Keping 36

977 73 1
                                    

A Losing Game

"Sehebat-hebatnya seseorang menunggu, akan kalah oleh yang menunjuk."
~Fiersa Besari

***

Sore ini langit masih cerah, namun hariku menjadi kelam. Sepulang sekolah aku pergi ke rumah Freya. Kuparkirkan vespaku di halaman rumahnya yang luas. Rumah bernuansa klasik itu baru dicat ulang, pilar-pilar besarnya menyambutku. Kutarik nafas dalam-dalam, kunetralkan segala emosi sebelum memencet bel rumah.

"Nak Kin!" Bundanya Freya yang membukakan pintu berseru girang melihatku. "Lama kamu nggak main ke sini."

Aku tersenyum sesopan mungkin. Berbincang kecil sebelum Bundanya Freya menyuruhku ke atas, ke kamarnya Freya. Kebetulan ada temannya yang datang juga hari ini katanya.

Dan, aku langsung tahu siapa teman itu begitu berdiri di depan kamar Freya yang pintunya setengah terbuka.

"Salahku apa sih, Nay? Gue nggak mau Refo pergi. Gue bisa bayangin hidup gue tanpanya," kata Freya ke Naya yang masih belum menyadari keberadaanku.

Naya mengelus-elus punggung Freya. "Gue juga nggak habis pikir, kenapa Refo jadi begitu. Gue nggak nyangka..." gumam Naya yang sepertinya juga sangat terkejut.

Aku mengambil satu langkah maju. Memberanikan diri untuk menyela. "Freya..."

Mereka kompak menoleh ke arahku. Wajah terkejut dan kecewa tak bisa disembunyikan dari keduanya. Mereka berbisik sejenak. Lalu, Naya bangkit dan berjalan keluar. Pandangannya saat melaluiku membuatku teriris. Heran. Kecewa. Aneh. Pandangan yang selama ini aku takutkan. Aku menjumpainya sore ini.

Tepat saat di sebelahku Naya berkata, "Jadi waktu itu, saat lo ngomong suka seseorang... dia... Refo???"

Aku melesahkan nafas dan menunduk, tak menjawab pertanyaan itu. Hingga Naya berlalu begitu saja.

Aku melangkah masuk, duduk di kursi belajarnya. Kupandangi Freya yang duduk menghadap ke kanvas lukisan di dekat balkon dengan canggung. Agak jauh dariku.

"Freya... lo nggak apa-apa?" tanyaku berhati-hati. "Lo sama Refo ribut gara-gara gue, kan?"

Freya masih diam, memandang kosong lukisan setengah jadi Refo yang merangkul bola basket. Enggan melihatku yang berhasil mencuri hati pacarnya. Melihatku akan membuatnya makin sedih. Tapi, wajahnya menyiratkan juga rasa ingin tahu, ingin memastikan satu hal. Karena itulah aku di sini.

Aku sudah mengenal Freya selama sebelas tahun. Aku sangat mengenalnya. Aku tahu sekarang dia punya banyak pertanyaan. Apa yang telah aku dan Refo lakukan di belakangnya. Apa yang selama ini direncanakan olehku. Apa aku juga menyukai Refo. Dan, aku siap akan apapun yang ia ajukan.

Aku akan membiarkannya memulai permainan yang tidak menyenangkan ini.

"Jadi lo udah tau?" gumamnya diakhiri senyum kecut.

Aku meremas jemariku. Seberapa keras aku menyiapkan diri, tetap saja takut.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Kin?" tanyanya lirih. "Gue benar-benar nggak mengerti."

Aku menatapnya yang murung. Freya meraih palet dan kuas di meja kecil di dekatnya, ada cat warna-warni yang baru dituang di dalamnya.

"Malam itu..." Suara Freya tak mampu menyembunyikan luka saat mulai bercerita. "Saat Nyokapnya kecelakaan... Saat di rumah sakit, dia cuma duduk diam di samping gue tanpa bilang apa-apa, padahal gue pengin dia mencurahkan keluh kesahnya hingga gue bisa menyerahkan bahu gue buat tempatnya menangis. Tapi, yang gue lihat hanyalah mata sembab, mungkin hanya lo yang tau dia menangis." Dia diam sejenak, lalu melanjutkan, "Kenapa bukan gue?"

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang