Aku tidak mempercayai keberuntunganku. Dalam sehari, aku punya lebih banyak kesempatan berdiri di dekat Pak Sadewa dibandingkan mungkin hampir seluruh murid SMA-ku. Rasanya seperti mimpi. Entah mimpi indah atau mimpi buruk. Aku tidak bisa menentukan.
Kami saat ini tengah berjalan kaki menuju tempat penyewaan mobil disekitar hotel kami. Kenapa harus aku? Karena aku tidak berniat menghabiskan waktu berenang di kolam renang hotel seperti Ir dan Rian. Dan karena Miss Fani sedang berurusan dengan venue kompetisi kami besok. Lalu kenapa Pak Sadewa tidak sendiri saja? Itu pertanyaan terbesarku!
Belum sempat aku memproses apa saja yang kualami hari ini, Pak Sadewa menambah lagi daftar misteri yang harus kupecahkan. Tangannya lagi-lagi meraih tanganku dan mencoba menggenggamnya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, tapi aku merasa tidak nyaman kali ini. Beliau bahkan tidak meminta izin terlebih dahulu, dan kami pun sedang tidak berada di situasi di mana aku membutuhkan panduannya.
Jadi aku merasa harus melepaskan ikatan tanganku. Aku tidak ingin berpikir terlalu banyak nanti malam. Bisa-bisa aku tidak bisa tidur dan tidak punya cukup istirahat untuk besok. Jadi aku berpura-pura tersandung trotoar dan melompat ke jalan di bawah. Tapi beliau malah menggenggam tanganku lebih erat dari sebelumnya dan berkata, "Hati-hati, Wulan."
Mukaku mungkin sudah pucat pasi sekarang. Kalau tadi aku sengaja tersandung, mungkin sekarang aku bisa tersandung beneran saking melongonya aku. Aku tidak tahu apa yang ada dalam benak beliau, apa yang beliau pikirkan? Bahkan sahabat perempuanku saja tidak pernah merasa perlu menggenggam tanganku ketika berjalan. "Maaf, Pak," ujarku akhirnya.
Sebuah notifikasi masuk ke dalam hp-ku, membuatnya berdering. Aku berusaha mengeluarkan hp-ku dari saku dengan tangan kiriku yang bebas. Aku masih berdoa dalam hati, agar Pak Sadewa melepas tangannya. Sumpah, maksudnya apa sih..
raradc replied to your story
raradc kamu sama ir sekarang?
Butuh waktu cukup lama untukku mengerti maksud perkataan Rara di pesan yang dia kirimkan. Sepertinya dia pikir aku berpacaran dengan Ir...?
wholanwho Maksudnya?
wholanwho Kita lagi di Bali, sama Rian juga.
raradc maksudku, kamu lagi dekat sama dia?
raradc dia juga ngupload foto kamu
raradc kalo sama rian juga, kenapa kalian saling foto berdua doang?
Tanpa sadar, aku menghentikan langkahku. Aku tahu, mengunggah foto Ir di story instagramku akan mengundang banyak asumsi. Beberapa orang terdekat bahkan juga menanyakan hal yang sama apa yang ditanyakan Rara.
Tapi aku tidak bisa menjawab pertanyaan Rara tentang mengapa dia hanya mengunggah fotoku sendiri, dan menyetujui fotonya diunggah olehku. Kuusap pelipisku pelan, menyusun jawaban sebelum mengirimnya pada Rara. Dan saat itu aku baru tersadar bahwa Pak Sadewa sudah tidak lagi menggenggam tanganku.
"Ada apa?" tanya beliau saat aku akhirnya mendongak memandangnya.
Kepalaku penuh dengan berbagai pertanyaan yang membingungkan jadi aku tidak punya jawaban aman untuk pertanyaan sederhana dari Pak Sadewa. Jadi aku langsung berterus terang tanpa berpikir dahulu. "Normal nggak pak, memposting foto cowok di instagram story?"
Aku baru tersadar akan bodohnya pertanyaanku begitu aku selesai mengucapkannya. Kenapa juga aku bertanya dengan Pak Sadewa. Beliau tidak mungkin tertarik dengan drama anak sekolah yang berlebihan ini.
Beliau menarik napas panjang, kemudian menjawab, "Tidak normal."
Aku hampir melongo mendengar jawaban itu. Apakah itu berarti wajar bagi Rara atau Rian atau orang lain untuk mengasumsikan bahwa aku menyukai Ir?
Aku menggosok keningku, menatap trotoar di bawahku. Kali ini otakku berpikir lebih cepat, aku seperti mendapat keberanian baru untuk menghadapi kenyataan. "Lalu, kalau berpegangan tangan dengan lawan jenis yang bukan pacar, apa itu normal?" tanyaku pelan, takut mendengar jawaban Pak Sadewa, guru Sejarahku di sekolah itu.
"Itu juga tidak," jawab Pak Sadewa akhirnya. Aku mendongak ke arahnya, mencoba mencerna raut wajahnya di kegelapan jalan raya. Beliau tidak tersenyum, atau tidak terlihat marah dengan provokasiku.
Kalau beliau tahu itu tidak normal, kenapa masih melakukan itu? Apa aku terlihat seperti anak kecil yang butuh dipegangi setiap saat? Apa beliau takut aku diculik orang? Takut aku tertarik melihat balon-balon yang dijual oleh pedagang kaki lima di jalan dan akhirnya tertinggal oleh beliau dan kemudian tersesat tidak bisa pulang? It doesn't make sense at all.
Aku mengangguk pelan, berpura-pura mendapatkan jawaban dari pertanyaanku. Padahal dalam kepalaku tumbuh seribu pertanyaan lain yang sudah pasti akan membuatku terjaga semalaman nanti malam.
"Sebentar ya. Saya ambil mobil dulu." Aku mengangguk lagi, membiarkan beliau masuk ke dalam sebuah bangunan yang di sampingnya berjejer mobil-mobil yang disewakan. Rupanya kami sudah sampai sejak tadi.
wholanwho Aku nggak tau, Ra.
wholanwho Maaf ya, aku nggak berniat apa-apa..
Aku menghela napas panjang setelah mengetik penjelasan untuk Rara. Aku mengerti kalau dia masih punya perasaan untuk Ir. Mereka sudah berpacaran sejak SMP, selama bertahun-tahun. Aku benar-benar tidak memiliki niat aneh-aneh dengan Ir. Aku yakin Ir pun begitu. Dan kurasa Pak Sadewa pun memikirkan hal yang sama. Tidak ada niat apa-apa.
Ketika mobil yang dipilih Pak Sadewa keluar dari parkiran dan berhenti tepat di depanku, aku memasukkan hp-ku ke dalam saku. Beliau membuka pintu dari dalam, seperti saat tadi pagi ketika beliau menjemputku di rumah. Aku pun masuk ke dalam dan menutup pintu.
Sepanjang perjalanan pulang yang singkat, tidak ada obrolan apapun yang mengisi ruang di antara kita. Bahkan aku baru sadar kalau Pak Sadewa tidak pernah menyalakan musik saat berkendara. Aku tidak berani memulai percakapan, dan kurasa Pak Sadewa menjadi tidak nyaman setelah aku secara tidak langsung mempertanyakan sikapnya terhadapku.
Begitu sampai di basemen hotel, aku bergegas turun dari mobil. Aku terlalu lelah terhadap pikiran-pikiran di kepalaku. Aku hanya ingin cepat-cepat berbaring di kasur. Semoga Rian menyisakan apapun makan malam yang mereka pesan saat aku pergi tadi.
"Terima kasih banyak, Pak. Saya langsung ke kamar. Selamat malam," salamku sebelum memutar badan bersiap berlari di sepanjang koridor. Tapi sebelum aku sempat melakukan itu, Pak Sadewa membalas ucapanku dengan berkata, "Mau makan malam di tempat saya dulu?"
Aku membelalak mendengar tawaran Pak Sadewa. 100% tidak akan kuterima tawaran itu. Kalau aku makan di sana, hubungan kami akan makin canggung. Lagipula aku juga tidak sedang ingin bertemu dengan Ir. Dan aku akan jadi cewek sendiri di sana? Hell no!
"Saya pesan go-food saja, Pak. Terima kasih."
Beliau mengangguk, "habis itu langsung istirahat ya. Semoga sukses untuk besok." Kemudian senyum kecil mampir di wajah Pak Sadewa. Hanya dengan senyum setipis 0.1cm itu, aku bisa saja membatalkan penolakanku terhadap tawaran Pak Sadewa untuk makan di tempatnya. Tapi aku tidak ingin membuat situasi menjadi lebih runyam. Lagipula aku yakin, Pak Sadewa hanya berbasa-basi menawarkan hal itu.
"Terima kasih, Pak." Aku menunduk singkat untuk memberi salam, kemudian pulang ke kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distorsi Kuasa ✔️
RomanceGuru lelaki yang baru mulai mengajar di sekolahnya itu bernama Pak Sadewa. Rayuan maut murid-murid cewek tidak pernah mempan melelehkan sikap dingin guru muda itu. Siapa sangka dibalik rupawan sempurna wujudnya, tersimpan perilaku penuh dosa yang ta...