Keping 28

939 67 3
                                    

Sepotong Biskuit

"Cinta itu seperti sepotong biskuit berbagai rasa. Ada kejutan di setiap gigitan. Terkadang hingga sampai kau lupa diri."

***

"Ya, gue senang dia akhirnya keluar dari geng motornya."

Aku mengangguk. Setuju. Kemudian duduk di depan meja belajarku dengan buku biologi yang terbuka lebar. Kucomot satu biskuit buatan Mama. Resep baru. Walau sedikit gosong, tapi enak.

Tiba-tiba hening.

"Fre...?"

"Gue khawatir, Kin." Suara Freya berubah lirih. "Kadang, Refo bersikap dewasa. Tapi, sebenarnya dia anak manja. Bagaimanapun juga dia masih remaja. Anak-anak. Gue nggak yakin dia bisa hidup sendiri."

Aku menghirup udara lemas. Khawatir juga. "Memang nggak sepatutnya anak sekolahan hidup sendiri, Fre. Tapi, ini sudah keputusan Refo. Lo harus dukung dia."

"Gue tau. Gue cuma khawatir aja. Memang ada kalanya kita membuat keputusan mulia, namun kita tetap hanyalah anak-anak yang nggak tahu apa yang dilakukan. Kita tetap butuh orang dewasa."

"Bokap tirinya Refo masih bertanggung jawab kok. Beliau akan ngurusin Refo, walau dari jauh. Seperti ngirimin uang. Beliau pria yang hebat. Om sama Tantenya Refo kan juga ada di Jakarta. Mereka bakal jagain Refo juga." Kuambil pensil yang menyelip di buku biologiku. Lalu memutar-mutarnya. Menjadi pusing, seperti otak kami. Benar, kita hanyalah remaja labil.

"Gue tau..." nada suaranya kembali normal. Kalau dibilang lega. "Gue juga minta bantuan lo, ya? Jadilah teman yang bisa diandalin buat Refo. Tolong..."

Aku mengangguk, walau pasti Freya di seberang telepon sana nggak bakal tau.

"Kayaknya... dia dengerin omongan lo, Kin. Refo nurut sama lo."

Aku tercenung. Nurut? Refo mendengarkanku? Masa sih?

"Gue cuma teman sekelasnya. Lo pacarnya. Refo pasti lebih dengerin lo."

Untuk sesaat Freya diam. Bisa kutebak, dia sedang termenung. Memikirkan gimana Refo padanya. "Gue tau..." terdengar hembusan panjang. "Ya udah. Gue mau hafalan dulu buat ulangan besok. Nama latin cacing-cacing ini buat otak gue macet," tambahnya diakhiri tawa garing.

Aku ikut tertawa. "Ok. Gue juga mau belajar. Night!"

"Night!"

Telepon ditutup.

Aku termenung. Menatap pantulan diriku di monitor komputerku. Konyol sekali kalau Refo dibilang nurut padaku. Dia berhenti dari club motornya karena dikeluarkan. Dia kembali ke sekolah juga bukan sepenuhnya karena aku, pada dasarnya Refo memang ingin kembali. Kami hanyalah teman sekelas yang saling membantu. That's it.

Aku nggak mau berharap.

Ah, sudahlah! Lebih baik belajar buat kuis besok.

Kuambil lagi satu biskuit di hadapanku. Kutatap kembali buku tebal di hadapanku. Mulai membaca dan menggaris bawahi apa yang penting.

1. Fasciola gigantica adalah cacing yang hidup di hati dan saluran empedu serta memakan jaringan hati dan darah.

2. Schistosoma japonicum yaitu cacing yang menyerang pembuluh darah balik atau vena.

Kedua spesies cacing dari filum Platyhelminthes di atas dan masih banyak lagi sudah aku hafal. Ingat luar kepala. Yakin mendapat nilai sempurna di ulangan besok, seperti biasa.

Kurenggangkan otot-otot tanganku. Mematahkan ruas-ruas jari hingga kretek. Ah, rileks! Kulirik jam, sudah pukul sepuluh malam. Sekonyong-konyong pikiranku melayang, bertanya-tanya apa yang dilakukan Refo sekarang. Apa dia sudah tidur? Dia tidur telanjang lagi? Sambil ngangkang lebar? Ah, kotornya pikiranku. Hehehee...

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang