Mesra
"Di balik senyum seseorang ada hati yang sedang bersedih."
***
Siang itu kelas sudah sepi, semua siswa sudah pulang. Aku juga mau pulang. Kumasukkan semua bukuku dan menenggak habis isi kaleng sodaku. Kulihat Freya yang masih asik dengan sketsanya.
"Semua anak udah pulang. Lo nggak pulang, Fre?" tanyaku seraya menutup tas.
"Gue lagi nunggu Refo. Lo pulang aja, nggak apa-apa," sahutnya masih fokus ke mejanya.
Aku menghampirinya. "Lagi gambar apa, sih?"
"Refo," jawabnya manis.
Kutatap gambar yang sedang dikerjakan Freya. Masih setengah jadi, tapi sudah terlihat jelas itu siapa. Freya memang pelukis yang hebat. Lukisan Refo yang sedang tersenyum mengenakan jersey basket sekolah. Dia terlihat sangat tampan.
Buku gambarnya penuh oleh sketsa Refo. Ada lukisan Refo sedang makan bakso, bengong, bermain gitar, memakai seragam pramuka, dihukum hormat pada bendera, dan masih banyak lagi. Tetapi, favoritnya adalah saat ia bermain basket. Tepatnya, saat ia melayang di udara memasukkan bola ke keranjang, seperti terbang. Pose favoritku juga.
Aku lebih mengenal Refo kebanyakan lewat curhatan Freya. Refo itu begini, Refo itu begitu. Aku sudah layaknya tempat sampah bagi Freya saat ingin mencurahkan isi hatinya. Tak apa, aku dengan sedang hati menerimanya. Itulah gunanya bestie, kan? Lagian aku menerima sampah yang bagus.
Dari cerita Freya, aku jadi tahu Refo itu orangnya seperti apa, bahkan hal-hal kecil darinya. Seperti, Refo ternyata bisa main gitar, makanan favoritnya mie, keluarga Refo punya toko pigura dan album foto di depan rumahnya, selain basket ia juga hobi bermotor, ia takut cicak, bahkan aku tahu fakta kalau Refo suka mengupil sembarangan. Sampah-sampah itu aku tampung dan menyimpannya dalam hati. Sampah-sampah yang berharga.
"Hei."
Orang yang sedari tadi dibicarakan tiba-tiba datang dan menghempaskan seluruh bawaannya di atas meja. Dia bau keringat dan matahari, bau yang aku sukai. Dia mengecup begian atas kepala Freya dan meneguk habis isi kalengnya. Beginilah mereka, yang lain tak dianggap. Dunia serasa milik berdua.
"Hai, Re," aku menyapanya dan dibalas senyuman hangat.
"Lagi gambar apa, Fre?" Refo menyampirkan sebelah tangan di bahu Freya dan melongok melihat sketsa yang sedang Freya kerjakan.
"Kamu," jawab Freya centil.
"Hidungku nggak segede ini, deh," Refo mengeluh, kebiasaannya menggoda Freya walau dia tahu sketsa Freya selalu sangat detail. Lalu, dikecupnya hidung Freya sambil berkata, "Bercanda, deh."
Aku menelan ludah kelu. "Gue pulang dulu ya, Fre... Re..."
"Oke," sahut Freya sambil melingkarkan jari telunjuk dan jempolnya.
"Hati-hati ya, Kinny..." seloroh Refo dengan menekankan kata 'Kinny', mengejekku.
Aku senyum manis ke Freya dan mendesis untuk Refo. Dia selalu saja menjahiliku. Kuambil tasku, dan berlalu pergi. Sambil melangkah aku dapat mendengar percakapan mereka samar-samar.
"Capek ya, habis latihan basket?"
"Iya. Pulang, yuk?"
"Sekalian mampir ke Kedai Bamboo, ya?"
"Sip!"
Aku bosan melihat mereka selalu bermesraan. Harus kuakui, aku cemburu. Tapi, apa yang bisa aku lakukan? Nothing.
❄❄❄
Hari Senin sebelum upacara, aku langsung ditarik oleh Freya yang ingin menyontek PR fisikaku begitu aku tiba.
"Gue nomor enam sama delapan nggak paham sama sekali. Di soal sama yang di contoh beda banget," keluhnya sambil menengadah menantikan buku PR fisikaku.
Kutepuk tangannya dengan buku fisikaku. "Nih!"
"Thanks." Dia menyeringai.
Dengan cekatan dia menyalin jawabanku ke bukunya, sesekali bertanya kenapa hasilnya bisa begini. Ya... senggaknya dia mau mengerti walaupun menyontek.
"Woi! Lagi apa, nih?!"
Refo tiba-tiba datang sambil menggebrak meja, membuat kami terlonjak kaget.
"Kamu ini, Re. Kecoret kan jadinya!" Freya mengomel.
Refo menyeringai, lalu mengelus rambut panjang Freya sambil bilang, "Maaf, sayang. Bercanda. Lagi ngerjain apa, sih? Emang ada PR, ya?"
Freya sukses memukul kepala Refo dengan pensilnya. "Kebiasaan. Kalau ada PR lupa ingatan. Aku mau selesai nih, contek aja punyaku ntar."
"Makasih," sahut Refo sembil melingkarkan lengan di bahu Freya.
Pagi-pagi begini mereka sudah bermesraan nggak peduli semua siswa yang ada di kelas melirik mereka, dan aku yang cengo tepat di depan mereka. Emang kita semua pajangan apa? Nggak sopan!
Tapi itu sudah hal yang biasa. Asal tahu aja, Refo dan Freya adalah penganut sejati public displays of affection. Keduanya sering tertangkap sedang sembunyi-sembunyi berpelukan di balik tangga. Freya sering melompat memeluk Refo dari belakang untuk mengejutkannya, dan sebaliknya, Refo sering mendadak mendaratkan kecupan di pipi pacarnya itu.
"Eh, Kin. Ada cinema baru, gue sama Freya mau ke sana pulang sekolah nanti, lo mau ikut?" celetuk Refo padaku tiba-tiba.
"Ah, nggak, ah. Bosen gue jadi obat nyamuk mulu," aku menolak dibalut candaanku.
Refo mendengus. "Makanya cari pacar biar bisa double date," ejeknya sengit. "Yang, cariin dia pacar dong. Kasihan temen kamu ini jomblo terus," kini dia menoel Freya.
"Kamu tau sendiri kan, Re. Kin ini suka mati kutu kalo berhadapan sama cewek," gumam Freya. "Eh, tapi di OSIS ada cewek yang nanyain dia terus. Namanya Naya."
Mata Refo seketika berbinar. "Oh, ya? Kelas apa?"
Aku segera menepuk meja. "Emang kalian mau nonton film apa?" tanyaku mengalihkan topik.
"Action thriller," celetuk Refo bersemangat.
"Eeeehhh..." Freya mulai protes.
Freya itu paling nggak suka film gory yang sadis, dia lebih suka film rom-com, segala sesuatu yang romantis. Sementara Refo lebih suka komedi yang menyenangkan, kalau nggak ya sesuatu yang berbau ekstrem-action yang mendebarkan.
"Kamu tau kan aku paling nggak suka film begituan, bikin mual kalau lihat kepala pecah. Kita nonton film drama aja, yah. Please, please, please." Freya setengah merengek.
Sebenarnya aku sering diajak nge-date oleh mereka. Sebisa mungkin aku menolak, tapi kalau sudah kehabisan stok alasan dan Freya merengek memaksa, ya terpaksa aku ikut. Merelakan mataku panas beberapa jam kedepannya.
Yang paling membuatku sebal adalah mereka terlalu riweh menentukan mau nonton film apa, menghabiskan waktu di depan layar jadwal film yang ditayangkan. Tinggal nonton aja harus jadi drama dulu. Dasar sejoli!
"Ya sudah, iya," ujar Refo lembut diakhiri kecupan di kening Freya.
Freya menggeliat kegirangan, sejenak melupakan PR-nya.
Lama-lama mataku ini bisa kisut kalau melihat mereka bermesraan begini terus. Tapi, nggak biasanya Refo mengalah secepat ini, biasanya harus berargumen dulu. Tapi, kali ini dia mengalah tanpa perlawanan.
Aku menatapnya lamat-lamat, merasa ada yang mengganjal. Kutemukan dari sorot matanya yang selalu teduh dan riang, ada hal yang nggak biasa. Seperti lelah akan seseuatu.
Refo letih. Aku tahu itu.
🌈🌈🌈
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Stay With Me
RomanceNamaku Kin Xue Ardiansyah. Si Chindo genius yang kata orang wajahku ini imut. Dan, aku benci sebuatan itu, aku ini ganteng. Aku ingin menceritakan sebuah kisah yang kuharap bisa membuka sudut pandangmu terhadap homoseksual. Aku ingin menghibur dan m...