Bahaya
"Jangan rindu. Berat. Biar Dilan aja."
***
Sudah sepuluh hari Refo menghilang. Bukan hanya aku yang bingung, apalagi Freya, dan juga sekolah. Pak Arif bahkan menanyai teman-teman sekelas.
Aku tetap bergeming bahkan saat Gatra menggebrak meja kantin dengan mangkuk mi instannya.
"Lo nggak makan? Hah?"
Aku tetap diam, terus menopang dagu. Belakangan ini nafsu makanku hilang, begitu juga semangatku. Kepergiannya sukses mengacaukan hari-hariku.
Rindu. Rasa itu yang masih terus menempel di dada, membelenggu hatiku. Membunuh jiwaku perlahan. Aku ingin rasa itu hilang juga, seperti dirinya. Walaupun aku tak dapat mencium wangi lavender darinya, tapi aroma itu selalu menjadi kabut dalam pikiranku. Dia yang baik dan suka berfilosofi, yang ceria namun rapuh, dan terkadang menyebalkan, tapi selalu ada seperti aliran darah yang mencintai jantung. Dia hadir, pagi, siang, bahkan senja, atau barangkali sebanyak pemahaman yang diajarkan Tuhan lewat rasa yang selalu kurenungkan di setiap malam, sebanyak rasa yang melewati lidah sebelum menjadi diriku saat ini.
"Freya kemana? Akhir-akhir ini gue jarang lihat dia di kantin."
Kuturunkan tanganku, beralih memeluk permukaan meja. "Rapat OSIS. Buat pensi sekolah."
"Refo masih belum ada kabar, ya?"
Aku mengangguk lesu.
Gatra mengambil satu bungkus kerupuk di meja kami dan menyobeknya. "Sebenarnya dia kemana, sih? Ngilang tanpa kejelasan. Nggak dewasa banget." Gatra menggerutu, lebih simpati ke Freya yang keadaannya mungkin lebih buruk dariku. "Untunglah Freya bisa menyibukkan diri di OSIS, daripada mikirin si Bajingan itu, yang pergi seenak jidat," tambahnya sambil mengaduk mi-nya.
"Dia pergi karena suatu alasan."
Gatra terperanjak, menatapku lamat-lamat. "Kok, lo belain dia sih?!"
Aku menunduk sekilas hendak menjawab, tapi Gatra mendahului. "Kin..." Aku kembali menatapnya. "Gue harap gue salah. Bahaya jika itu benar." Ekspresinya serius, seolah memperingatkanku.
Dahiku mengkerut. "Maksud lo apa? Gue nggak ngerti?"
Dia menggeleng. Melanjutkan makannya.
Maksudnya apa? Nggak jelas banget.
"Gue ke toilet dulu, ya?!" pamitku yang langsung berdiri.
Gatra cuma mengangguk dan terus menyedot mi-nya yang nggak putus-putus. Dia sedang menutupi sesuatu atau curiga terhadap sesuatu.
❄❄❄
Aku meneleponnya lagi. Tapi, nomor yang aku temukan di obrolan kelas itu tak pernah aktif lagi. Refo benar-benar tahu caranya menghilang. Cinta memang bisa membuat orang melakukan hal bodoh, seperti aku sekarang, padahal sudah tahu nomor itu tak aktif tapi aku terus saja memanggilnya.
Kunyalakan kran lalu kucuci tanganku. Dan, segera balik ke kelas.
Lorong koridor ramai seperti biasa, siswa-siswa bercanda tawa di depan kelas, berlarian, dan bergosip. Tapi, ada seseorang yang cuma melemun di tepi lapangan, dan orang itu Freya.
"Hei..." sapaku, menyadarkannya dari lamunan. "Are you okay?"
Freya cuma diam, memandang lurus ke lapangan. Hingga beberapa menit kemudian dia bersuara. "I miss him." Tiga kata itu seolah menyedot jiwa kami secara perlahan. Menjadikan kami rapuh dan cengeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Stay With Me
RomanceNamaku Kin Xue Ardiansyah. Si Chindo genius yang kata orang wajahku ini imut. Dan, aku benci sebuatan itu, aku ini ganteng. Aku ingin menceritakan sebuah kisah yang kuharap bisa membuka sudut pandangmu terhadap homoseksual. Aku ingin menghibur dan m...