Hukuman Bias

47.7K 2.8K 33
                                    


Aku tidak pernah menyangka seumur hidup akan dihukum oleh guru. Terutama oleh guru mata pelajaran kesukaanku. Ini pertama kalinya aku berdiri di kantor guru yang penuh dengan guru-guru yang kuhormati, karena melanggar aturan sekolah. Malu sekali rasanya.

"Saya tidak menyangka, lho. Kamu bisa mengabaikan pelajaran saya dan bermain hp di kelas, saat jam pelajaran masih berlangsung?" aku menunduk mendengar nada Miss Fani yang meninggi. Hp-ku masih berada di genggaman tangan beliau, disita beberapa menit yang lalu.

"Aku pikir jam kelas sudah berakhir, Miss." Saat itu suasana kelas ricuh dengan murid-murid yang tengah mengumpulkan tugas mereka di detik-detik terakhir jam kelas berakhir. Karena aku sudah lebih dulu selesai dan kupikir kami sudah memasuki waktu istirahat, aku pun mengeluarkan hp-ku.

"Tapi kan saya masih ada di dalam ruangan," aku mengangguk pelan, sadar bahwa akulah yang salah meskipun memang benar waktu pelajaran Bahasa Inggris sudah selesai. Aku seharusnya menunggu Miss Fani menyelesaikan urusan dengan kelas kami sebelum menggunakan hakku di waktu istirahat.

Ia menyodorkan hp-ku dan berkata, "Coba buka. Saya mau lihat apa yang kamu lakukan di jam pelajaran saya." Lidahku menjadi kelu, tidak bisa menolak permintaan Miss Fani. Aku hanya berharap semoga beliau tidak membaca pesan pribadi ketika ada Bu Arif, Pak Oki, Pak Herman dan Pak Sadewa di ruangan itu.

 Aku hanya berharap semoga beliau tidak membaca pesan pribadi ketika ada Bu Arif, Pak Oki, Pak Herman dan Pak Sadewa di ruangan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rupanya dugaanku meleset. Aku makin menundukkan wajahku saat Miss Fani membaca keras-keras percakapanku dengan Dirgantara. Meskipun kami tidak membicarakan hal-hal aneh, tapi tetap saja...

Pak Herman, guru Bahasa Indonesia, bersiul begitu Miss Fani menyelesaikan bacaannya. "Asmara darah muda memang tidak ada tandingannya," celoteh beliau dengan sumringah lebar di wajahnya. Aku yakin Pak Herman tidak mengenal namaku, maupun nama Dirgantara. Darimana dia tahu kalau Ir juga masih murid di sini? Lagipula, tidak ada makna tersirat seolah percintaan kan, dari percakapan kami berdua?

Tak disangka, Miss Fani mengembalikan hp-ku, tidak lagi melanjutkan ceramahnya soal ketidaksopananku di dalam kelas. "Padahal saya baru mau mengabarkan kamu dan Rian setelah kelas. Ir malah curi start duluan."

Aku masih menunggu sambil berdoa dalam hati semoga aku tidak mendapat hukuman apapun. Biar bagaimanapun, aku termasuk murid yang sering mendapat nilai tertinggi di kelas Miss Fani. Kuharap setidaknya, aku tidak perlu melakukan hal-hal aneh seperti lari keliling lapangan atau membersihkan toilet murid.

Miss Fani menatapku tajam, masih dengan tanpa senyum. Lalu beliau menghela napas panjang. "Ya sudah, untuk kali saya maafkan. Jangan bermain hp di dalam kelas lagi, Wulan." 

Aku menjawab dengan anggukan yang terlalu antusias. "Baik, Miss. Saya mohon maaf, sekali lagi."

"Kemudian, cepat panggil Rian kemari. Saya akan jelaskan soal kompetisi debat Bahasa Inggris di Bali. Kamu, Rian, dan Ir ditunjuk sebagai perwakilan sekolah kami. Untuk urusan sekolah, kalian sudah diberi izin selama tiga hari."

"Baik. Terima kasih banyak, Miss." Aku sangat bersyukur karena tidak jadi dihukum dan karena akan pergi ke kompetisi itu.

Distorsi Kuasa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang