Chapter 7

5.6K 541 33
                                        

Happy reading ☺❤

***


Ponsel yang ada di daun telinga kanannya terus saja mengeluarkan suara cempreng-omelan yang memekakkan telinga. Bagaimana tidak, Limar masih memarahinya hanya karena ia terjebak macet dijalan. Anak itu sungguh tidak tau kondisi lapangan, dimana dijam-jam semacam ini, jalanan dari sekolahnya menuju hotel ini begitu padat.

Demi menghindari macet, ia bahkan memilih untuk meninggalkan mobilnya di sekolah-memilih lajur tercepat yakni ojek online. Hanya kendaraan roda dua dan kelihaian driver ojol yang mampu menelisip diantara puluhan mobil box dan trek tronton yang memenuhi jalanan sekitar Wiyung.

Kalau saja bukan demi calon manten yang sudah meninggalkan missed call sebanyak 15 kali-dalam waktu setengah jam, saat Nirbana menunggu ruang tryout CBT-ia tidak akan mau berjemur dibawah terik matahari, diterpa angin panas yang sarat akan debu kotor yang dibawa mobil-mobil itu.

Nirbana mendecak kesal menunggu pintu lift yang tak kunjung terbuka. Ditangan kanannya, ia menggenggam ponsel. Slingbagnya bergantung di pundak kanan. Ia mengetikkan chat balasan WhatsApp pada Limar yang mengabarkan kalau dia baru saja sampai-dan sedang berada dilantai bawah hotel.

Nirbana J.K : Iya, bawel. Masih dilantai bawah ini, nunggu lift sayang.

Nirbana melihat pesannya langsung centang dua biru, dan Limar terlihat mengetik balasan saat ia mendengar bunyi 'TING' pertanda lift terbuka.

Tanpa mengawasi sekitar, Nirbana berjalan maju masuk kedalam. Ia tidak memperhatikan orang lain yang juga berada disana. Nirbana langsung melihat kearah tombol lift, ia hendak menekan tombol 5 tapi ternyata nomor itu sudah terlebih dulu menyala.

Pesan balasan Limar sudah terbaca olehnya, tapi Nirbana belum membalas, Limar langsung meneleponnya.

Nirbana mengusap panggilan, menempelkan benda yang terasa panas karena radiasi-ditelinga lagi. "Ya ampun sayang, kok nggak sabaran banget sih. Ini tuh lagi naik, tuh, tuh, masih lantai 1. Tunggu 4 lantai lagi, yang sabar dong ah."

"YA GIMANA MAU SABAR! KAMU TUH UDAH YANG TERKAHIR YA DATANGNYA. TELAT HAMPIR SATU JAM PULA!!!" Suara Limar yang menggelegar langsung membuat Nirbana menjauhkan ponsel dari telinganya.

Nirbana meringis menatap layar ponsel, dan langsung menariknya lagi saat ia tidak segaja mengarahkan ponselnya pada seseorang yang turut berdiri di dalam lift. Nirbana menunduk sebagai permintaan maaf, tapi belum juga menempelkan benda itu ke telinganya lagi karena Limar masih mengomel.

"JANGAN PAKE ALASAN NYASAR. KITA UDAH KESINI DARI JAMAN TK YA. KALAU KAMU CARI ALASAN YANG ELIT DIKIT. BURUAN KESINI. KALAU NGGAK GAUN KAMU LANGSUNG DI ACC AJA DEH, BIAR KEDODORAN KAYAK DASTER AKU JUGA NGGAK MAU PEDULI LAGI!!!"

Nirbana nyengir garing-yang dibalas dengan tatapan aneh dari laki-laki itu. "Sorry, teman saya memang agak-agak..." Nirbana melanjutkan ucapannya dengan menaruh telunjuknya didepan kening sambil menarik garis miring.

Laki-laki itu tersenyum simpul, tapi tidak menanggapi ucapannya. Nirbana mengawasi sekilas laki-laki ini. Memakai kemeja berwarna hitam dengan celana kain lengkap dengan sepatu kulit yang Nirbana taksir harganya lebih mahal dari gaji juga insentif tunjangannya. Belum lagi jam tangan yang menyembul di pergelangan tangannya, tipe jam tangan yang pasti membuat Ragha ngiler dengan harganya.

Tanpa sadar Nirbana tersenyum miring, memperkirakan berapa budget yang harus dihabiskan untuk outfitnya sekarang. Siapapun orangnya, kalau ditunjang dengan style yang oke dan barang ekslusif semacam ini pasti terlihat ganteng.

Better Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang