balas mencibir, “iya, freshnya sampe masuk angin.”

Meledaklah tawa Abinaya mendengar cibiran Nirbana. “Kamu tuh salah gaul, Nir. Sesekali perlu lah, clubbing, lihat gimana pakaian wanita yang juga normal diumur kita gini.” kata Abinaya tersenyum, “well, girl, dunia nggak hanya ada yang terang doang, ada sisi gelapnya juga. Nggak melulu yang terang itu selalu terbaik, belajar dari sisi yang gelap juga nggak salah.”

Nirbana mendengus, “of course lah, kalau nggak ada malam, masa ia kita melek terus sepanjang hari. Ngada-ngada nih kamu.”

Abinaya tertawa, “Kalau gitu fix dong, mau ikut aku sesekali jalan clubbing?” tawar wanita itu sambil menaikkan alisnya. “Kalau dulu pake alasan ada penjaga, si Dito yang nggak pernah neko-neko. Larang ini itu, udah rempong banget.  Eh kamu turutin, dianya yang brengsek. Dia sendiri yang aneh-aneh. Emang sialan tuh.”

Nirbana bergeming, masih memikirkan dengan baik tawaran itu. “Oke, dipikir-pikir dulu kali ya.” jawab Nirbana pada akhirnya.

Abinaya terkekeh, “iyain aja kenapa sih. Kan ada guardiannya kamu, ada aku yang bisa diandelin.”

Better Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang