Chapter 23

3.3K 324 4
                                    

Arabella mengajak Nirbana dan Auriga menuju backstage dimana teman-temannya yang lain sudah berkumpul. Sebelumnya ia sudah diberi id card panitia oleh Varel yang kebetulan memiliki pekerjaan sampingan disini—juga access pass dari pemain band, yakni Mr. Oliver. Untuk sejenak, Nirbana dapat melupakan awkward moment yang baru saja ia alami bersama dengan Auriga.

Backstage dipenuhi oleh gerombolan orang yang bersiap untuk tampil dan beberapa panitia yang tampak sibuk kesana kemari. Mr. Oliver tersenyum sumringah kala melihat Nirbana datang dan melambai bersemangat padanya. Kegiatannya yang sedang menyeka keringat terhenti.

Miss, saya kira anda tidak akan benar-benar kemari.”

Nirbana tersenyum sopan, “saya sudah diundang, tidak mungkin kan, menolak undangan Mr. Oliver begitu saja.” ucapnya dengan ramah.

“Mr. Oliver, look at him! Dia pacarnya Miss Nirbana!” celetuk Arabella yang langsung mendapat cubitan kecil dibagian pinggang yang berasal dari Monika. “Aww... It’s hurt Mon!!!!” pekiknya.

Monika mengarahkan pandangan tajam pada Arabella—seolah memberikan kode agar mereka tidak ikut campur dengan permasalahan orang dewasa. Walau Monika belum tahu pasti apa hubungan antara donatur mereka dengan Nirbana, tapi melihat orang itu mau berdesak-desakan sampai kesini untuk Nirbana jelas membuat kesan lain untuk Monika. Monika tau kalau donatur mereka ini memiliki kesan yang lebih pada Nirbana.

“Arabella, bisa temani aku pergi ke toilet?”

“Yuk, aku juga kebelet nih.” timpal Eva yang seolah bisa membaca situasi dengan tepat. Arabella tampak enggan beranjak dari tempatnya, tapi Eva dan Monika berhasil menyeret gadis itu untuk meninggalkan ketiganya.

Nirbana hanya memandangi muridnya dengan tatapan aneh. Ia tidak bisa mengerti apa maksud tindak tanduk mereka yang terasa mengganjal. “Ada apa dengan mereka?” tanya Nirbana pada kedua laki-laki yang ada di hadapannya, tapi tak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaan itu.

“Ehm... Miss, dia ini...” kata Mr. Oliver yang kini memandang ramah kearah Auriga. Auriga hanya memasang wajah datar sebagai balasan—asal tahu saja Auriga sama sekali tidak menyukai keberadaan laki-laki dihadapannya, terlebih fakta kalau hampir setiap hari Nirbana bisa terus bersama dengan laki-laki bermata biru dengan perawakan tubuh tinggi kurus seperti bule ini.

“Ah, kenalkan, dia Auriga. Dia donatur acara kita. Kebetulan dia juga tetangga saya, jadi...”

“Kami memutuskan untuk pergi bersama. Ya kan? Kalau bisa dibilang, seperti mirip kencan—saat kita masih berdua tadi—Aww!!” sambung Auriga yang langsung dicubit pinggangnya oleh Nirbana.

“Ngomong apa sih, ngaco!” kata Nirbana kesal selagi melepaskan tangannya dari pinggang Auriga. Nirbana memasang wajah galak—memberikan kode agar Auriga tidak mengatakan hal yang aneh-aneh di hadapan Mr. Oliver. Bagaimana tidak, kalau sampai Mr. Oliver tau dan menciptakan gosip di sekolah, bisa langsung hancur reputasinya.

“Aduh, sakit Nir, ya ampun sadis banget!” Auriga masih mengelus bekas cubitan cabe Nirbana. Ia menahan tangan Nirbana dengan tangan kirinya, sedang yang kanan. Tangan Nirbana yang awalnya hanya ia tahan, kemudian ia genggam. Auriga tersenyum saat menyadari kalau Nirbana juga tak kunjung mengibaskan tangannya seperti waktu itu.

“Nggak usah hiperbolis. Nggak sesakit itu kok.”

“Ya, nanti kalau dirumah muncul bekasnya gimana? Kamu mau tanggung jawab?”

Nirbana mencebikkan bibirnya, merasa kesal karena Auriga sama sekali tidak pernah mau mengalah dengannya. Merasa malu karena tingkah mereka mirip anak SD yang sedang beradu mulut, Nirbana memutuskan untuk mengakhiri perdebatan mereka.

Better Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang