Keping 38

950 64 1
                                    

Hamba yang Kalap dan Patah Hati

"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu. Carilah, maka kamu akan mendapatkan. Ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu."
~Matius 7:7

***

Lorong koridor sepi, halaman juga sepi. Semua murid ada dalam kelas. Sekarang aku berdiri di depan aula tak jauh dari ruang BK bersama Refo. Bimbang. Lutut pun lemas, goyah. Kuhembaskan tubuhku ke tembok, kurasakan dadaku gemetar kencang.

Bagaimana mereka tahu? Kenapa foto itu bisa tersebar? Siapa yang ingin membuatku jatuh? Dan... panggilan orangtua... Sungguh, kepalaku ingin meledak rasanya. Bagaimana bisa seburuk ini? Aku dipaksa untuk menghadapi ketakutan terbesar dalam hidupku. Mama... Papa... wajah mereka kini terlukis dalam benakku. Apa jadinya nanti kalau mereka tahu?

Tuhan, aku belum siap kehilangan mereka.

Kuremas wajahku. Rahangku mengeras menahan tangis. Ini semua di luar kendaliku.

"Kin..." suara Refo terdengar begitu khawatir.

"Lihat..." cekatku lirih. "Lihat jadinya sekarang... Semuanya hancur. Hidupku berantakan. Kini keluargaku juga di ujung tanduk."

Refo menatapku dengan hampa. Seri yang kusukai dari wajahnya meredup.

"Inilah mengapa kita nggak boleh bersama. Kita hanya akan melukai satu sama lain." Aku berhenti, membiarkan kekosongan mengisi sejenak. "Kita sudahi saja semuanya..."

"Apa maksud lo?" sahutnya gemetar.

"Gue nggak mau terluka lebih dari ini, Re. Selama kita melawan takdir, semuanya akan berantakan. Mari kembali ke jalan masing-masing... Lo sama Freya. Dan, gue sama diri gue yang dulu."

"Sekarang kita sudah terlalu jauh... sulit untuk kembali. Gue juga takut, Kin. Tapi... gue nggak bakal lari."

"Jadi maksud lo... lo mau ninggalin Freya, terus pacaran sama gue?"

Refo menundukkan kepala. Dia tahu... kami tahu, hal itu mustahil. Semakin kami melawan takdir, semakin kacau hidup kami.

"Sadarlah, Re. Jalan kita nggak akan mudah... kita akan semakin terluka. Kita nggak akan menang melawan arus. Jangan lagi mengecewakan orang-orang yang lo sayangi. Jangan lagi menentang Tuhan."

"Gue belajar menyukai lo. Mencintai tanpa syarat apapun. Meski gue tau lo yang paling sulit." Dia diam sejenak, begitu lirih dan sedih. "Gue juga tersiksa sama perasaan ini, Kin. Tapi, gue udah mutusin buat sayang sama lo. Gue nggak bakal ragu. Bahkan jika harus mengecewakan banyak orang... atau, menentang Tuhan. Gue akan bertahan."

Air mataku sudah hampir meluap kembali. Tenggorokanku makin perih. "Lo sama gue... itu mustahil, Re." Aku terisak menyeka mataku. "Gue capek... Mari hidup sendiri-sendiri. Sekarang kita harus jaga jarak. Jangan melewati batas lo."

Refo menatapku lagi. Matanya memerah penuh air. Kudengar suara yang belum pernah aku dengar sebelumnya, suara yang membuat hatiku makin hancur. "Kenapa kita harus melalui ini?" Suaranya yang terisak bergetar hebat. "Mengapa Tuhan mempertemukan kita... membuat kita saling jatuh cinta. Tapi, nggak biarin kita bersama. Mengapa Tuhan begitu tega, Kin?"

Aku menatapnya nanar. Membisu terpaku dengan perihku sendiri. Aku nggak bisa lagi lebih kuat. Air mataku jatuh bebas dalam setiap rasa sakit.

Aku berbalik. Memunggunginya. Dengan terisak aku berkata, "Selamat tinggal, Re." Lalu aku melangkah labil, meninggalkannya di lorong koridor yang senyap ini. Dan, nggak berpaling lagi.

Kuseka mata tiap kali air mataku jatuh.

Selamat tinggal, Re.

❄❄❄

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang