Keping 29

943 71 1
                                    

Kencan?

"Apa cinta benar-benar anugerah? Lalu mengapa orang bilang cintaku ini dosa?"

***

Finally weekend!

Lihat! Langit cerah hari ini, angin bertiup pelan seolah merestui kami. Kusetir motor vespa milik Papa yang sudah berpindah tangan padaku, hehe, membelah jalanan ibukota yang penuh warna. Dan macet, tentunya. Jakarta adalah kota impian semua orang. Siapa sih yang nggak mau mampir ke kota dengan seribu kemegahannya ini? Setiap jengkal tanahnya punya cerita masing-masing. Jakarta indah dengan segala kesibukannya.

Wajah-wajah riang nan lelah menghiasi jalanan ibukota. Riang karena hari ini libur, lelah akan beban kehidupan yang rasanya kian berat. Bibir boleh tersenyum, tapi otak terus mencemaskan esok hari.

Kalau aku...??? Aku juga sangat riang kali ini, bagaimana tidak, orang yang kubonceng saat ini adalah orang yang paling aku cintai. Kalau otakku? Hmm... aku lupa bahwa dia adalah pacar sahabatku.

Deru mesin kendaraan sangat bising saat kami berhenti di lampu merah dan udara kotor oleh limbahnya. Gedung-gedung menyala terkena terpaan mentari, pejalan kaki berseliweran di terotoar, dan taman kecil di tepi jalan sangat terawat. Aku memandang sekeliling, menikmati suasana yang sudah biasa ini. Kami dikelilingi kendaraan. Dua sejoli di depan kami sedang bermesraan di atas motor. Ojol di samping kiriku sibuk mengecek ponselnya. Kulirik spion, Refo juga sedang melihat layar ponselnya. Kutoleh ke kanan, ada mobil pick up tanpa muatan baru saja berhenti. Menunggu lampu menjadi hijau seperti kami semua. Kacanya terbuka, seorang wanita paruh baya duduk santai di dalamnya. Mungkin dia merasa kalau sedang diperhatikan, dia menoleh. Dan... asataga! Bedaknya tebal banget, putih macam hantu. Lipstick-nya merah menyala, alisnya berantakan banget, dan eyes shadow-nya biru terang. Haduuuhhh... Nih orang fix nggak bisa dandan.

Oh, shit! Sekonyong-konyong dia mengedipkan sebelah mata padaku. God! Aku terkaget hingga motor sedikit bergunjang.

"Kenapa, Kin?" seloroh Refo. Kembali memasukkan ponselnya ke saku jaket denimnya.

Aku melirik ke belakang. "Nggak... Gue lagi ngelamun aja," kilahku sambil beralih menatap lampu di atasku. Berharap cepat berganti hijau.

"Lo bawa nyawa gue. Jangan ngelamun kalau nyetir."

"Iya, maaf."

Akhirnya lampu berubah hijau. Kulirik sekilas orang yang ada di dalam mobil itu. Dan, lagi-lagi dia mengedipkan mata ditambah fly kiss dengan gaya ganjennya. Buru-buru kugas motorku. Kabuuurrr...!!!

Mimpi apa ya semalam sampai digodain emak-emak menor and norak begini?

Motor terus melaju membelah jalanan yang sibuk ini. Kemana tujuan kita? Entahlah, berkeliling macam orang bodoh itu menyenangkan. Kugeser spion kiriku hingga merefleksikan wajah Refo yang menawan yang mampu membuatku senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Wajahnya datar, tapi aku bisa menangkap senang dari sorot matanya. Dan, mata itu balik menatapku lewat kaca. Kami tersenyum, lalu terbahak bersama. Apa yang lucu? Nggak ada. Hanya saling merasakan kalau ini adalah momen terbaik.

"Anjir, Re, nggak ada polisi!" seruku riang. Setengah teriak.

"Ya udah. Nepi aja!"

"Apa?!"

"Nggak ada razia apa ya?"

Helm, deru angin, dan bising kendaraan benar-benar menyumbat telinga kami.

"Lo denger nggak sih, Re?!" kali ini aku benar-benar teriak.

"Nggak!!!" Refo juga ikutan teriak.

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang