Prolog

85.9K 3.5K 39
                                    

I hate my life. Everything's boring. Nothing excites me.

I wish I could get out of this town. I wish I could just runaway to-

Aku menghentikan kegiatan menulisku. Seorang lelaki muda berdiri di depan mejaku, menatap ke bawah ke arahku seolah aku baru saja melakukan sebuah kesalahan besar. Aku membalikkan halaman bukuku dengan perlahan agar guruku tidak membaca tulisanku sebelumnya. Guru sejarah baruku membuka mulutnya, "Di mana Sinanthropus Pekinensis ditemukan?"

Aku menelan ludah, tidak bisa menemukan jawaban dari sesuatu yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Sinanthropus apa, tadi? Yang kutahu cuma Pitechanthropus erectus.. atau apalah itu.

Biasanya, jika ada murid yang tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh guru, mereka akan memilih untuk tidak menjawab apa-apa. Tapi aku tidak bisa sama sekali berdiam diri di hadapan Pak Sadewa. "Saya tidak tahu, Pak," jawabku sembari menatap lurus ke dalam matanya.

Pak Sadewa membiarkan satu menit berlalu tanpa menjawabku. Beliau hanya menatapku seolah waktu berhenti, mungkin sedang mempertimbangkan hukuman apa yang cocok untukku. Aku menundukkan kepala, jengah lama-lama menantang dominansinya. "Sinanthropus Pekinensis ditemukan di Beijing dan dikenal dengan nama manusia Peking Man."

Aku menghela nafas ketika beliau memutuskan untuk kembali ke meja guru. Untung saja aku tidak dipermalukan oleh Pak Sadewa, meskipun beliau melanjutkan dengan "Semua murid harap perhatikan pelajaran. Saya tidak mau mengulang kembali apa yang saya katakan."

Beberapa murid menjawab dengan nada yang terlalu riang, "Baik, Pak." Belum seminggu Pak Sadewa mulai mengajar di sekolah kami, beliau sudah menjadi favorite murid-murid di sini, terutama murid perempuan. Fokus mereka hanya terpaku pada wajah Pak Sadewa yang menawan. Terutama karena beliau masih berusia muda, mereka menganggap Pak Sadewa mudah untuk digapai. Padahal beliau sendiri jarang menceritakan kehidupan personal beliau, atau bahkan membuat koneksi dengan muridnya di luar pelajaran.

Meskipun ketampanannya menjadi faktor utama kepopulerannya, Pak Sadewa adalah guru yang kompeten. Itulah mengapa meskipun sikapnya yang kaku dan auranya yang menakutkan, murid-murid di sini tetap menyukai kelasnya. Akupun tidak bisa memungkiri bahwa aku juga menikmati pelajaran Sejarah semenjak diampu oleh beliau.

Beliau membuat Sejarah menjadi lebih dimengerti oleh akal sehat. Seringnya, beliau mengungkapkan sebab dan akibat dari sebuah pernyataan atau fakta sehingga kami dapat memahami mengapa suatu hal terjadi melalu nalar atau logika. Aku juga dapat menilai bahwa beliau sangat menyukai Sejarah, terlihat dari bagaimana beliau selalu menanyakan pertanyaan retoris yang kadang menentang kebenaran, yang mungkin di luar pemikiran anak kecil seperti kami sehingga membuat kami terpaku dan melatih kami untuk berpikir kritis.

Hari ini adalah pengecualian untukku. Aku tidak bisa berkonsentrasi selama kelas. Pak Sadewa baru memotong rambutnya dan beliau terlihat lebih tampan dari biasanya. Setiap kali beliau mengedarkan pandangan ke arah muridnya, dan biasanya bertemu dengan mataku, aku dengan kurangajarnya merasa tersipu malu. Jadi, aku memilih untuk berkonsentrasi terhadap hal lain. Naasnya, aku malah terdistraksi dan tidak mendengarkan penjelasannya sama sekali. Dan begitulah kenapa aku mendapat teguran dari Pak Sadewa.

Distorsi Kuasa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang