Keping 34

918 65 3
                                    

Decitan Ranjang Tua Itu

Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka

~Chairil Anwar – Tak Sepadan

***

Pekan ujian di mulai, ini adalah babak terakhir pertarungan kita di kelas XI. Babak penentuan. Lihatlah semua orang, pusing dalam diam mereka. Aku seperti biasa, menghempaskan semua soal hingga lembar terakhir. Kalau sudah boleh dikumpulkan, maka aku sudah keluar dari tadi. Kulirik Freya, masih fokus dengan lembar ujiannya. Aku menoleh ke Refo, dia mengerjakannya lebih tenang dari ujian semester lalu. Optimis terpancar dari wajahnya itu. Mungkin usahanya selama ini berhasil, nggak sia-sia aku mengajarinya hingga harus menginap. Semoga saja nilainya bagus.

Kriiiinnggg... bel berdering nyaring. Ujian selesai. Semua jawaban dikumpulkan. Saatnya mengendurkan ikat pinggang.

"Freya. Kin." Gatra sudah berdiri di ambang pintu, menyerukan nama kami dengan semangat. Aku dan Freya bergegas keluar. Lalu berjalan ke kantin sambil bercerita tentang ujian tadi. Ini mengingatkanku saat kami kelas X, saat masih satu kelas sama Gatra, kita bercerita banyak hal, bercanda gurau hingga nggak terasa bel pulang berbunyi. I miss that moment.

Kami duduk di meja terdekat, dihidangkan dengan siomay dan sepiring bakwan kesukaan kami. Ralat, kesukaan Gatra.

"Liburan ini kalian pada mau ngapain?" celetuk Gatra sambil mencomot satu bakwan.

"Tra, ujian aja belum selesai semua. Udah mikirin liburan," selorohku.

Gatra mendengus kecut. "Kin. Bisa nggak sih, lo nggak protes? Nikmati saja!"

Aku mengangkat alis pasrah, lalu menyendok siomayku.

"Gue kayak biasa, ke galeri. Mungkin bakal lebih sering, soalnya Refo bakal pergi ke Medan. Ke adik dan Bokap tirinya," cetus Freya tenang.

Sejenak kuhentikan gerakanku, kaget mendengar Refo mau pergi jauh. Kenapa dia nggak ngomong ke aku ya?

"Gue sih rencana mau camping sama anak-anak pramuka," sahut Gatra dengan mulut penuh bakwan. "Kalau lo, Kin?" lontarnya padaku.

"Mmm... gue masih belum ada rencana sih. Palingan ya di rumah aja," jawabku sekenanya.

Gatra manggut-manggut, lalu meminum es tehnya.

"Refo kapan berangkat?" lontarku ke Freya, lebih tertarik pembahasan Refo.

"Sehari setelah rapotan," jawabnya tak memandangku, asyik dengan makanannya.

Aku menunduk murung.

"Kok gue ditinggal," ujar seseorang.

Sontak kami menoleh. Refo sudah berdiri di hadapan kami, tersenyum sambil membawa semangkuk bakso.

❄❄❄

Pagi ini sekolah benar-benar ramai. Nggak cuma oleh anak-anak yang berseragam sekolah, tapi juga rombongan orang tua yang harus mengambil raport anak-anak mereka. Emperan ruang kelas penuh dengan murid-murid yang sedang menunggu orang tua mereka selesai mengambil raport. Ya, hari ini adalah hari pengumuman hasil kerja keras kami selama setahun. Ada wajah yang tenang-tenang saja, tapi tentu saja sebagian besar berwajah tegang. Cemas, naik ke kelas XII atau tidak.

Aku melihat Mama baru keluar dari ruang kelasku sambil memegang raportku, beliau keluar bareng Bundanya Freya. Aku nggak meragukan nilaiku, tapi tetap saja cemas. Orang pintar juga bisa deg-degan.

"Halo, Tante," aku menyapa Bundanya Freya, "Gimana, Ma?" aku tanyai Mama tentang hasil raportku.

Mama tersenyum tenang. Pandangan bangga seperti biasa.

[BL] Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang