Keping 42

1.4K 81 1
                                    

Pamit

"Kutatap senja itu, masih selalu begitu, seperti menjanjikan suatu perpisahan yang sendu."

~Seno Gumira Ajidarma

***

Hari Sabtu, hari terakhirku di Jakarta. Besok aku akan terbang menuju Amerika... ke New York. Katanya, kota yang dijuluki 'Big Apple' itu adalah kota kebebasan. Kau bisa melakukan apa saja, mau menjadi apa saja, nggak peduli dari mana asalmu. Hmm... iyakah? Tapi, apa artinya kebebasan kalau kota kebebasan itu sendiri adalah penjaraku.

Aku nggak pernah menginginkan ini.

Mobil yang kukemudikan berhenti di sebuah rumah besar. Aku terperangah tak percaya. Ternyata si wibu mesum itu anak orang kaya. Kukeluarkan An dan Nuan dari dalam mobil, lalu kutekan bel rumahnya.

"Cayi sapa, Kak?"

"Kyaau...!!!" Aku melonjak kaget, membuat An dan Nuan lepas dari gendonganku. Ada benda hidup bergerak dari balik rimbun tanaman, dan dia bicara padaku.

"Wah! Anak anjing!" serunya girang. Dia keluar dari sana dan mengejar anjing-anjingku.

Ya ampun! Ternyata anak kecil. Kukira tuyul. Habisnya muncul dari semak-semak, mana kepalanya juga plonthos, dan nggak pakai celana lagi. Gimana nggak kaget coba? Huh, dasar bocil!

Cklek. Pintu rumah dibuka. Si wibu mesum itu keluar, terkejut juga melihat kedatanganku.

"Kin?" Dia masih nggak percaya.

Aku tersenyum kikuk, dan menyapa.

"Kok lo bisa sampai di sini?" tanyanya heran.

"Lo lupa ya? Lo kan ngasih alamat lo ke Nyokap gue waktu ngurus motor gue yang ringset itu," jelasku cepat.

Dia ber-oh panjang. Lalu menyuruhku masuk, tapi dengan sesopan mungkin aku menolak. Sementara bocah kecil tadi sudah menangkap An.

"Gue nggak pernah lihat lo di sekolah, lo nggak masuk ya?" tanyanya.

Aku mengangguk lesu. "Gue juga mau pindah sekolah," cetusku rada sedih.

Dia mengangguk. Mengerti posisiku. "Kemana?"

Aku diam sejenak. "Jauh," jawabku singkat.

"Gimana dengan Refo?"

Mendadak aku tercenung, kehilangan kata-kata.

"Maaf, gue nggak bisa bantu apa-apa," ucapnya lembut.

Aku kembali semringah, berasa menemukan teman baru. "Justru gue harus makasih sama lo. Lo udah nolongin gue, maksud gue vespa gue. Juga... gue ke sini mau minta bantuan lo."

Dia menatapku, menyuruhku melanjutkan omonganku.

"Gue tahu lo punya banyak peliharaan. Jadi... gue mau lo ngejagaan anjing-anjing gue," pintaku sungkan.

"Meleka buat acu, Kak?" Tiba-tiba bocil itu nyeletuk, cadel. Dia sudah menangkap Nuan juga. Menggendong mereka di lengannya yang kecil.

Aku membungkuk, menatap mata anak itu. "Namanya An dan Nuan, tolong jaga mereka ya?" ucapku sambil mencolek hidung mungilnya, membuatnya menyeringai senang.

"Masuk, Rangga, pakai celana!" suruh si wibu itu pada adiknya. Bocil itu pun masuk sambil menenteng An dan Nuan.

"Lo nggak akan balik?" tanya si wibu padaku.

Aku kembali terdiam, lalu mengangkat bahu.

"Semuanya sudah kacau... mungkin memang ini yang terbaik buat lo sama Refo. Gue cuma bisa doain lo di mana pun lo bakal pergi."

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang