Seisi perutku bergejolak tak nyaman ketika kami berdiri di luar lobi hotel, menunggu mobil yang akan membawa kami ke medan perang. Aku merangkul bahu Rian di sampingku, mempersempit jarak di antara kami karena ia sedang menggunakan earphone-ku yang sebelah kiri. Musik yang bergema telingaku adalah lagu 'Mungkin Nanti' yang dinyanyikan oleh Mikha Angelo, musisi kesukaan Rian saat ini. Aku ikut bersenandung kecil mengikuti irama lagu, sebagai usaha untuk menenangkan diriku.
Ketika mobil berhenti, aku melepas sambungan earphone dan memberikannya pada Rian yang kemudian memakai keduanya. Aku pun memberikan hp-ku padanya karena sepertinya dia masih ingin mendengarkan musik.
Miss Fani langsung mengambil kursi di samping pengemudi, Pak Sadewa. Sementara Rian juga bergegas mengambil kursi terujung paling kanan. Mau tak mau, aku mengambil posisi ditengah antara Rian dan Ir. Tanpa bicara, Pak Sadewa langsung menjalankan mobil pergi dari pelataran hotel.
"Kamu nggak ikut nonton, De?" belum sampai lima menit, Miss Fani membuka percakapan.
Pak Sadewa menggeleng, "Saya ada urusan sebentar di Universitas Udayana, Miss."
Helaan napas Miss Fani keras sekali, bahkan terdengar oleh Rian yang masih mendengarkan musik. Kami bertiga saling berpandangan di jok belakang. "Kamu itu ya, dari kemarin tidak membantu saya. Hari ini juga tidak ikut memberi dukungan untuk anak-anak. Tahu begitu, saya ngajak Bu Amalia saja dari awal."
Meski Miss Fani masih muda dan berwajah cukup manis, kami yang dididik beliau selama beberapa bulan sudah sering melihat beliau marah. Murid yang bisa berpikir pasti tidak akan mau menantang atau membangkitkan amarah Miss Fani. Jadi kami bertiga memilih berdiam dan memalingkan pandangan ke arah jalan diluar. Sudah seperti anak kecil yang kedua orangtuanya sedang bertengkar di depan mereka.
"Kebetulan saya punya tujuan ke Bali juga, kan," balas Pak Sadewa, dengan nada yang super kalem. Aku memperhatikan raut wajahnya dari cermin depan. Wajahnya juga tidak menunjukkan kekesalan atau bahkan rasa tidak enak sekalipun.
"Setidaknya, kalau saya ajak... tolong beri waktu," sepertinya malah Miss Fani yang mengalah. Nada yang beliau pakai tidak setinggi nada sebelumnya.
drgntarax miss fani masih marah kayaknya
drgntarax gara-gara kita join mereka ngedate
Ir mengirim pesan melalui instagramku, yang sedang dipegang oleh Rian. Tapi aku bisa melihat dengan jelas karena Rian memperlihatkannya padaku. Kami berdua melempar pandangan ke arah Ir yang sedang menahan senyum, masih terpaku pada hp-nya.
Rian mengetik balasan untuk Ir, sementara aku bersandar lebih dekat pada Rian.
wholanwho miss fani naksir berat y, kentara bet
wholanwho lain kali kita nge-date sendiri aja wkwk
drgntarax dia ngambek tapi gak digubris pak dewa lol
drgantarax halah, gimana mau jalan-jalan
drgantarax besok udah pulang
wholanwho ntar malam kan cari oleh-oleh
wholanwho sama jadi ke tanah lot nggak sih?
drgntarax ohh iya, ga sabar jadinya!!!
Belum sempat Ir menyelesaikan ketikan balasannya, tiba-tiba Miss Fani berbalik dan bertanya pada kami. "Kartu pesertanya tidak ketinggalan kan?"
"Tidak, Miss," jawab kami serempak.
"Pokoknya ingat tugas masing-masing, kemarin sudah saya evaluasi. Jangan sampai lupa," lanjut beliau lagi.
"Baik, Miss," balas kami.
Rian menyikut lenganku, dan memamerkan sebuah chat baru dari akun drgantarax.
drgntarax katamu ga ada niat apa-apa? bullshit.
Kami menoleh ke arah Ir yang sedang bertanya mengenai sesuatu kepada Miss Fani. Jelas sekali bukan anak itu yang mengirim pesan barusan. Lalu siapa?
"Rara?" bisik Rian di telingaku, takut Ir yang sedang duduk di samping kami mendengar percakapan kami. Aku mengangguk singkat. "Kasih tau Ir nggak?"
Aku menimbang-nimbang dalam hati, memperhatikan Ir lamat-lamat. Aku baru mengenal Ir beberapa hari. Sementara aku mengenal Rara sejak lama sekali. Aku yakin mereka putus dengan tidak baik-baik. Mungkin Rara tidak terima dengan keputusan Ir, yang mungkin memutuskannya duluan.
Rupanya Rara masih memiliki kendali terhadap akun media sosial mantan pacarnya itu. Dan sepertinya dia salah paham dengan istilah 'nge-date' yang diketik Rian. Dia pikir itu obrolan kami berdua, sementara kenyataannya itu adalah obrolan bertiga yang kami tulis di instagram agar tidak diketahui oleh Miss Fani dan Pak Sadewa yang sedang berada di mobil.
Kalau aku beritahu Ir soal chat Rara, hubungan mereka berdua mungkin akan menjadi lebih parah. Lalu aku makin terseret dalam masalah mereka, bahkan mungkin Rara makin akan menyalahkan aku.
Mungkin Ir merasakan tatapanku yang intens ke arahnya, dia menatapku balik dan bertanya, "Kenapa Lan?"
Aku hanya tersenyum, memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa. "Tidak apa-apa, Ir. Cuma lagi melamun aja," aku beralasan.
Ketika aku mengalihkan pandangan untuk melihat sampai dimana kita berada, tatapan Pak Sadewa dari cermin depan menusuk ke arahku. Aku hampir terkejut melihat beliau yang terang-terangan memandangku dari kursi depan. Aku yang salah tingkah, menoleh lagi ke arah Rian dan berpura-pura tidak terintimidasi oleh beliau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distorsi Kuasa ✔️
RomansaGuru lelaki yang baru mulai mengajar di sekolahnya itu bernama Pak Sadewa. Rayuan maut murid-murid cewek tidak pernah mempan melelehkan sikap dingin guru muda itu. Siapa sangka dibalik rupawan sempurna wujudnya, tersimpan perilaku penuh dosa yang ta...