Ruang Baca

48K 2.8K 27
                                    


"Pak Sadewa umurnya berapa, sih?" Rian menyikut lenganku, sembari mengipas-ngipas wajahnya dengan kertas ulangan Kimia yang tadi pagi dibagikan. Kami—aku dan teman-teman, tengah menikmati waktu istirahat sebelum memulai ekskul hari Jumat di koridor depan ruang kelas IPS.

Aku mengangkat bahu, "Dua puluhan?"

"Dua puluh lima, katanya," sambar Lisa yang duduk di sebelah Mia, di ujung barisan, sehingga ia perlu mencondongkan badan untuk berbicara dengan kami. Rian menganga lebar, melebaykan reaksinya.

Ada alasan kenapa kami memilih duduk di sini. Lisa bersikeras untuk nongkrong di spot ini karena dari sini kami dapat melihat ke arah jendela perpustakaan di seberang lapangan sekolah. Pasti kalian sudah bisa menebak siapa yang tengah kami teropong di perpustakaan itu. Siapa lagi kalau bukan Pak Sadewa.

"Belakang kepalanya aja ganteng banget," gumam Lisa yang rupanya juga tengah memperhatikan guru Sejarah kami itu.

"Pasti udah punya istri, nggak sih, menurut kalian?" Mia bergabung ke dalam percakapan kami.

"Belum deh, kayaknya," jawab Lisa. "Lagipula kalau udah punya istri pun, aku mau jadi yang kedua." Gadis berambut sebahu itu terkekeh.

Mia menyenggol sisi Lisa dan berkata, "Hus, terus pacarmu dikemanakan?"

"Halah, Brendo doang. Kalah telak sama Pak Dewa," balas Lisa. Rian menggeleng-geleng kepala, takjub dengan perilaku sahabat terdekatnya itu.

"Pak Dewa yang nggak mau sama kamu!" Mia mementung kepala Lisa dengan gulungan kertas ujian Kimianya, tapi hal itu tidak menghentikan tawa Lisa.

"Apa jangan-jangan dia gay ya?" celutuk Lisa, membelalakkan matanya memikirkan kemungkinan itu. "Lihat deh, dia cuma ngobrol sama guru dan murid laki-laki doang," Lisa menunjuk ke arah perpustakaan dengan jarinya, tepat ketika Pak Sadewa sedang bercakap-cakap dengan penjaga perpustakaan, Pak Aris.

"Tapi kelakuan dia nggak seperti..." Mia tidak melanjutkan kata-katanya, melainkan memperagakan gestur tangan yang lentik. "Dia macho banget cuy."

Aku yang sedari tadi hanya mendengar, bertanya-tanya dalam hati. Pak Sadewa pernah mengajakku berbicara beberapa hari lalu, apakah itu termasuk kejadian langka? Lisa pasti akan menginterogasi yang aneh-aneh kalau aku ceritakan kepada mereka.

Aku mengamati Pak Sadewa dari jauh. Wajar sih, siapa yang tidak terkagum-kagum dengan caranya berbicara, caranya membawa diri, caranya diam aja bisa membuat orang terpukau.

"Nggak kok, dia pernah sekali ngobrol dengan Miss Fani," sahut Rian.

"Alah, itu mah Missnya aja yang kegatelan." Mendengar kata-kata tidak sopan terucap oleh Lisa, Mia langsung melotot ke arah Lisa, kemudian memperhatikan sisi kanan kiri kami kalau-kalau yang sedang diomongkan berada di sekitar kami. Lisa melanjutkan, kali ini sambil berbisik "liat aja, tiap ada guru ganteng dikit langsung dideketin sama Miss Fani." Mukanya kini cemberut, seolah-olah kesempatannya untuk dekat dengan Pak Sadewa sudah dicuri oleh guru bahasa Inggris kami yang juga masih muda, Miss Fani.

Aku tersenyum melihat sifat kekanak-kanakan Lisa. "Aku yakin sainganmu nggak hanya Miss Fani, Lis. Kayaknya kamu harus menghadapi satu sekolah deh."

"Nih, Lis. Teman gerejaku kemarin dapat instagramnya Pak Dewa," Rian mengulurkan hp yang sejak tadi dia pegang. "Slide in to his dm coba," ia tertawa. Meskipun Lisa yang disodorkan hp Rian, aku dan Mia ikut merapatkan diri untuk melihat lebih jelas layar hp Rian.

 Meskipun Lisa yang disodorkan hp Rian, aku dan Mia ikut merapatkan diri untuk melihat lebih jelas layar hp Rian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada foto sama sekali? Yakin itu profil aslinya?

Distorsi Kuasa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang