Boy's Flowers
"Tidak ada cinta seperti yang pertama."
~Nicholas Sparks***
Sore ini langit sedang murung, dan toko roti ini berisik banget. Aku sedang membeli sekotak donat di toko roti kesukaan Freya. Ini seperti tradisi kami, jika Freya ulang tahun maka akan kuberikan donat favoritnya, dan kalau aku yang ulang tahun Freya bakal beliin aku bakpao paling enak di kota ini yang tokonya ada di sebrang jalan. Untuk kado sendiri aku sudah memberikannya kemarin, satu set cat lukis, aku juga nggak mau ngerusak kejutan yang sudah direncanakan kami.
"Ya ampun ini roti semua?!" suara sedikit melengking mengagetkanku.
Aku menoleh, melihat pemilik suara yang bego itu. Ini toko roti, jadi yang dijual ya roti semua lah. Ia adalah seorang cewek tinggi besar, berbaju ketat dengan riasan menor. Oh, astaga, aku baru sadar bahwa dia seorang waria. Dan, sekarang dia melirikku. Cepat-cepat aku tarik pandanganku lagi, fokus dengan etalase penuh donat di depanku.
"Ih, apa sih lirik-lirik?" seloroh waria itu judes campur genit.
Dia mengambil satu langkah lebih dekat. Aku merinding!
"Wah, donat! Makanan berlubang menggiurkan yang enak dijilat, hmmm... masukin dong," gumamnya diakhiri tawa melengking.
Aku mengumpat dalam hati. Apa sih yang dibicarakan waria ganjen ini? Sungguh memalukan! Sementara si penjaga toko masih belum juga menyelesaikan pesananku. Ah, kesal!
"Mbak. Eh, Mas... Mbak!" petugas toko yang diujung memanggil waria itu. Lihat! Si penjaga toko aja kebingungan. "Ini pesanannya."
"Nggak sopan deh, Dese!" seloroh waria itu kesal. Membuatku menahan tawa. Lalu dia berjalan centil ke Mbak yang memanggilnya. "Aduh!" mendadak dia berseru, sepatu hak tingginya kepeleset. Sukur!
Aku lega, akhirnya dia pergi juga. Memang, sih, Jakarta bisa dibilang relatif toleran terhadap LGBT. Aku tahu, ada tempat yang tiap malam jadi lokasi nongkrong para waria di dekat sini. Di malam-malam tertentu ada kafe yang menjadi tempat nongkrong untuk komunitas LGBT, konon yang datang lebih banyak gay. Aku belum pernah ke sana, cuma tahu dari forum-forum internet yang dulu aku ikuti. Aku masih butuh lingkungan yang normal untuk menjaga identitasku ini.
I'm not ready to coming out.
"Mas, ini pesanannya," akhirnya pesananku siap juga. Langsung kuterima dan membayar, lalu berjalan ke luar toko.
Tiiitt tiiiiitttt... Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Setelah beberapa menit mobil jemputanku tiba. Aku segera masuk, sudah ada Gatra yang menyetir, Naya di kursi depan, tiga cewek yang juga dekat dengan Freya di kusi tengah, dan Refo yang duduk di kursi belakang, aku mengambil duduk di sampingnya.
"Hai," sapaku riang.
"Lo beli donat lagi?" lontarnya melirik belanjaanku.
Aku mengangguk. "Ini sudah hidangan wajib gue dan Freya saat ada perayaan. Kata Freya, kurang lengkap rasanya kalo nggak ada donat."
Mobil melaju, lalu masuk ke jalan tol untuk menghindari kemacetan. Kami harus segera tiba di rumah Freya sebelum dia pulang dari sanggar seni. Aku melirik kursi yang memisahkan aku dan Refo diisi dengan buket bunga daisy dan foto Freya dengan efek magic splash color yang dibingkau rapi.
"Daisy...?" sahutku.
"Lo masih ingat kan bagaimana gue nembak Freya?"
Ya, masih segar dalam ingatanku momen paling romantis sepanjang sejarah sekolah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Stay With Me
RomanceNamaku Kin Xue Ardiansyah. Si Chindo genius yang kata orang wajahku ini imut. Dan, aku benci sebuatan itu, aku ini ganteng. Aku ingin menceritakan sebuah kisah yang kuharap bisa membuka sudut pandangmu terhadap homoseksual. Aku ingin menghibur dan m...