Risalah Hati
"Puisi bisa menjadi semacam magnet yang melekatkan kita pada seseorang, bahkan bila kita membencinya. Puisi yang kita tak tulis tak akan pernah mati, bahkan bila kita mati."
~Helvy Tiana Rosa***
Aku duduk termenung di bangku beton pinggir lapangan basket, angin semilir bertiup menggoyang dedaunan di atasku dan sinar matahari menghujani lantai semen lapangan. Di sinilah tempat yang menjadi saksi kedekatan aku dan Refo selama SMA ini, di bangku inilah aku sering diam-diam mengagumi sosoknya yang sedang bermain basket. Bersemangat dan berkeringat.
Refo masih absen hari ini. Kadang aku heran, kenapa aku bisa mencintai seseorang sedalam ini yang padahal hatinya tak jatuh padaku, bahkan setetes pun.
Apa aku salah?
Kata cinta itu sudah lama ada di ujung lidah, tetapi aku selalu nggak bilang apa-apa dan tetap tersenyum. Akal sehatku mengalahkan ego hatiku. Untunglah.
Untung saja, kan?
Jangan sangka aku tak berusaha untuk melupakannya. Sering. Banget. Terkadang aku ingin menyerah, menghancurkan penjara cinta ini hingga tak tersisa, tapi aku tak bisa. Hatiku selalu berpihak padanya. Hanya dia yang mampu mengisi kekosongan hati ini. Aku nggak salah. Bukan salahnya juga. Bukan salah siapa-siapa. Cuma perasaan-perasaan ini yang tumbuh bertahan, itu saja.
"Mau lemon tea?" Naya tiba-tiba muncul dengan menyodorkan sebotol lemon tea.
Aku menerimanya dengan kaku, jujur aku masih suka kikuk di depannya. Tiap melihatnya, aku teringat perjodohan bodoh yang dilakukan Freya dan Refo waktu itu. Aku yang berterus terang ada seseorang di hatiku. Aku yang mematahkannya tanpa basa-basi.
"Gue boleh duduk?" ujarnya lembut.
Aku mengangguk, dan menggeser dudukku, membuat tempat untuknya.
Naya duduk, lalu meneguk botol tehnya. "Lo masih canggung ya, sama gue? Kentara banget."
Aku tersenyum tipis sambil memutar-mutar botol tehku, mengusir canggung.
"Nggak usah canggung. Kita bisa jadi teman. Gue juga nggak mau kelihatan bego ngejar-ngejar lo yang padahal lo nggak suka gue sama sekali."
Aku masih diam, bingung harus merespon bagaimana.
"Sebenarnya siapa sih orang yang bisa meluluhkan hati seorang Kin Xue?" tanyanya setengah bercanda.
Aku tertawa pelan. Senewen kalau sedang berurusan dengan masalah hati.
"Gue cuma bercanda kok. Lagian itu urusan pribadi lo, gue nggak berhak ikut campur," katanya didampingi tawa kecil. "Akhir-akhir ini, gue sering berpikir, gue nggak bisa terus memaksakan kehendak orang lain. Gue sadar."
Hening. Statis.
"Kalau boleh tau, emangnya apa yang lo lihat dari gue?" akhirnya aku mengeluarkan sebuah kalimat, kalimat yang bego.
Naya bergumam, berpikir sejenak. "Lo nggak tau ya, Kin? Kalau lo itu sebenarnya famous di kalangan cewek-cewek sekolah. Lo itu pintar, ganteng, dan misterius. Itu yang cewek-cewek suka dari lo, termasuk gue."
Aku tersenyum getir. Sungguh tak menduga aku bisa seeksis itu untuk jadi bahan gosip.
"Lo punya cinta pertama, Kin?"
Pertanyaan itu sukses membuatku membisu kembali. Senewen lagi.
Kalau dipikir-pikir, aku nggak pernah sejatuh cinta ini pada seseorang selain Refo. Ralat, selama ini aku hanya sebatas mengagumi, kecuali Refo. Aku benar-benar jatuh cinta padanya. Bukan cinta monyet, tapi benar-benar cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Stay With Me
RomanceNamaku Kin Xue Ardiansyah. Si Chindo genius yang kata orang wajahku ini imut. Dan, aku benci sebuatan itu, aku ini ganteng. Aku ingin menceritakan sebuah kisah yang kuharap bisa membuka sudut pandangmu terhadap homoseksual. Aku ingin menghibur dan m...