Keping 32

939 75 5
                                    

Perubahan-Perubahan Itu

"Terkadang alasan seseorang berubah adalah orang itu sendiri."
~Unknown

***

Beberapa hari belakangan ini cuaca cerah. Mungkin sudah waktunya musim kemarau. Kami sudah berada di ujung periode tahun ajaran. Ulangan-ulangan lebih sering diadakan menuju akhir semester. Waktu berjalan begitu cepat. Dibawa naik turun oleh perubahan keadaan dan perasaan.

Masa SMA adalah waktu pencarian jati diri para remaja. Pencarian yang terasa begitu berat, hingga rasanya tak sanggup lagi untuk pergi ke sekolah. Ada beban yang mulai memberat. Walau bagi orang dewasa beban itu tak seberapa dan terkesan sepele. Tapi, kami kacau dengan pikiran masing-masing.

Jujur saja, aku masih sulit menentukan jati diriku. Walau pun aku sudah pasrah dan legowo, namun pergumulan dalam diriku tak pernah padam. Aku seorang homoseksual. Kenapa aku terlahir seperti ini? Itu masih belum terjawab. Aku tahu betul bahwa ini salah. Walau aku bukan hamba yang taat, tapi aku masih manusia beragama, dan agamaku melarang itu. Aku nggak pernah pergi ke gereja. Aku juga jarang berdoa pada-Nya. Aku takut bila pada akhirnya perasaanku harus menjadi korban. Aku masih belum siap menyatukan ketertarikanku ini dengan ajaran-Nya. Bukannya aku menolak apa yang Tuhan ajarkan, tapi ketertarikanku ini memang nggak bisa diubah. Tak peduli seberapa keras aku mencoba, tetap tak bisa.

Cinta ini menjadi begitu tabu.

Nggak disangka, aku sudah menyukai Refo hampir dua tahun. Sepanjang itu, aku tetap dalam diamku. Dan, belakangan ini aku menemukan adanya perubahan. Aku menangkap secercah cinta dari Refo untukku. Aku pun mulai berharap. Di saat bersamaan aku juga merasa takut. Takut aku terjerumus lebih dalam di jurang pelangi ini, dan bagian terburuknya aku menyeret Refo. Aku nggak mau menyeretnya ke lubang neraka. Tapi, harus kuakui juga bahwa bersamanya aku merasa seperti di surga. Begitu bahagia.

Mungkinkah seorang straight bisa menjadi gay?

Malam itu Refo mengungkapkan perasaannya melalui sepenggal lirik lagu yang dinyanyikan Raisa di atas panggung. Rasanya mustahil Refo bisa jatuh cinta padaku yang juga seorang cowok. Tapi, malam itu perasaannya benar-benar tersampaikan padaku. Sedetik, aku meledak bahagia. Sedetik kemudian, aku menjadi takut. Aku lari layaknya pengecut, meninggalkannya dalam keramaian.

Ini yang aku inginkan. Ingin cintaku terbalas. Tapi, juga ingin terpatahkan. Aku ingin bersembunyi, tapi juga ingin ditemukan. Aku juga nggak tahu apa mauku. Ini rumit, nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ini benar-benar rumit.

Pergumulan ini tidak ada ujungnya.

Setelah malam itu, sebisa mungkin aku menghindari Refo. Seperti pagi ini, kami sedang praktikum biologi. Kami harus berkelompok, masing-masing empat orang. Aku duduk di meja praktikum paling belakang, nggak perlu ribet-ribet cari teman kelompok karena pasti mereka datang sendiri. Secara, aku adalah murid paling pintar di kelas, dan nggak neko-neko, maksudnya bisa diajak kerja sama. Ya, walau harus kuakui akulah yang paling banyak bekerja.

Semenjak Refo dan Freya jadian, semua anak cenderung bersikap 'normal' padaku. Aku nggak perlu lagi repot-repot nolak mereka yang minta bantuan buat mendekati Freya, karena sudah jelas Freya milik orang lain. Lingkaran pertemananku semakin meluas. Ya, walau aku masih kutu buku yang kadang bisa canggung.

Si ketua kelas menghampiriku, duduk di sampingku. "Kita sekelompok ya?" ujarnya yang selalu hangat. Lalu si gendut tukang cari masalah sama guru pun menghampiri mejaku. Ingin bergabung. Aku mengiyakan, begitu juga si ketua kelas. Kemudian datanglah Refo. Juga meminta ikut bergabung.

Sebelum si ketua kelas menyiyakan, aku memanggil teman sebangkuku yang masih berdiri menunggu ada kelompok yang kekurangan anggota. Si wibu mesum itu selalu terkucilkan, ya walau memang dasarnya dia itu introvert.

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang