Keping 33

966 79 4
                                    

Manis kayak Strawberry

"Ada keajaiban dalam ciuman yang melucuti semua kekuatan."
~Cowley

***

Malam-malam belakangan ini menjadi sangat dingin, nggak kayak Jakarta seperti biasanya. Kurasa memang sudah siklusnya. Apalagi kalau subuh, dingiiinn... banget. Jadi malas rasanya buat bangun, pengin terus meringkuk dalam selimut. Apalagi kalau weekend kayak sekarang. Sabtu, hari di mana kita pengin rebahan seharian sambil scroll media sosial, melihat hal-hal random, atau stalking akunnya doi sampai gereget sendiri. Dan, itulah yang aku lakukan sekarang, bergumul dalam selimut sambil mantengin akun si cowok lavenderku. Nggak banyak foto yang ada di beranda akunnya Refo, hampir semuanya tentang basket. Membosankan, tapi aku tetap berlama-lama di lamannya.

Ah, aku hampir lupa, aku harus memberi makan An dan Nuan.

Kukantongi ponselku, lalu turun ke lantai bawah. Wangi kue tercium enak dari dapur. Kulihat Mbok Sur dan Mama sedang berkolaborasi menciptakan maha karya yang manis di lidah.

"Pagi, Ma, Mbok," sapaku sambil menarik kursi meja makan, lalu duduk.

Mbok Sur membalas sapaanku dengan ramah, sementara Mama bilang gini, "Pagi dari mana, ini sudah jam sembilan. Ngorok terus kerjaannya, bantu beres-beres kek. Udah sarapan dulu sini." Nyuruh sarapan aja harus pakai diomelin segala. Ya, begitulah Mama.

"Udah bangun dari tadi kok, Ma. Males aja buat turun," ujarku tenang sambil mencomot strawberry di depanku. "Oh ya, Papa mana, Ma?" tanyaku sambil mengunyah.

"Di luar. Lagi main badminton sama Pak RT," sahut Mama yang sibuk menguleni adonan.

Aku bangkit, lalu mengambil satu bungkus makanan anjing di lemari bawah hingga pergi sambil memanggil-manggil An dan Nuan.

"Malah ngasih makan anjing, ngasih makan perutmu dulu, Kin!"

"Ntar aja..." selorohku enteng, terus berlalu keluar.

Anjing-anjingku itu sedang bermain di halaman di dekat taman bunga Mama. Langsung kugiring mereka ke rerumputan dengan makanan. Bisa diomelin lagi aku kalau Mama sampai lihat Nuan hampir aja memecahkan salah satu pot.

Suara Papa dan bapak-bapak kompleks lainnya terdengar bersahutan dari gang depan rumah. Kelihatan dari balik pagar rumahku yang rendah bahwa mereka sedang bersemangat main bulu tangkis. Permainan ganda putra, Papa dengan tetangga sebelah melawan Pak RT dan adiknya. Sementara Pak Yanto yang nggak bisa olahraga karena asmanya, hanya bisa menonton ditemani secangkir kopi hitam. Kalau sudah begini, anak-anak yang mau bermain pun harus minggir. Ngalah dulu.

Aku kembali mengelus An dan Nuan yang sedang asyik makan, menyisir bulu lembut mengembang itu dengan jemariku, hingga ponselku bergetar.

"Halo, Tra," sapaku pada Gatra yang ada di seberang sana.

"Halo. Lagi apa lo? Pasti masih molor, gue sumpahin kepatok ayam lo," tebaknya sok tahu.

"Yeee... emang gue lo? Lagian kiasan lo salah," sahutku sewot.

"Eh, Kin. Nanti gue sama Naya nggak ikut ya. Ada acara ulang tahun temen sekelas kita soalnya."

"Iya, nggak apa. Toh Refo juga mau nemenin Freya ke galeri dulu ntar. Kayaknya juga bakal nggak jadi."

"Oh, Oke deh. Ya udah, kalau gitu gue lanjut tidur dulu ya."

Mendadak ingin rasanya memakinya. Tadi dia yang mengataiku masih molor, nggak taunya dia sendiri. Dasar. "Buset dah! Lo berani ngatain gue padahal lo-nya yang tidur. Awas kepatok ayam lo!"

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang