Keping 13

1.2K 89 0
                                    

Twilight

"Kita hanyalah aktor, dan dunia adalah panggung sandiwara. Jadi pakai topengmu, dan tersenyumlah."

***

Refo membawaku ke jalan dekat taman. Taman itu sangat luas dipenuhi tanaman hijau yang ditata indah, bangku taman tersebar di beberapa sudut. Area bermain anak kecil yang tampak lengang begitu mencolok dengan warna yang beraneka ragam. Toilet umum yang tampak tak terawat penuh dengan noda tanah kering. Tak jauh dari sana ada sebuah lapangan basket yang dikelilingi pohon cemara. Beberapa warung dengan tenda penuh warna berdiri di tepi persimpangan yang tampak ramai, berbeda sekali dengan jalan yang berada tak jauh dari sana. Di jalan yang kutempati ini sangat sepi, hanya dua tiga kendaraan yang lewat.

"Lo udah tau tekniknya, kan? Kedua tangan di setir dan ujung jari di rem." Refo dari jok belakang memberikan intruksi. "Santai aja, jangan tegang. Gas pelan-pelan," ujarnya sambil menepuk pelan lenganku.

"Oke."

Aku sudah pernah mengendarai motor, hanya perlu sedikit peregangan agar bisa terlatih. Aku fokus ke jalanan, lalu dengan lembut aku tarik gas motor yang aku tumpangi.

Motor melaju pelan.

"Jangan tegang, santai aja," jelas Refo lagi dengan menepuk-nepuk bahuku.

Kurilekskan otot-ototku, motor tetap melaju konstan.

"Coba tambahkan gas," perintah Refo.

Aku menurutinya, motor melaju lebih cepat. Tapi, aku kembali tegang.

Refo tertawa. "Santai aja, Kin. Sebenarnya lo udah bisa. Cuma perlu banyak latihan aja."

Setelah satu putaran Refo membiarkanku menyetir sendirian. Kugas motor itu lagi, Refo mengamatiku dari terotoar. Satu putaran selesai.

"Kalau mau belok atau putar balik jangan lupa nyalain lampu send. Lihat juga spionnya." Refo memberikan instruksi lagi.

Aku mengangguk mengerti, lalu menjajal lagi.

Aku terus berputar-putar di jalan itu. Sepuluh putaran. Dua puluh putaran. Hingga aku benar-benar merasa sudah ahli. Aku sangat menikmati saat angin bertiup di wajahku, membuatku merasa lega dan plong. Alam selalu bisa menyenangkan kalau kita mau berteman dengannya.

Hari semakin sore, dan Refo masih setia memperhatikanku walau sesekali fokus ke ponselnya.

Kurem motor pinjaman itu di depan Refo yang tersenyum bangga, merasa hebat telah mengajariku yang terlihat sudah mahir dalam satu jam.

"Kayaknya gue udah bisa ikut balap liar deh," guyonku sambil menyeringai bangga.

"Hahaha... Ke-pede-an lo!" balasnya menerima guyonanku.

"Haus gue, beli minum, yuk!" Latihan ini memang sedikit menguras energi.

Refo celinguk ke persimpangan. "Di sana ada yang jual es degan, gado-gadonya juga enak. Mau cobain?" cetusnya bersemangat. Well, kayaknya dia juga lapar. Apa aku terlalu lama muter-muter tadi?

"Boleh," sahutku yang juga bersemangat. "Naik, biar gue yang bonceng!" Aku benar-benar merasa sudah ahli.

Refo naik ke motor. "Awas lo kalau sampai buat gue jatuh. Wajah tampan ini nggak boleh tergores," ancamnya dengan nada gurauan.

"Siap, Pak Bos!"

Aku pun membawa motor ini ke persimpangan, sempat gugup saat menyebarang, tapi semuanya lancar. Aku berhenti di warung yang Refo tunjuk. Bangunan kecil dengan tenda hijau di berandanya.

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang