Keping 12

1.2K 79 2
                                    

Berkunjung

"Mencintai seseorang itu membuat kita bertindak bodoh dan berlebihan."

***

"Halo, Ma."

"..."

"Pak Yanto kok belum jemput aku ya, Ma?"

"..."

"Hah? Terus gimana?"

"..."

"Ya, udah. Iya."

"..."

"Iya, Ma. Bye."

Kututup sambungan. Lalu segera membuka aplikasi taxi online. Pak Yanto nggak bisa menjemputku, dan orang rumah nggak ada yang ngabari aku. Itu membuatku dongkol. Aku sudah berdiri di tepi jalan ini menunggu jemputan selama empat puluh menit. Empat puluh menit!!! Bayangkan!

Siang ini matahari begitu menyengat, angin sesekali berhembus pelan, dan udara kotor oleh asap kendaraan yang tiada henti berlalu-lalang. Satu-dua siswa masih ada si sekitar sini: bercakap-cakap, mengisi perut di warung pecel dan es degan di seberang, dan juga menunggu bosan jemputan sama sepertiku.

Tiiittt... Tiiiiittt...

Seseorang baru saja keluar dari gerbang sekolah, dan membunyikan klakson untukku. Dia berhenti di dekatku. Membuka helm full face-nya dan menyapaku.

"Hai, Ngab! Kok lo masih di sini?" tanyanya masih di atas motor.

"Masih nungguin jemputan," jawabku juga tak bergerak dari tempatku berdiri.

"Lho, supir lo mana?"

"Asmanya kambuh, nggak bisa jemput."

"Ya, udah. Bareng gue aja. Kebetulan hari ini gue nggak ada latihan."

"Nggak usah. Gue udah pesan ojol kok."

Dia diam sejenak. "Serius?"

"Iya," sahutku mantap.

Kukira dia mau langsung pergi, tapi ternyata dia malah memasang standart motor Naked-nya, melepas helmnya, dan berdiri di sampingku.

"Lo ngapain?" tanyaku terheran.

Dia malah menjawab enteng, "Temenin lo, ntar lo di culik tante-tante girang gimana?"

"Nggak usah lebay, deh. Udah pulang sono!" tukasku setengah ingin tertawa setengah kesal.

"Kok lo sewot, sih? Gue temenin bukannya terima kasih. Kebiasaan emang lo. Lagian gue gabut, nggak ada kerjaan," dia ikut sewot.

Aku menghela nafas tertahan. "Emang Freya kemana? Tumben nggak bareng."

"Pacar gue lagi rapat OSIS. Udah, deh. Nggak usah ngusir gue, emang ini jalanan punya nenek moyang lo."

Aku menyerah, membiarkannya berdiri di sampingku. Aku tahu, Refo ini orangnya baik, tapi menemaniku menunggu taxi itu berlebihan. Walau jujur saja hati kecilku merasakan letupan bahagia, tapi itu terlalu berlebihan.

Oke, aku sudah membiarkannya di sini, jadi mari cari topik pembicaraan.

"Gue dibolehin naik motor ke sekolah sama orangtua gue," celetukku sambil memandang motor hitam Refo. "Tapi, gue harus dapat SIM dulu."

"Bagus, dong! Tapi, lo bisa naik motor, kan?"

Aku mengangguk patah-patah, tak yakin. "Bokap gue pernah ngajarin gue. Tapi itu dulu, sekarang..." aku menganggkat bahu. "Tapi, kalau latihan lagi gue pasti bisa kok."

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang