Keping 26

996 74 4
                                    

Cukup Aku dan Kamu

"Bisakah kita menjadi bulan dan malam? Ah, sayangnya aku adalah pelangi."

***

Hari mulai malam, dan awan masih betah menyelimuti langit. Udara lebih dingin dari sebelumnya, membuatku juga ingin meringkuh di bawah selimut. Lihatlah Refo! Dia terbungkus sarung hijaunya sambil anteng menonton TV yang menyiarkan film komedi jadul. Sesekali tertawa lepas walau sangat kentara tawanya begitu berat.

"Udah malam, lo nggak pulang?" cetus Refo tiba-tiba.

Benar. Harusnya aku sudah pulang. Tapi seperti biasa, diri ini bagai besi yang menemukan magnetnya. Ingin terus menempel. Jiwaku masih menjerit rindu, dan enggan untuk diam.

Aku menghembuskan nafas panjang. "Mana HP lo? Gue masih belum beli yang baru," ujarku kemudian.

Refo menyodorkan ponselnya padaku, aku pun menerimanya. Lalu membuka aplikasi pesan dan mengetik di layar ponselnya. Setelah selesai klik 'kirim', beres.

Aku beranjak menuju belakang, Refo memandangku bingung. Kemudian mengambil ponselnya yang kuletakkan di sebelahnya. Aku menghilang dari pandangan, belok ke pintu.

"Handuk lo mana?" jeritku.

"APA?! Lo mau nginep?" Refo pasti sudah membaca pesanku untuk Mama.

Yap! Aku mau menginap.

Aku sudah masuk ke kamar mandi sedari tadi. Agak was-was karena gerendel pintunya sudah rusak. Bukan hanya itu, shower-nya juga rada error, suhunya susah banget diatur, kadang bisa tiba-tiba dingin hingga membuatku melangkah menjauh, kadang juga bisa panas banget hingga kulitku yang sensitif ini berubah merah. Ini kamar mandi rewel pokoknya. Juga, ada bak biru besar yang mempersempit ruang.

Aku menyabuni tubuhku dengan sabun batangan beraroma lavender yang sudah hampir habis, bungkusnya juga pasti sudah di buang. Jadi aku nggak tahu merk sabun yang di sukai Refo ini, yang membuatnya beraroma khas. Aku nggak matiin shower, karena aku sudah menemukan suhu yang pas, hanya menyingkir dan bermain busa sabun.

Dok dok!!! "Kinny!!" Teriak Refo dari balik pintu. "Kok lo lama banget, sih? Tagihan PAM bisa naik ntar!" protesnya.

"Bentar, napa?! Gue belum selesai, nih!"

"Cepat, Kin...!! Gue juga mau mandi!"

"Iya! Iyaa...!!"

Setelah itu tak ada lagi sahutan protes darinya, hening, hanya suara air yang berisik. Dan, aku pun melanjutkan ritual mandiku yang kata orang lama. Hingga, tiba-tiba... ceklekk! Pintu terbuka, membuatku melonjak kaget. Yang paling membuatku kaget bin jantungan adalah Refo yang... TELANJANG BULAT.

God!! Damn it...!!!

Aku terlonjak, reflek mundur beberapa langkah. Sialnya, lantai licin karena air dan busa sabun, kakiku terpeleset. Dan... Gubrakk!!! Aku masuk ke bak biru besar itu. Refo terpingkal sambil memegangi perutnya. Lebih buruknya lagi, aku terjebak. Tangan dan kakiku cuma bisa meronta berusaha keluar. Refo makin terpingkal, kali ini bukan hanya memegangi perut. Tapi, sambil memukul dinding.

Aku mendengus kesal. "Bantuin gue, anjir!"

Masih terbahak, Refo bergeser ke depanku dan mengulurkan tangannya.

Dari bawah sini dirinya terlihat begitu jelas, dan 'sesuatu yang menggantung itu' membunuh kesadaranku. Kalau kata Mbok Sur, 'gundal-gandul'.

Ok! I'm death.

Karena diriku terus mematung, Refo menarik kedua tanganku hingga aku bias keluar. Akhirnya. Buru-buru kusembunyikan wajahku yang memerah dan detak jantungku yang tak karuan. Letupan dalam dadaku ini membuatku sulit bernafas.

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang