Chapter 43

2.9K 271 6
                                    

Happy reading!
Sorry for typos 🤪

***

Setelah hanya berdua di ruang tamu, Auriga langsung berhambur memeluk Nirbana. Mendekap wanitanya dalam pelukan hangat. Menciumi puncak kepalanya. Sudah sangat lama sejak ia bertemu dengan Nirbana yang mendadak sibuk bukan main. Auriga mencoba untuk berpikiran positif kalau Nirbana memang sibuk, bukan karena menghindarinya. Auriga menghirup aroma Nirbana dalam-dalam sebelum melepaskannya.

“Aku kangen banget sama kamu,” kata Auriga dengan tulus. Auriga sungguh-sungguh mengatakannya, ia bahkan ingin Nirbana tau kalau ia benar-benar merindukannya dan jika harus disuruh bertahan lebih lama untuk tidak bertemu Nirbana, Auriga tidak akan mampu.

“Aku juga,” balas Nirbana lirih, ia menyentuh pipi Auriga dengan telapak tangannya.

Auriga ikut memegang tangan Nirbana yang ada di wajahnya, menahannya agar tangan itu berlama-lama membelainya.

“Gimana kerjaan kamu?” tanya Nirbana setelah puas menyentuh Auriga. Tangannya tidak lagi ada di wajah laki-laki itu, namun Auriga masih menggenggamnya. Seolah-olah tau kalau Nirbana bisa sewaktu-waktu melepaskan pegangannya ini.

Auriga menggeleng, “aku nggak mau ngobrolin kerjaan. Kamu susah banget ditemuin. Jangan bilang sibuk lagi, aku udah capek sama alasan kamu,” protes Auriga terang-terangan.

Nirbana tersenyum miris. Lantas alasan apalagi memangnya yang bisa ia katakan pada Auriga? Kalau ia sengaja menghindarinya selagi menunggu waktu yang tepat untuk menjatuhkan bomnya?

Auriga menggenggam kedua tangan Nirbana dengan tulus, saat itulah ia menyadari kalau Nirbana tidak memakai cincinnya. Auriga refleks melirik leher Nirbana. Kalung pemberiannya juga tidak dipakai.

“Cincin kamu kemana? Kamu juga nggak pakai kalungnya?” tanya Auriga dengan curiga.

Nirbana merasakan hatinya diremas ketika menyadari ada perasaan kecewa yang ada di raut Auriga. Nirbana tidak berniat untuk menyakitinya. Tapi hanya dengan mendengar Auriga seperti ini saja Nirbana sudah menciut.

“Auriga, ada yang mau aku obrolin sama kamu,” kata Nirbana tidak bisa menahan lagi emosi yang terpendam dalam hatinya. Ia mulai merasa hatinya berdegup kencang, wajahnya memanas. “Dengerin aku dulu ya?” tanya Nirbana setelah beberapa saat terdiam tanpa kata.

Nirbana menggenggam tangan Auriga, lalu berusaha untuk menatap laki-laki itu, meskipun ia jelas tidak bisa lagi menyembunyikan raut sedihnya, “Ga, kita nggak bisa bareng lagi. Kita nggak bisa lanjutin hubungan ini. Aku punya alasannya.” Kini gumpalan air di pelupuk mata Nirbana semakin menumpuk.

“Aku mau kita putus, Ga,” dengan pilu Nirbana mengatakannya pada Auriga.
Tidak seperti dugaannya, Auriga tidak terlihat terkejut sama sekali. Ada raut bingung, tapi Auriga bisa mengontrol ekspresi dan emosinya dengan baik.

“Apa alasannya?”

Nirbana menatap Auriga, “aku… udah nggak suci lagi. Ada hal yang nggak bisa aku jelasin ke kamu. Maafin aku. Ini semua memang salah aku. Aku nggak mau kamu ikut menanggung kebodohan aku.”

“Apa ini soal Dito?” tembak Auriga yang langsung mendapat wajah seratus persen terkejut dari Nirbana.

“Aku tanya kamu, ini tentang Dito?”
Nirbana mengangguk tipis.

Auriga menghela nafas panjang, “aku udah pernah bilang sama kamu kan. Kalau kamu mau berurusan sama dia, kamu harusnya bilang ke aku, Nir! Kamu anggap omonganku itu apa? Omong kosong? Buat comfort kamu aja?” Auriga tidak bisa lagi menahan composurenya.

Better Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang